Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 29 April 2020 | 20:15 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual (Shutterstock)

Alih-alih mendapatkan teguran dan hukuman, Ibrahim Malik justru terus menerus mendapatkan ruang dalam acara-acara seminar yang diadakan oleh UII. Tak hanya itu, pelaku juga mendapatkan panggung untuk menjadi narasumber dalam salah satu program branding kampus yang berjudul 'Program Inspirasi UII' yang dimuat di kanal Youtube. Realitas ini memantapkan analisa kami bahwa ada upaya kampus untuk melindungi pelaku kekerasan seksual di lingkungan UII. Ditambah glorifikasi yang besar terhadap Ibrahim Malik mendukung pelaku untuk melakukan kekerasan seksual kembali.

Dalam kasus kekerasan seksual, keselamatan dan perlindugan penyintas merupakan prioritas utama dalam situasi apapun. Hal ini didasari pada: dalam masyarakat yang seksis posisi perempuan tidak setara. Dalam kekerasan seksual para penyintas bukan saja mengalami kekerasan seksual namun di banyak kasus juga disalahkan atas kekerasan seksual yang menimpanya. Sementara para pelaku kekerasan seksual bukan saja melakukan kekerasan seksual, melainkan mereka dilindungi dan secara tidak langsung dibenarkan melakukan tindakan tersebut. Ini terbukti begitu nyata dalam kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ibrahim Malik. Kasus-kasus sebelumnya, hanya menjadi angin lalu bagi birokrat kampus dan ia masih menjadi pengisi acara-acara yang diadakan di kampus UII.

Per Selasa 28 April 2020, dari infomasi yang kita dapatkan data jumlah korban lebih dari lima orang. Hal ini direspon kampus bahwasanya mereka tidak dapat menindak kasus-kasus yang ada dikarenakan pelaku sudah bukan mahasiswa aktif UII. Sedangkan kasus-kasus sebelumnya direspon negatif oleh kampus yang tidak memihak pada penyintas.

Atas dasar itu, Aliansi UII Bergerak menyatakan sikap:

Baca Juga: Warga Situbondo Geger, Benda Jatuh dari Langit Timpa Rumah, Ternyata...

1. Menuntut Rektor Universitas Islam Indonesia menutup semua akses Ibrahim Malik di lingkungan kampus baik offline maupun online. Termasuk tidak memberikan kesempatan Ibrahim Malik menjadi dosen Universitas Islam Indonesia di masa yang akan datang.

2. Menuntut Universitas Islam Indonesia SEGERA membentuk tim adhoc yang berpihak pada penyintas berisikan mahasiswa, dosen, dan juga bidang kemahasiswaan guna menyelidiki kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ibrahim Malik.

3. Menuntut Universitas Islam Indonesia untuk menjamin keamanan penyintas. Termasuk mendapatkan jaminan akses pendampingan psikologi.

4. Menuntut Universitas Islam Indonesia untuk membentuk tim penyusun draft regulasi khusus penanganan kasus kekerasan seksual (terdiri dari dosen, mahasiswa, dan psikolog) yang berpihak pada penyintas di lingkungan kampus untuk SEGERA disahkan.

Tuntutan ini, tanpa mengesampingkan upaya pendekatan-pendekatan konseling kepada penyintas, kami melihat butuh upaya yang lebih besar dan luas. Perjuangan melawan kekerasan seksual tidak dapat sepenuhnya dibebankan pada penyintas.

Baca Juga: Dokter Khawatir Vaksinasi Tertunda saat Pandemi Corona Berujung Wabah Lain

Belajar dari kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan, perlawanan terhadap kekerasan seksual adalah perjuangan yang terjal dan berliku. Tak jarang kampus cenderung melindungi nama baiknya. Maka dari itu dibutuhkan uluran tangan solidaritas dari kita semua untuk terlibat secara aktif memperjuangkan apa yang menjadi kebutuhan mendesak hari ini. Tanpa solidaritas aktif dari kita semua, tidak akan ada lingkungan UII yang terbebas dari kekerasan seksual. Tanpa perlawanan, Ibrahim Malik akan terus diberikan ruang oleh pihak kampus.

Kita tidak perlu menunggu lebih banyak korban lagi untuk menjadikan kampus aman dan bebas dari kekerasan seksual. Terakhir, tak henti-hentinya apresiasi yang begitu besar teruntuk para penyintas yang sudah berani melawan segala bentuk kekerasan seksual. Kami bersama kalian! Keberanian penyintas adalah semangat kami untuk terus berjuang hingga keadilan bagi korban dapat direbut. Tidak berhenti disitu saja, kemenangan dalam kasus ini akan menjadi batu loncatan perjuangan melawan kekerasan seksual di kemudian hari," demikian tulisan dalam rilis tersebut, yang diterima SuaraJogja.id, Rabu (29/4/2020).

Kontributor : Uli Febriarni

Load More