SuaraJogja.id - Efisiensi anggaran yang digulirkan pemerintah mulai berdampak pada sektor kebudayaan di Yogyakarta. Banyak agenda kegiatan kebudayaan yang terpaksa ditiadakan atau akibat pemangkasan Dana Keistimewaan (danais) hingga Rp 400 Miliar yang diterima Pemda DIY tahun ini.
Menyikapi persoalan ini, para puteri Keraton Yogyakarta pun mencoba mencari cara agar beragam kegiatan kebudayaan tetap bisa terlaksana pada tahun ini. Meski tak melulu sebagai obyek wisata, sejumlah agenda tradisi dan budaya tetap digelar Keraton Yogyakarta saat ini untuk menarik wisatawan datang ke kota ini.
"Banyak acara di Jogja yang berguguran tahun ini dikarenakan efisiensi [anggaran pemerintah]. Namun [keraton Yogyakarta tetap menggelar] Hajad Dalem. Meski Hajad Dalem bukan atraksi pariwisata, tapi tetap bisa menarik wisatawan untuk datang ke Jogja," ungkap Penghageng Nityabudaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara disela International Symposium on Javanese Culture 2025 di Yogyakarta, Sabtu (12/4/2025).
Menurut puteri bungsu Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X ini, sikap keraton untuk tetap menyelenggarakan berbagai kegiatan budaya tersebut merepresentasikan keseimbangan antara kewajiban budaya dan realitas ekonomi. Meski upacara tradisional seperti Garebeg dan Labuhan tidak dirancang terutama sebagai atraksi wisata, kegiatan tersebut telah menjadi komponen penting dalam lanskap pariwisata budaya di Yogyakarta.
Sehingga meski ada efisiensi anggaran, pergerakan pariwisata di Yogyakarta bisa tetap berjalan. Sektor ekonomi pun diharapkan bisa berdampak positif dengan adanya agenda-agenda Keraton yang ditampilkan dan bisa dinikmati wisatawan saat ini.
"Efisiensi atau tidak, kami tetap harus melakukan [agenda keraton] karena salah satunya adalah juga untuk menopang pariwisata yang dari jogja. Ini juga salah satu bentuk dari keraton melestarikan budaya, tetapi juga mendukung adanya pergerakan pariwisata," tandasnya.
Penghageng Tepas Tandha Yekti di Keraton Yogyakarta, GKR Hayu, mengungkapkan Sri Sultan HB X sebelumnya menekankan bahwa keraton harus bekerja menuju kemandirian. Pesan tersebut menjadi urgensi baru dalam iklim ekonomi saat ini.
"Hajad Dalem itu bukan objek wisata. Itu memang wajib kami laksanakan setiap tahun ada anggarannya atau tidak dari dais (Dana Keistimewaan- red) atau tidak, itu akan selalu kami laksanakan," paparnya.
Karena itu dalam rangka Peringatan Ulang Tahun Ke-36 Kenaikan Takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 dan GKR Hemas dalam tahun masehi, Keraton Yogyakarta menggelar simposium budaya. Tahun ini tema dari rangkaian kegiatan Tingalan Jumenengan Dalem adalah Aparatur Nagari Ngayogyakarta.
Baca Juga: Revitalisasi Stasiun Lempuyangan Diprotes, KAI Ungkap Alasan di Balik Penggusuran Warga
Dalam simposium yang digelar selama dua hari ini dipaparkan 10 naskah penelitian tentang Aparatur Nagari Ngayogyakarta. Dalam simposium yang memasuki tahun ketujuh ini Keraton mencoba mempertemukan peneliti, akademisi, dan praktisi budaya untuk mendiskusikan pelestarian tradisi istana.
Hayu menambahkan, dipilihnya tema Aparatur Nagari Ngayogyakarta untuk jadi isu yang dibahas dalam simposium bukan tanpa sebab. Bergabungnya Keraton Yogyakarta ke NKRI membuat beberapa aparatur negara di Keraton akhirnya hilang, seperti peran para prajurit Keraton Yogyakarta, sistem peradilan, administrasi dan lainnya.
"Nah hal ini [sistem aparatur nagari] kalau tidak digali kan hilang, apalagi karena kebiasaan orang Jawa di Keraton itu budayanya verbal, jadi jarang sekali tertulis dan terdokumentasi dengan baik. Karenanya tema simposium tahun ini berfokus pada aparatur nagari yang mengkaji fungsi administratif dan operasional historis Keraton," jelasnya.
Sementara puteri sulung Sri Sultan HB X yang mewakili Keraton Yogyakarta, GKR Mangkubumi menyatakan, simposium budaya yang digelar Keraton membuka ruang seluas-luasnya bagi studi keilmuan Aparatur di Kesultanan Yogyakarta.
"Tak hanya dari bidang antropologi, filologi, sejarah, sains namun juga politik, psikologi, pendidikan, gender, filsafat, dan lain sebagainya yang terkait dengan budaya Jawa," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
BI Yogyakarta Catat Penurunan Drastis Peredaran Uang Tunai saat Lebaran, Tren Transaksi Berubah
-
Warga Jogja Bingung Buang Sampah, Kebijakan Pemkot Tutup TPS Bikin Resah
-
Sultan HB X Angkat Bicara, Polemik Penggusuran Warga Lempuyangan Dibawa ke Keraton
-
Jogja Hadapi Lonjakan Sampah Pasca Lebaran, Ini Strategi Pemkot Atasi Tumpukan
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Ingatkan Warga Waspada Cuaca Ekstrem, BPBD Yogya Soroti Kerentanan Kawasan Wisata
-
Berawal dari Bosan Menu Sarapan, Nada Menemukan Jalan Usaha Lewat Sushi Pagi
-
10 Tahun Pakai Biogas, Warga Sleman Tak Khawatir Jika LPG Langka atau Mahal
-
Teras BRI Kapal, Perbankan Terapung bagi Masyarakat di Wilayah Pesisir dan Kepulauan
-
Lika-liku Jembatan Kewek yang Rawan Roboh, Larangan Bus, dan Kemacetan hingga Stasiun Tugu