Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Selasa, 05 Mei 2020 | 04:30 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual (Pixabay).

SuaraJogja.id - Kuasa hukum salah satu korban menyebut, berdasarkan hasil penelusuran mengenai tindakan terduga pelaku kepada para penyintas. Tercatat, ada sekitar 30 orang penyintas yang datanya sudah diperbarui oleh tim kuasa hukum.

Kuasa Hukum salah satu korban, Meila Nurul Fajriah mengungkapkan, perbaruan data jumlah korban dilakukan bersama Aliansi Universitas Islam Indonesia (UII) Bergerak. Mereka melapor lewat UII Bergerak ke LBH Yogyakarta

Meila menjelaskan, pihaknya tidak dapat menceritakan satu per satu kronologis dari keseluruhan kasus yang masuk. Pasalnya, berkaitan dengan privasi para penyintas.

Hanya saja, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IM sangat beragam, mulai dari pelecehan secara verbal hingga video call sembari menunjukkan alat kelaminnya.

Baca Juga: Bertambah 55 Orang, 4.472 Orang Positif Corona di Jakarta

"Saya akan menyebutkan beberapa di antara isi kalimat percakapan yang disampaikan IM, seperti 'Coba kamu bayangin aku ada di atas kamu' atau ada juga bertanya seperti ini 'Kamu di kos? sendirian?'. Atau ada juga 'Lihat deh, punyaku gede kan? (sambil menunjukan alat kelaminnya)," ujar Meila, dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/5/2020).

IM juga menjual buku dengan sistem COD. Saat bertemu dengan penyintas, IM mengaku tidak membawa buku tersebut dan mengajak penyintas mengambil buku di kosnya.

"Kemudian ia meminta penyintas mengambil sendiri bukunya di kamar dan IM menutup kamar dan mencoba memeluk penyintas dari belakang," ungkapnya.

Meila menjelaskan, dalam percakapan lewat aplikasi percakapan daring yang dilakukan oleh penyintas dan IM, para penyintas juga seringkali meminta motivasi kepada IM.

Hal ini bertujuan agar penyintas bisa berprestasi seperti IM. Namun, obrolan selanjutnya justru menjurus ke obrolan bersifat sensual. Mayoritas korban langsung menghapus pesan itu lantaran merasa bingung dan malu. 

Baca Juga: Cilegon Masih Banjir Besar Malam Ini, Kendaraan Banyak yang Mogok

"Upaya penyintas untuk menceritakan kisahnya adalah satu poin penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Dari pengalaman yang kami miliki selama mendampingi kasus seperti ini, banyak dari penyintas menceritakan ceritanya jauh setelah kejadian itu berlangsung," ujarnya.

Dari pendataan yang dilakukan Aliansi UII Bergerak dan LBH Yogyakarta pelecehan seksual ini dilakukan dalam rentang waktu 2016 hingga 11 April 2020. 

Dari pengaduan, para korban mengharapkan sejumlah poin, antara lain, pelaku mengakui seluruh tindakan kekerasan seksualnya kepada publik dengan tidak menyebutkan nama penyintas. Selain itu, tidak ada lagi institusi, komunitas, organisasi maupun sekelompok orang yang memberikan panggung bagi Ibrahim Malik untuk menjadi penceramah, pemateri ataupun segala bentuk glorifikasi, termasuk di dalam UII.

"UII sebagai almamater dari mayoritas penyintas, harus membuat regulasi terkait pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Agar tidak terjadi lagi kasus-kasus yang serupa," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Tim Pendampingan Psikologis dan Bantuan Hukum UII, Syarif Nurhidayat menjelaskan, UII telah menyatakan sikap tegas dalam menyikapi kasus dugaan tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu alumninya tersebut dengan mencabut gelar mahasiswa berprestasi yang diberikan kampus kepada IM pada 2015. 

"UII juga mendorong IM agar menunjukkan itikad baik serta bertindak kooperatif. Tim UII sudah berkomunikasi langsung dengan IM, setelah yang bersangkutan mengunggah klarifikasi di Instagram pribadi," ungkapnya.

Load More