Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Senin, 30 Maret 2020 | 20:35 WIB
Ilustrasi Universitas Gadjah Mada. (Dok : UGM)

SuaraJogja.id - Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan tiga rekomendasi kepada pemerintah, terkait langkah apa saja yang perlu diambil untuk memutus penyebaran Covid-19 yang telah banyak merenggut korban jiwa.

Koordinator Tim Respons Covid-19 UGM, Riris Andoni Ahmad dalam teleconference, Senin (30/3/20202) mengatakan social distancing menjadi rekomendasi pertama yang perlu dilakukan.

"Peningkatan kasus sudah terjadi secara eksponensial dan rekomendasi pertama yakni mendorong pemerintah mengimplementasikan kebijakan moderate social distancing di daerah yang belum masuk kategori zona merah," jelas Andoni kepada wartawan.

Ia menjelaskan moderate social distancing dilakukan antara lain dengan menutup tempat wisata dan pusat hiburan. Belajar atau bekerja dilakukan di rumah termasuk juga beribadah di rumah.

Baca Juga: Perantau Tak Boleh Mudik, Pakar Kependudukan UGM Minta Negara Beri Jamsos

"Mengingat penularan virus dengan cara bersentuhan, masyarakat harus mulai mengurangi untuk datang ke lokasi kerumunan," tegas dia.

Ia tak menampik sudah ada satu wilayah yang menjadi zona merah dimana jumlah kasus Covid-19 paling banyak. Maka UGM memberi rekomendasi untuk karantina wilayah atau maximum social distancing.

"Hal ini penting dilakukan untuk memutus penyebaran yang makin meluas. Pasalnya ada sejumlah daerah yang belum banyak kasus positif (Corona) sehingga wilayah yang disebut zona merah ini perlu dilakukan karantina wilayah. Jadi hanya mobilitas logistik yang dibolehkan," terang dia.

Rekomendasi kedua, lanjut Andoni yakni meningkatkan skrining dan diagnosis minimal 10 kali lebih besar. Menurutnya di Indonesia, diagnosa kasus Covid-19 masih kecil. Pihaknya masih mengansumsikan sebanyak lima persen diagnosa dan skrining yang dilakukan pemerintah saat ini.

"Skrining yang dilakukan (pemerintah) saat ini belum meluas. Sehingga perlu dilakukan minimal 10 kali lebih besar dari uang tersedia saat ini," ungkapnya.

Baca Juga: Bakteri Baik Ikut Mati Disemprot Disinfektan Berlebihan, Ini Kata Dosen UGM

Selanjutnya peningkatan kapasitas layanan kesehatan harus selaras dengan dua rekomendasi sebelumnya.

"Perlu dibangunnya fasilitas isolasi bukan rumah sakit untuk memisahkan pasien yang tidak membutuhkan perawatan dari populasi umum. Contoh ketika pasien dinyatakan positif tapi tak memiliki gejala harus diletakkan di ruang berbeda dari yang positif dengan gejala," ungkap dia.

Peningkatan kapasitas fasilitas di rumah sakit mengantisipasi dengan lonjakan jumlah pasien yang memerlukan perawatan intensif. Seperti ventilator dan fasilitas ICU.

"Tak hanya fasilitas rumah sakit yang ditujukan kepada pasien. Pemerintah juga harus memperhatikan keselamatan tenaga medis. Sehingga perlu memastikan kecukupan alat pelindung diri (APD) untuk menangani jumlah pasien yang makin meningkat," tuturnya.

Disinggung soal kebijakan lockdown. Riris Andoni mengatakan bahwa hal tersebut belum perlu dilakukan. Menurutnya jumlah daerah yang menjadi zona merah di Indonesia belum banyak. Sehingga peningkatan terhadap social distancing ini yang perlu dilakukan.

"Yang jelas tiap daerah memiliki jumlah kasus yang berbeda. Maka dari itu bagi lokasi yang telah menjadi red zone harus ada karantina wilayah, bukan lockdown. Sementara kasus positif yang belum banyak terjadi di daerah lain, penekanan moderate social distancing ini yang harus dilakukan untuk meminimalisasi penyebaran virus," jelas Riris Andoni.

Load More