Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 28 Februari 2020 | 08:25 WIB
Kepala LPKA Klas II Yogyakarta, Teguh Suroso memberi keterangan kepada wartawan saat menggelar Media Gathering Kolaborasi Dukung Resolusi Pemasyarakatan tahun 2020 di LPKA Klas II Yogyakarta, Wonosari, Gunungkidul, Kamis (27/2/2020)

SuaraJogja.id - Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Yogyakarta memastikan anak-anak yang tersangkut dalam kasus kriminalitas tetap diberi pendidikan formal.

Hal tersebut beralasan, karena seorang anak perlu berhak diberi pendidikan guna merubah karakter menjadi lebih baik.

Kepala LPKA Klas II Yogyakarta, Teguh Suroso membeberkan sejumlah resolusi pemasyarakatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam kinerjanya selama 2020 mendatang.

"Jadi koordinasi resolusi pemasyarakatan ini dilakukan di seluruh lembaga pemasyarakatan (Lapas) di bawah Dirjen Pemasyarakatan. Kami melakukan telekonferens untuk berdialog dan berdiskusi menyelesaikan persoalan yang ada," ucap Teguh saat ditemui wartawan dalam acara resolusi pemasyarakatan tahun 2020 di kantor LPKA Klas II Yogyakarta, Wonosari, Gunungkidul, Kamis (27/2/2020).

Baca Juga: Pedagang yang Jual Ponsel BM Akan Kena Sanksi Pencabutan Izin Usaha

Teguh memaparkan, lembaga pemasyarakatan memiliki target menyelesaikan masalah over kapasitas lapas, masalah integrasi, masalah over staying hingga masalah pembelajaran anak.

Pihaknya mengatakan, persoalan yang disebutkan terakhir menjadi salah satu yang paling diperhatikan di LPKA. Pasalnya pendidikan anak cukup penting untuk mengubah karakter mereka.

"Perlu diketahui anak-anak disini secara penuh kami bina dengan baik. Pendidikan sekolah formal juga sangat penting. Bahkan dari 17 anak, tujuh diantaranya yang terlibat tawuran pelajar di Jogokaryan kami negosiasikan dengan sekolah untuk tidak dikeluarkan,"kata Teguh.

Teguh mengatakan jumlah penghuni LPKA saat ini masih ada 17 orang. LPKA sendiri memiliki kapasitas tampungan hingga 90 orang.

"Pembentukan karakter juga penting disini. Pendidikan formal jelas penting, namun anak yang terlanjur keluar dari sekolah, tetap diberi hak pendidikan lewat kegiatan sekolah nonformal negeri atau Sanggar Kegiatan Belajar," ucap Teguh.

Baca Juga: Nasib Khoiron Setelah Intip Cewek Setengah Bugil Lagi Warnai Rambut

Kepala UPT SKB Gunungkidul, Suharjia menjelaskan hingga kini ia telah mendidik sekitar 10 pelajar yang putus sekolah. Seluruhnya merupakan anak-anak yang terlibat kasus kriminal hingga dikeluarkan dari sekolah.

"Pendidikan bagi anak meskipun dia dikeluarkan dari sekolah formal tetap harus diberi. Jadi penyelenggaran kegiatan belajar nonformal dalam hal ini SKB ikut turun. Termasuk mendidik anak di LPKA," kata Suharjia.

Salah seorang penghuni LPKA yang telibat kasus pengeroyokan hingga korban tewas, AF (18) mengaku sadar dan menyesal dengan perbuatan yang pernah dia lakukan.

"Sangat menyesal jika mengingat kejadian itu. Di sini (LPKA) saya diajarkan bagaiaman menghormati orang lain dan meredam emosi. Kegaitan terjadwal juga membuat saya lebih disiplin. Saya berpesan jangan mudah terpengaruh teman yang nakal apalagi sampai bersinggungan dengan minuman keras," kata AF.

Load More