Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Jum'at, 08 November 2019 | 15:56 WIB
Pendiri Universitas Gadjah Mada (UGM) YogyakartaProf Dr M Sardjito, MPH - (dok Humas UGM)

Ia juga pernah membawa vaksin dari Pasteur Bandung ke Klaten dan masuk Yogyakarta, menggunakan kerbau. Momen itu pun pernah dijadikan lakon Kethoprak Conthong Djogjakarta.

Kala itu, dikisahkan, Bandung rusuh akibat adanya ultimatum dari Kolonel Macdonald agar warga Bandung menyingkir dari kawasan Bandung Utara, tetapi laskar republik melawannya dengan melakukan serangan sporadis.

Sardjito pun memproduksi berbagai vaksin karena sudah memperkirakan bahwa kerusuhan itu akan makin menyebarkan wabah penyakit yang kala itu sedang berkembang.

Saat hendak memindahkan Institute Pasteur Bandung ke rumah sakit Tegalyasa Klaten, Sardjito memindahkan berbagai peralatan yang diangkut dengan kereta api, di bawah koordinasi Ray Soekoemi, istrinya.

Baca Juga: RSUP Dr Sardjito Telah Mulai Menerapkan Aturan Baru BPJS

Sementara, vaksin cacar ditorehkan ke kerbau dan digiring ke Klaten. Hal tersbeut dilakukan, menurut Panut, supaya tak ketahuan pihak Belanda.

Banyaknya peran Sardjito di bidang serologi membuat namanya dimasukkan World Health Organization (WHO) dalam daftar panel ahli pada bidang Serology and Laboratory Aspects pada 1960.

Dedikasi pendidikan

Di samping bidang kesehatan, tentu Sardjito memiliki dedikasi tinggi dalam bidang pendidikan, yang terlihat dari pendirian UGM. Dari universitas berjulukan kampus biru ini, dilahirkan banyak cendekiawan dan ilmuwan.

"Perjuangan beliau di bidang pendidikan sangat luar biasa, dan melaluinya kemudian muncul tokoh-tokoh di bidang sains, teknologi, seni, dan bidang lainnya yang dihasilkan oleh UGM yang berperan besar melanjutkan perjuangan mencapai kesejahteraan Indonesia," terang Panut.

Baca Juga: Akui Jasa Besar Dr Sardjito, Puan Timbang Kasih Gelar Pahlawan

Bahkan tak hanya di UGM, pengabdian Sardjito untuk pendidikan di Indonesia juga ia lakoni di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Setelah menyelesaikan masa jabatan sebagai rektor UGM selama 1949 sampai 1961, Sardjito menjadi rektor ketiga UII sejak 1963 sampai 1970.

Menurut keterangan Sutaryo, sebagai rektor, sang profesor tidak pernah mendapat gaji atau honor dari UII.

"Mirip kisah dengan Prof Herman Yohanes, saat masih aktif tidak punya rumah, tidak punya mobil, yang pada akhirnya punya mobil karena pemberian dari alumni dan rumah dari pemerintah," tambahnya.

Load More