Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Selasa, 31 Maret 2020 | 13:02 WIB
Fujianto membantu orang tuanya menjemur padi di Putat, Patuk, Gunungkidul, Selasa (31/3/2020). - (SuaraJogja.id/Julianto)

SuaraJogja.id - Hari-hari terasa membosankan bagi Nur (28), warga Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul. Tak ada pekerjaan yang bisa ia kerjakan di rumahnya. Meski kadangkala ia pergi ke ladang membantu orangtuanya, tetapi perasaan kalut masih terus ada dalam benaknya.

Beban cicilan sepeda motor dan juga bank membuatnya harus berpikir keras bagaimana ia mendapatkan uang untuk membayarnya. Cicilan motor sebesar Rp650 ribu masih harus ia bayar lima kali lagi. Sementara, cicilan bank sebesar Rp400 ribu masih harus ia tuntaskan sebanyak 12 kali lagi.

Nur mengaku tak bisa berpikir lagi kecuali mencari pekerjaan. Pasalnya, sejak tanggal 13 Maret 2020 yang lalu ia 'dirumahkan' sementara dari tempatnya bekerja. Nur adalah satpam di sebuah hotel berbintang dengan sistem outsourcing. Ia terpaksa dirumahkan karena kondisi hotel kini sedang anjlok; tak ada tamu sama sekali.

"Bulan April itu mulai tanggal 1-7 huniannya 0 persen. Sama sekali tidak ada tamu. Saya dirumahkan, ndak tahu sampai kapan," ujar bapak satu anak tersebut, Selasa (31/3/2020), di rumahnya.

Baca Juga: Menperindag Era Soeharto, Bob Hasan Meninggal Bukan karena Corona

Laki-laki yang meminta namanya tidak disebutkan secara lengkap ini lantas mengungkapkan kegundahannya terhadap dampak bencana virus corona tersebut. Badai pandemi COVID-19 ini mengakibatkan 'sandang-pangan' (penghasilannya) hilang.

Sebagai tenaga outsourcing, meskipun di rumahkan, ia sama sekali tidak mendapat pesangon. Terakhir kali, ia mendapat gaji awal bulan yang lalu. Ia baru akan mendapatkan gaji bekerja selama 12 hari di bulan Maret pada awal bulan April mendatang. Tentu jumlahnya jauh berkurang dibanding dengan gaji bulanannya seperti ketika belum ada virus corona.

"Kalau gajiku itu UMR Sleman. Tapi outsourcing, dirumahkan ya dirumahkan gitu aja. Ndak ada bekal sama sekali," tambahnya.

Dirinya sudah mencoba berkeliling mencari pekerjaan. Namun, tidak ada perusahaan yang membuka lowongan. Semuanya mengaku tengah sepi. Jikapun ada lowongan, maka baru akan menerima karyawan lagi ketika kondisi sudah normal, tidak ada virus corona lagi.

Ia sedikit beruntung karena istrinya masih bekerja di pabrik sarung tangan di wilayah Gunungkidul. Namun demikian, ia mengaku masih bingung bagaimana memenuhi kewajiban mencicil kredit sepeda motor dan cicilan bank yang masih ada. Apalagi, harapan akan adanya keringanan, seperti yang diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), ternyata tak bisa ia dapatkan.

Baca Juga: Tutup Usia, Mantan Menperindag Bob Hasan Derita Kanker Paru-Paru Stadium 4

"Motor ini kayaknya ngendon [nunggak] nanti. Tak [saya] jual sayang tinggal 5 bulan, wong [orang] motor ini juga buat kerja," tuturnya.

Untuk mengambil tabungan di bank, ia mengaku sama sekali tidak memilikinya. Ia menyesal tidak menabung di bank. Jika mengetahui akan ada bencana virus corona ini, maka dirinya sudah pasti akan menabung.

"Lha tabungan apa. Tahu bakal ada virus ya nabung kemarin-kemarin," katanya, mencurahkan penyesalan.

Nasib serupa dialami oleh Fujianto (26), warga Kecamatan Desa Putat, Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Laki-laki yang berprofesi sebagai driver ojek online ini sudah 10 hari berada di rumah. Ia memilih di rumah karena kondisinya sekarang sangat sepi order. Warung-warung banyak yang tutup, mengakibatkan order pengiriman makanan jadi sepi.

"Untuk penumpang juga hampir tidak ada. Kampus, sekolah, kantor pada libur," keluhnya.

Perasaannya sedikit terhibur karena istrinya sejak dua bulan terakhir sudah membuka warung sayur meski kini kondisinya juga tengah sepi, sehingga seringkali sayuran dagangan istrinya tidak laku. Kendati demikian, ia mengaku sedikit terhibur dengan usaha istrinya tersebut. Paling tidak, masih bisa untuk makan mereka sehari-hari.

Kontributor : Julianto

Load More