Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi | Mutiara Rizka Maulina
Kamis, 07 Mei 2020 | 18:55 WIB
Kondisi tpst piyungan kamis (7/5/2020). [Suarajogja.id / Mutiara Rizka]

SuaraJogja.id - Pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Piyungan kembali menuai polemik. Salah satu paguyuban pengelola sampah pertanyakan penerapan regulasi terkait kendaraan pengangkut sampah yang boleh membuang sampah di TPST tersebut. 

Pembina Paguyuban Eker-eker Golek Menir, Rustam Fatoni pertanyakan konsistensi pemerintah terkait regulasi pengolahan sampah di TPST Piyungan. Sebelumnya, ia mendapatkan sosialisasi bahwa sejak 1 Mei pemerintah akan membatasi kendaraan pengangkut sampah yang beroperasi di TPST Piyungan. 

"Katanya pemerintah itu mau ada aturan non-hidrolic dilarang naik dan disosialisakan sudah lama akan diberlakukan sejak satu Mei kemarin," kata Fatoni saat ditemui wartawan, Kamis (7/5/2020). 

Ia menjelaskan, sejak aturan tersebut disosialisasikan, paguyuban pengelola sampah sudah mempersiapkan diri untuk mentaati peraturan tersebut. berbagai persiapan seperti membeli mesin hidrolic maupun membuat temopat transit angkutan sampah sudah mereka lakukan. 

Baca Juga: Kena PHK saat Corona, Keluarga dan Bayi 13 Bulan Tinggal di Becak

Dalam rangka mematuhi peraturan tersebut, Paguyuban Eker-eker Golek Menir juga membeli dua truk pengungkit dan menyediakan lahan untuk transit sampah. Fatoni berencana, lahan transit tersebut agar dapat membantu pengelola sampah dengan angkutan non hidrolic. 

Pengelola sampah yang tidak memiliki mesin hidrolic dapat memindahkan sampahnya ke truk dengan pengungkit dikawasan transit untuk selanjutnya truk dengan pengungkit akan membawa sampah ke TPST Piyungan. Para pengelola hanya diminta membayar insentif iuran transit. 
 
Fatoni menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pihaknya sudah emmbeli dua buah truk dengan pengungkit serta menyewa lahan sebagai lokasi transit. Modal yang dikeluarkan diperkirakan lebih dari Rp 300 juta. 

"ini namanya transfer depo, kita beroperasi sudah satu minggu tapi kita konsultasi membuat ini sudah sebulan yang lalu," imbuhnya.

Ia menambahkan, pihaknya sudah berkonsultasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul untuk mendirikan transfer depo sebagai salah satu solusi ditetapkannya regulasi baru. 

Sayangnya regulasi yang sejatinya berjalan sejak 1 Mei lalu itu, dinilai Fatoni hanya berjalan selama dua-tiga hari. Saat ini, truk tanpa hidrolic masih dapat membuang sampahnya ke TPST Piyungan. Sementara pihaknya sudah terlanjur membeli truk, membuka lahan dan membuat jalur. 

Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Satgas Covid-19 Semprot Jamaah Saat Salat Tarawih?

"Kita meminta kepada pemerintah agar konsisten dalam menerapkan peraturan," tukasnya. 

Saat peraturan diterapkan, transfer depo dapat melayani antara dua puluh hingga tiga puluh armada sampah. Sementara saat ini, hanya ada empat armada sampah yang melakukan transit di lokasi tersebut. 

Ketua Paguyuban Eker-eker Golek Menir, Sodik Murwanto mengataka,n dari 150 orang anggota paguyuban sudah ada dua puluh lima orang yang mengajukan cicilan untuk memasang mesin hidrolic.

"Satu mesin itu antara lima belas sampai dua puluh juta," kata Sodik saat ditemui dalam kesempatan yang sama. 

Ia menjelaskan, untuk memasang mesin hidrolic dibutuhkan biaya antara lima belas hingga dua puluh juta. Untuk mencukupi biaya tersebut 25 anggota paguyuban mengajukan cicilan pinjaman. 

Dikala sulitnya kondisi ekonomi pada masa corona ini, Sodik dan anggota paguyubannya kebingungan melunasi cicilan yang sudah terlanjur diambil namun regulasi tidak berjalan dengan optimal. 

Sodik berharap pemerintah dapat lebih tegas dalam menerapkan regulasi, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 

Load More