Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Kamis, 27 Februari 2020 | 06:30 WIB
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan. (Suara.com/Ria Rizki)

SuaraJogja.id - Badan Pengawas Pemilihan Umum RI meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), pada Selasa (25/2/2020).

IKP dirancang untuk memetakan potensi kerawanan Pilkada Serentak 2020 yang berlangsung di 270 daerah dengan fungsi antisipasi dan pencegahan dini.

Koordinator Divisi Sosialisasi dan Pengawasan Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin mengatakan, indeks kerawanan ini disusun berdasarkan praktik Pilkada di masa lalu.

"Untuk menerawang masa depan, agar praktik tidak baik yang terjadi pada masa lalu tidak terjadi pada masa depan, jadi kami antisipasi,“ kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/2/2020).

Baca Juga: Dipuji Selangit! Tya Ariestya Ajak Warga Main TikTok saat Banjir Seperut

Berdasarkan penelitian Bawaslu, rata-rata penyelenggaraan pilkada di kabupaten/kota berada dalam kategori rawan sedang dan penyelenggaraan pilkada provinsi masuk dalam kategori rawan tinggi.

Sedikitnya ada empat dimensi yang diukur dari kerawanan Pilkada. Antara lain berdasarkan konteks sosial politik dan politik dengan sub dimensi keamanan lingkungan. Kemudian, dimensi otoritas penyelenggara pemilu, otoritas penyelenggara negara dan relasi kuasa di tingkat lokal.

Dimensi-dimensi kerawanan pada tingkat kabupaten/kota memiliki skor rata-rata 51,65 yang masuk dalam kategori rawan sedang. 

Dapat disimpulkan, kerawanan pilkada di tingkat kabupaten/kota berada pada level 4 yang berarti lebih dari setengah indikator kerawanan berpotensi terjadi.

"Ada tiga kabupaten yang melangsungkan Pilkada 2020 di DIY, yakni Sleman, Bantul, dan Gunungkidul. Dari komponen indeks kerawanan, diketahui bahwa Sleman yang pada Pemilu 2019 menduduki kerawanan tinggi. Pada Pilkada 2020 ini masuk kategori paling rawan," ujar Mochammad Afifuddin.

Baca Juga: Prediksi Madrid vs Man City, Adu Strategi Zidane-Pep di Super Big Match

Ia menjelaskan, Sleman berada di level 5 yang artinya sebagian besar indikator kerawanan berpotensi terjadi. Sleman menempati peringkat 10 di Pulau Jawa dan peringkat 37 secara nasional dengan skor 58,49. Angka rata-rata nasional ada di ambang 51, 65.

"Melihat kondisi itu, dibutuhkan pencegahan pelanggaran dan pengawasan penyelenggaraan pilkada secara maksimal, melibatkan semua pemangku kepentingan," ujar dia.

Ketua Bawaslu RI, Abhan menambahkan, IKP merupakan salah satu instrumen penting untuk menjamin suksesnya penyelenggaraan Pilkada. Sebab, dalam setiap penyelenggaraan pemilu terdapat potensi terjadinya kerawanan yang perlu diantisipasi dengan baik.

"IKP juga bertujuan mengetahui dan mengidentifikasi ciri, karakteristik, dan kategori kerawanan di masing-masing daerah yang menyelenggarakan pemilihan," kata dia.

Abhan menjelaskan, tujuan disusunnya IKP 2020 adalah sebagai sistem pendeteksi dini dan alat identifikasi ciri atau karakteristik kerawanan di berbagai daerah yang memiliki potensi pelanggaran dan kerawanan pada Pilkada 2020. 

Dihubungi terpisah melalui layanan percakapan WhatsApp, Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman, M. Abdul Karim Mustofa menjelaskan, proses penyusunan IKP di Sleman sudah dimulai sejak Oktober 2019. Penyusunan ini melibatkan Bawaslu, KPU, Kepolisian dan Media dalam pengumpulan data. 

Bawaslu Sleman telah memvalidasi data dan instrumen dari semua pihak yang berkepentingan dalam penyusunan IKP dan hasilnya, Sleman menduduki tingkat kerawanan di level 5.

"Nilai skor dimensi dalam Pilkada 2020, Sleman mencapai angka tertinggi pada poin dimensi partisipasi politik di angka 69,35 di atas rata-rata nasional 64,09," kata dia.

Ia menyebutkan, partisipasi publik menyumbang kerawanan Pilkada paling tinggi di Sleman. Di tahun 2019, Sleman mengalami permasalah seperti kekurangan surat suara, Pemilih DPTb yang tidak terlayani serta adanya PSU dan PSL.

Sementara untuk, dimensi sosial politik dengan sub dimensi keamanan, otoritas penyelenggara pemilu, penyelenggara negara dan relasi kuasa ditingkat lokal turut menyumbang kerawanan di Sleman. Ke empat faktor tersebut menyumbang dengan nilai 64,80 di atas rata-rata nasional 51,67.

"Berpegang pada data hasil penelitian tersebut, Bawaslu akan melakukan koordinasi dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan pengawasan pemilu, Pemerintah Daerah, Kepolisian, KPU, Ormas dan stakeholder, maupun masyarakat sipil," ucap dia.

Menurut dia, koordinasi dan sinergi penting dilakukan guna membahas strategi dalam memaksimalkan pencegahan pelanggaran dan pengawasan pemilu. Strategi juga akan disesuaikan dengan kondisi kerawanan di Kabupaten Sleman.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More