Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Senin, 13 Januari 2020 | 17:28 WIB
Peretmuan DPRD Gunungkidul dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul terkait kasus antraks - (Suara.com/Julianto)

SuaraJogja.id - Dua kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, masing-masing Ponjong dan Semanu, dinyatakan telah terpapar bakteri penyebab penyakit antraks. Atas kejadian tersebut, DPRD Gunungkidul lantas memanggil Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul untuk memperjelas keterangan perihal kasus antraks di Gunungkidul.

Ketua Komisi D DPRD Gunungkidul Supriyadi, usai mendengar keterangan Kepala Dinkes Gunungkidul, mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan surat rekomendasi untuk penanganan penyebaran antraks tersebut. Tujuannya, agar persebaran bakteri yang menyebabkannya tidak makin meluas.

Supriyadi mengatakan, pemicu antraks adalah hewan, yang kemudian menular ke manusia, sehingga yang perlu diantisipasi dan diselesaikan terlebih dahulu adalah faktor penyebabnya. Artinya, dinas terkait harus membuat langkah preventif supaya permasalahan hewan tersebut selesai dan tidak menular ke manusia.

"Jadi kami minta dinas terkait nanti bertindak cepat," ujar Supriyadi, Senin (13/1/2020).

Baca Juga: VIDEO Nikita Mirzani Marah Tanggapi Permintaan Maaf Andhika-Ussy

Sebenarnya, kata Supriyadi, Gunungkidul memiliki pos-pos hewan yang didirikan untuk melakukan pemantauan kesehatan hewan yang akan masuk ke Gunungkidul. Kini pihaknya berinisiatif akan menghidupkan kembali pos pemeriksaan tersebut.

Sebelum itu dimulai, pihaknya akan mencari tahu apa yang menjadi penyebab dari tidak diaktifkannya pos-pos pemeriksaan hewan tersebut. Sebab, yang dia tahu, untuk hewan yang akan keluar Gunungkidul, pemeriksaannya sendiri cukup ketat. Sementara, karena tidak ada pemantauan kesehatan hewan yang masuk, maka dimungkinkan sapi yang terpapar antraks itu berasal dari luar.

"Itu kita akan hidupkan kembali agar bisa teepantau hewan yang masuk ke Gunungkidul," tandasnya.

Pihaknya juga mendorong untuk membuat surat edaran terkait dengan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang lalu lintas hewan ternak. Dalam perda itu disebutkan, barangsiapa yang memiliki sapi dalam kondisi sakit ataupun mati, maka tidak boleh diperjualbelikan ataupun dikonsumsi.

Kemudian pihaknya akan merangkul aparat penegak hukum, yaitu kepolisian, untuk melakukan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti indikasi perjualbelian sapi yang sakit ataupun meninggal. Pihaknya berharap agar aparat penegak hukum bisa melakukan pengawasan terkait hal tersebut.

Baca Juga: Didukung PAN dan Daftar di Gerindra, Machfud Lirik PKB di Pilkada Surabaya

Sementara itu, Kepala Dinkes Gunungkidul dr Dewi Irawaty mengungkapkan, pencegahan penyebaran antraks ini tidak bisa dilakukan secara sektoral dan hanya dilaksanakan oleh Dinkes saja, melainkan harus lintas Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) atau lembaga lain. Kantor Kementrian Agama, Dinas Pertanian dan Pangan, Dinas Peternakan, dan aparat Kepolisian harus terlibat dalam kebijakan pencegahan tersebut.

"Kementrian Agama, misalnya, harus aktif untuk memberikan edukasi jika memperdagangkan dan mengonsumsi sapi yang mati, itu hukumnya haram," ujarnya.

Kontributor : Julianto

Load More