Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 16 Februari 2020 | 17:33 WIB
Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Wuhan, Provinsi Hubei, China berjalan menuju pesawat udara usai menjalani masa observasi di Hanggar Pangkalan Udara TNI AU Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (15/2). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]

Meski hanya melaporkan suhu tubuh kepada petugas mahasiswa, Nugraha mengatakan petugas juga akan memandu mahasiswa yang merasa sakit untuk dibawa ke RS kampus. Jika butuh penanganan lebih lanjut, petugas akan  membawa ke rumah sakit yang lebih besar.

"Gejala yang dialami orang ketika flu, batuk, merasa suhu tubuh meningkat, hal-hal itu yang perlu dilaporkan. Sehingga petugas mahasiswa ini yang mengarahkan kami untuk diberi penanganan," katanya.

Ditanyai apakah keadaan rumah sakit penuh kepanikan ketika virus tersebut menyebar di Wuhan, Nugraha menjelaskan tidak semua rumah sakit terjadi.

"Saya tidak bisa mengonfirmasi apakah seluruh rumah sakit di China maupun Wuhan penuh kepanikan atau tidak. Tapi asrama kami yang dekat dengan rumah sakit besar tidak terlihat kepanikan itu. Bahkan antrean yang disebut sampai mengular ke jalan juga tidak ada. Semuanya normal seperti keadaan pada umumnya," jelas dia.

Baca Juga: Begini Detik-detik Mobil Terbang Hingga Terguling di Depan Polres Sleman

Disinggung apakah benar stok makanan di Wuhan kehabisan karena efek penyebaran virus tersebut, Nugraha membantah. Masyarakat masih mendapat stok makanan meski harus berjalan sedikit jauh dari rumah atau asrama yang mereka tinggali.

"Stok makanan masih tersedia sebenarnya. Jadi kalaupun di sekitar kampus toko tidak menjual stok, masih ada supermarket besar yang menyedia banyak makanan," kata pria yang juga memiliki rumah di kawasan Godean, Sleman itu.

"Kami diperbolehkan keluar, bahkan berjalan-jalan hingga 1-2 kilometer tak masalah, namun harus menggunakan masker. Nah sesampainnya di rumah atau tempat tinggal kami dianjurkan mencuci tangan dengan sabun yang diberi secara gratis oleh kampus," katanya.

Nugraha menjelaskan, pada 23 Januari 2020 pemerintah setempat membatasi warga keluar dari kota Wuhan. Selama 10 hari hingga 1 Februari 2020 Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di China terus memantau mereka selama terjadi kasus virus tersebut melalui anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) cabang Wuhan.

"Jadi pemerintah (Cina) menutup (akses keluar masuk keluar kota dan negara lain) pada 23 Januari, nah pada 1 Februari kami mulai dievakuasi pemerintah Indonesia untuk dipulangkan. Jadi memang tidak tiap hari KBRI menjenguk kami, tapi pantauan selalu mereka lakukan hingga kami benar-benar keluar dari Wuhan," terang dia.

Baca Juga: Hujan Angin Kencang Guyur Sleman, Pohon Mindi Timpa Rumah Warga Sendangadi

Setelah dievakuasi dari Wuhan, sebanyak 237 WNI termasuk Nugraha dan rekan satu asramanya yang berasal dari Indonesia dijemput pemerintah menggunakan pesawat boeing 737. Semuanya diantar menuju Batam untuk transit dan selanjutnya dikirim ke Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau untuk menjalani observasi selama dua pekan hingga 14 Februari 2020.

Load More