Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 24 September 2019 | 17:41 WIB
Aksi di Gedung DPRD Provinsi Yogyakarta. [Suara.com/Rahmad Ali]

SuaraJogja.id - Ratusan mahasiswa dan elemen sipil yang tergabung dalam 'Gerakan 24 September' menggeruduk kantor DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Malioboro, Yogyakarta. Mereka menuding pemerintahan Jokowi-JK sebagai rezim Pinokio.

Alasannya, semangat land reform tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah kendati hari tani yang sudah berumur setengah abad.

"Dimana hari tani yang sudah berusia 59 tahun, nyatanya sampai hari ini semangat agraria yang termaktub dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 dan land reform dipelintir dengan mudah oleh rezim Jokowi-JK di bawah sistem kapitalisme," ujar Koordinator Aksi Muhammad Syahran atau Aan saat diwawancarai, Selasa (24/9/2019)

"Jadi akar permasalahannya ada pada ideologi yang dianut. Yaitu chauvinistik sebagai akar dari ideologi kapitalisme," Aan menambahkan.

Baca Juga: Ditembakkan Gas Air Mata, Mahasiswa Bertahan Pakai Separator Busway - Seng

Epicentrumnya lanjut Aan, berada ditangan DPR. Ia menilai RUU KPK, RUU KUHP, serta RUU Pertanahan dan paket kebijakan lain yang diinisiasi oleh DPR yang pro investasi akan menindas rakyat.

"Kita melihat sendiri, dimana DPR mau merencanakan RUU Pertanahan, RUU KUHP dan berbagai paket kebijakan lain yang pro investasi dan paket-paket kebijakan penindas rakyat," paparnya

Lantaran itu, semangat reforma agraria justru ditanggalkan oleh pemerintah. Lantaran pemerintah sering melibatkan militer ketika melaksanakan pembebasan lahan maupun aktivitas sipil lainnya.

"Kita melihat keterlibatan militer dalam pembebasan lahan, militer dalam aktivitas sipil, itu semua berkesinambungan," tuturnya

Mereka mengklaim pemerintah malah mencitrakan diri melalui melalui sertifikasi tanah atau pembagian sertifikat tanah dengan total lahan seluas sembilan juta hektar.

Baca Juga: Demo Rusuh di DPR, Mobil Komando Buruh Ikut Ditembaki Gas Air Mata

"Trend sembilan juta hektar itu berkaitan juga dengan pertemuan IMF di Bali membahas pasar land market. Nah kita melihat trend sertifikasi tanah atau paket reform agraria itu melenceng dari semangat reforma agraria," imbuhnya

Aan mencatat pemerintah Jokowi-JK abai terhadap semangat reforma agraria, dimana pada 2014 terjadi 472 kasus kekerasan, tahun 2015 terjadi 252 kasus, 2016 terjadi 450 konflik, lalu pada 2017 terjadi 659 konflik agraria di tanah air dan sebagian besar melibatkan militer.

"Dalam kurun waktu empat tahun tersebut, ribuan korban kekerasan dan kriminalisasi agraria di wilayah-wilayah konflik baik di pedesaan maupun perkotaan banyak berjatuhan tanpa penyelesaian," kata dia

Aksi di lobi DPRD DIY yang dikawal aparat kepolisian tersebut, mereka membawa puluhan spanduk dengan berbagai tuntutan sebagai berikut:

1. Kembalikan militer ke barak
2. Nasionalisasi aset-aset asing di bawah kontrol rakyat
3. Hentikan perampasan tanah rakyat
4. Laksanakan land reform
5. Laksanakan reforma agraria berdasarkan semangat UUPA No 5 Tahun 1960
6. Hentikan kriminalisasi gerakan rakyat
7. Tolak paket revisi UU pembungkaman demokrasi pro investasi dan penindas rakyat (RUU KUHP, RUU Minerba, RUU Pertanahan)
8. Cabut UU No 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum
9. Cabut Perpres No 32 tahun 2011 tentang MP3EI
10. Tolak kebijakan SG/PAG
11. Menuntut transparansi data pemerintah
12. Bebaskan aktivis prodemokrasi
13. Selesaikan konflik agraria
14. Wujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan
15. Tolak perdagangan pasar bebas
16. Berikan akses pasar langsung ke petani lokal
17. Cabut UU PMA Tahun 1967
18. Cabut UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
19. Wujudkan pendidikan ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan
20. Daulat petani!
21. Tuntaskan asap di Sumatera, Kalimantan dan seluruh wilayah Indonesia
22. Hentikan diskriminasi berbasis gender dalam berbagai sektor

Kontributor : Rahmad Ali

Load More