SuaraJogja.id - Kaum disabilitas masih dianggap tidak penting di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Padahal hak yang mereka miliki sama seperti orang pada umumnya.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bersama The Asia Foundation (TAF) serta Pemerintah Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) Universitas Gadjah Mada (UGM), menggelar Diskusi Publik Menuju Desa Inklusif 2020 di ruang Sartono PSPK UGM, Jumat (8/12019).
Kegiatan tersebut diikuti sejumlah mahasiswa, dosen, penggiat serta pendamping desa.
Diskuti itu juga menghadirkan berbagai narasumber seperti, Sosiolog UGM aktivis penggerak desa, Arie Sujito; Dosen dan Peneliti Fisipol UGM, Ulya Jamson; Direktur SEHATI sekaligus Pegiat Desa Inklusif Sukoharjo, Edy Supriyanto; dan, Sekjen Kemendes PDTT Anwar Sanusi.
Koordinator Program Peduli The Asia Foundation, Ade Siti Barokah mengungkapkan tujuan diadakannya diskusi ini untuk mengajak seluruh masyarakat mengimplementasikan UU Perdesaan secara benar.
"Sebenarnya spirit UU desa itu harus memberi kedaulatan untuk masyarakat tanpa terkecuali. Namun kenyataannya saat ini tidak seluruh masyarakat mendapatkan apa yang harus diterima, salah satunya kaum disabilitas," ungkap Ade pada SuaraJogja.id.
Dengan demikian, upaya mewujudkan desa inklusif di mana pemerintah bersama lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pembangunan desa berupaya mengenalkan kembali kepada publik.
"Ini penting menjadi narasi untuk dikenalkan lagi kepada publik. Karena disabilitas di desa saat ini belum sepenuhnya dilibatkan dalam kegiatan desa. Padahal dia punya hak untuk berbaur dan beraktivitas bersama masyarakat lain," terangnya.
Ade mengungkapkan, penyebab tersebut tidak lain karena belum adanya perhatian masyarakat untuk kaum disabilitas. Di lain sisi, pihak desa menganggap disabilitas adalah tanggung jawab orang tuanya.
Baca Juga: Sardjito Rektor Pertama UGM Dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional
"Teman-teman disabilitas dianggap tidak penting oleh lingkungan desa sendiri. Bahkan pihak desa melimpahkan seluruh disabilitas kepada orang tua masing-masing. Pandangan ini yang salah dan harus diubah," terangnya.
Ade menambahkan, implementasi desa inklusif ini sangat penting karena tertuang di dalam UU. Sehingga hak setiap warga di sebuah lingkungan salah satunya di desa tidak dibeda-bedakan.
Berita Terkait
-
Terkenal Jadi Pembuat Biskuit TNI, Kini Sardjito Bergelar Pahlawan Nasional
-
Sardjito Rektor Pertama UGM Dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional
-
Dilarang Kampus, UAS Akhirnya Batal ke UGM
-
UGM Tolak Ustaz Abdul Somad, PKS: Seperti Zaman Sebelum Reformasi
-
Ditolak UGM, Takmir Masjid Kampus: Ustaz Somad Dianggap Kontroversial
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Kecelakaan Lalu Lintas Masih Tinggi, Kasus Narkoba Naik, Ini Kondisi Keamanan Sleman 2025
-
BRI 130 Tahun: Dari Pandangan Visioner Raden Bei Aria Wirjaatmadja, ke Holding Ultra Mikro
-
2 Juta Wisatawan Diprediksi Banjiri Kota Yogyakarta, Kridosono Disiapkan Jadi Opsi Parkir Darurat
-
Wali Kota Jogja Ungkap Rahasia Pengelolaan Sampah Berbasis Rumah Tangga, Mas JOS Jadi Solusi
-
Menjaga Api Kerakyatan di Tengah Pengetatan Fiskal, Alumni UGM Konsolidasi untuk Indonesia Emas