Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Senin, 30 Desember 2019 | 17:35 WIB
Pemilik usaha pengolahan batu pasir, Bambang Susilo (baju putih) menunjukkan alat-alat pengolahan batu di Dusun Butuh, Desa Bawukan, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Senin (30/12/2019).

SuaraJogja.id - Sejumlah penyandang disabilitas asal Dusun Mudal, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman harus gigit jari setelah usaha pengolahan batu pasir yang mereka rintis di Dusun Butuh, Desa Bawukan, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, mendapat penolakan dari warga.

Pemilik usaha pengolahan batu pasir Messir, Bambang Susilo (42), mengungkapkan bahwa pihaknya telah melengkapi syarat dan melakukan sejumlah permintaan warga.

"Izin usaha ini sudah kami urus sejak tahun lalu, pada 10 Februari 2018 izin kami keluar yang di mana sudah ditandatangani 80 persen warga Bawukan dan juga disetujui pemerintah kelurahan Bawukan dan Kecamatan Kemalang (Klaten)," kata Bambang kepada wartawan, Senin (30/12/2019).

Bambang menjelaskan, bahwa tempat usahanya berada di wilayah Klaten. Sedangkan dirinya beserta para pekerja disabilitas tinggal di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Baca Juga: Air di Depok Macet, PDAM Sleman Singgung Hotel dan Mal

"Memang usaha saya ada di wilayah Klaten dan para pekerjanya berasal dari Sleman. Tanah yang digunakan untuk usaha kami adalah sewa dan pemilik juga sudah setuju dengan usaha kami," terangnya.

Bambang melanjutkan, penolakan sejatinya telah dimediasi oleh pihak pemerintahan Kabupaten Klaten. Warga yang menolak dan pemilik usaha dipertemukan untuk menyelesaikan persoalan.

"Sudah ada 20 kali pertemuan soal masalah ini. Memang warga Bawukan sudah menyetujui dan tak mempermasalahkan dengan usaha kami. Tapi warga dari kelurahan Kepurun (Klaten) dan Kelurahan Argomulyo yang menolak. Padahal dua warga tersebut tidak tinggal dan jauh dari tempat usaha yang kami bangun," kata dia.

Bambang menuturkan, meski izin sudah dikeluarkan, pihaknya mengaku belum sempat mengoperasikan pabrik yang dibangun sejak 2018 lalu. Lebih parah lagi, pada mediasi terakhir yang dilakukan 27 Desember 2019 lalu pemerintah setempat berencana mencabut izin pengolahan pabrik batu pasir.

"Kami sangat menyayangkan pemerintah yang sebelumnya sudah mengeluarkan izin tersebut. Saat mediasi terakhir (27 Desember 2019) pemerintah malah berencana mencabut izin itu. Tidak jelas apa alasannya, namun bisa jadi karena desakan warga yang menolak usaha kami," terang dia.

Baca Juga: Sleman Bakal Macet, Dishub Siapkan Jalur Alternatif dan Rekayasa

Pihaknya mengungkapkan, usaha tersebut dibangun dengan cara urunan dari para pekerjanya dan beberapa rekan. Bambang mengungkapkan, sudah habis Rp 3,5 miliar untuk mendirikan usaha tersebut.

"Jadi kami patungan, ada Rp20 juta, Rp25 juta, Rp 50 juta dan banyak lagi. Jika ditotal sudah mengeluarkan dana sekitar Rp3,5 miliar untuk membangun usaha ini," ujar dia.

Pihaknya menjelaskan, bahwa usaha ini merupakan bentuk kemandirian disabilitas. Sehingga persoalan ini dapat menjadi perhatian pemerintah agar hak-hak penyandang disabilitas bisa terpenuhi dan tak didiskriminasi.

"Jadi kami merasa hak para disabilitas ini masih belum kita dapatkan. Kami berusaha untuk mandiri dengan cara ini. Kami berusaha mandiri dan mencoba tak tergantung dengan orang lain. Namun saat kami ingin mandiri, ada orang-orang yang malah menyudutkan kami. Kami berharap Pemerintah menjadi penengah dan memperhatikan persoalan ini," terang Bambang.

Load More