SuaraJogja.id - Komunikasi pemerintah selama pandemi virus corona mewabah di Indonesia dianggap sangat buruk. Disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dalam diskusi daring "PSBB, Policy Setengah Basa-Basi?" yang diadakan oleh Channel Youtube Kanal Pengetahuan FH UGM, Rabu (20/5/2020) malam.
"Tidak ada komando yang jelas, maksud saya komunikasi politiknya (tidak jelas) . Sebenarnya pemerintah ini mau begini atau begitu. Jadi, (masyarakat) bingung, panik dan kacau,” ujarnya dalam siaran langsung yang disaksikan oleh lebih dari 11 ribu penonton tersebut.
Bivitri juga menyebut, pemerintah terlambat dalam merespon masuknya COVID-19 ke Indonesia. Dalam keterangannya, ia juga menunjukkan data perkiraan kronologis masuknya virus corona pertama kali ke Indonesia.
"Januari ini sebenarnya sudah ada indikasi tapi kebijakan baru keluar nya pada bulan Maret? Apakah karena ketidakpercayaan?" ujarnya dalam diskusi yang turut mengundang sejumlah dosen Fakultas Hukum UGM tersebut.
Baca Juga: Ini Penyebab Bentrokan Ormas PP dan PSHT di Bekasi
Bivitri mengatakan pemerintah justru menerbitkan sejumlah keputusan yang dinilainya kacau.Salah satunya berkaitan dengan aturan ojek daring yang mengatur tentang izin membawa penumpang. Lalu ia juga menyampaikan adanya kesimpang-siuran informasi narapidana korupsi yang ikut mendapatkan asimilasi COVID-19. Dan yang paling baru, terkait aturan mudik dan kebijakan bagi pegawai yang berusia di bawah 45 tahun agar kembali beraktivitas.
Dalam berbagai kesempatan, seringkali pejabat baik dari menteri, Kepala BNPB, dan Presiden Jokowi sendiri menyampaikan informasi yang berbeda-beda. Satu sama lain saling mengoreksi dan menyebabkan masyarakat bingung.
Hal ini menyebabkan munculnya tagar #IndonesiaTerserah yang dipastikan membuat sebagian masyarakat sedih lantaran tagar tersebut turut digaungkan tenaga medis. Padahal, tenaga medis adalah garda terdepan melawan wabah Covid-19.
"Seharusnya kita menyemangati mereka (tenaga medis)," ujarnya.
Wacana new normal lantas muncul, diikuti pernyataan sejumlah pihak tentang rencana pelonggaran PSBB. Meski kemudian Jokowi secara tegas menyatakan belum ada rencana tersebut.
Baca Juga: Inggris Mulai Uji Coba Hidroksiklorokuin Untuk Obati Pasien Covid-19
Sejumlah pejabat juga membandingkan Indonesia dengan negara lain yang segera kembali pulih. Bivitri mengingatkan, wacana tersebut tidak tepat lantaran Indonesia memiliki kondisi yang berbeda dengan negara lain.
“Saya kira tidak adil kalau kemudian kita sepenuhnya menyalahkan masyarakat, yang sudah mulai berdesak-desakan di pasar, berdesak-desakan di bandara dan seterusnya. Saya kira itu disebabkan karena adanya akar masalah, seperti peraturan yang berubah-ubah, tidak konsisten, dan juga komunikasi politiknya yang tidak tegas dan tidak transparan,” lanjut Bivitri.
Bivitri juga mengatakan, DPR seharusnya fokus mengawasi kinerja pemerintah dalam menangani pandemi, bukan malah sibuk dengan agenda mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU). Peran DPR saat ini sangat penting, sambungnya, karena DPR bisa meminta pemerintah untuk menyampaikan transparansi data terkait penanganan wabah.
Pemerintah dianggap terlambat membuat menangani pandemi virus corona di Indonesia. Hal ini terbukti dari tidak adanya payung hukum utama yang dikeluarkan pemerintah tidak guna melindungi kebijakan terkait wabah pada berbagai sektor.
"Tiba-tiba mengatakan darurat kesehatan dan mengeluarkan Perppu 1 2020, itu malah soal ekonomi. Lebih banyak soal ekonomi, penanganan Covid-19 dalam kaitannya dengan kesehatan perbankan dan lain-lainnya. Lalu kemudian tidak ada lagi, yang ada kemudian Peraturan Pemerintah untuk pelaksanaan karantina kesehatan. Harusnya ada satu dulu payung besar, bicara soal keadaan bahaya,” kata dosen hukum tata negara Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Menurut Zainal, pemerintah memperlihatkan kurang tanggapnya mereka dalam menangani wabah ini. Begitu konsentrasinya pemerintah di bidang ekonomi, membuat masyarakat menyalahartikan langkah Presiden Jokowi.
Masyarakat bahkan ada yang membandingkan pemerintah lebih memilih menyelamatkan sektor ekonomi dibandingkan kesehatan. Zainal menuturkan, anggapan ini tidak terjadi bila pemerintah sudah memiliki payung hukum yang kuat.
Tidak adanya payung hukum yang jelas membuat pemerintah tidak memiliki pedoman hukum yang melindungi secara keseluruhan terkait tindakan yang dijalankan.
Berita Terkait
-
Guru Besar UGM Dipecat buntut Terlibat Kasus Kekerasan Seksual
-
Blak-blakan Budiman Sudjatmiko: dari Kereta Barang hingga Rencana Dahsyat Entaskan Kemiskinan
-
Kasus Pagar Laut Dikembalikan ke Mabes Polri, Pakar Harapkan Aktor Kelas Kakap Ikut Dijerat Hukum
-
Kritik Keterlibatan Ketua KPK di Danantara, PUKAT UGM: kalau Terjadi Korupsi Mau Bagaimana?
-
Ramai Soal Ijazah Jokowi, Dokter Tifa Merasa Janggal : Ijazah Keluar Duluan Baru Skripsi?
Tag
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- Baru Sekali Bela Timnas Indonesia, Dean James Dibidik Jawara Liga Champions
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Terungkap, Ini Alasan Ruben Onsu Rayakan Idul Fitri dengan "Keluarga" yang Tak Dikenal
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
Pilihan
-
Jadwal Timnas Indonesia U-17 vs Yaman, Link Live Streaming dan Prediksi Susunan Pemain
-
Minuman Berkemasan Plastik Berukuran Kurang dari 1 Liter Dilarang Diproduksi di Bali
-
Nova Arianto: Ada 'Resep Rahasia' STY Saat Timnas Indonesia U-17 Hajar Korea Selatan
-
Duh! Nova Arianto Punya Ketakutan Sebelum Susun Taktik Timnas Indonesia U-17 Hadapi Yaman
-
Bukan Inter Milan, Dua Klub Italia Ini Terdepan Dapatkan Jay Idzes
Terkini
-
Prabowo Didesak Rangkul Pengusaha, Tarif Trump 32 Persen Bisa Picu PHK Massal di Indonesia?
-
Viral, Mobil Digembosi di Jogja Dishub Bertindak Tegas, Ini Alasannya
-
Tanggapi Langkah Tarif Trump, Wali Kota Jogja: Kuatkan Produk Lokal!
-
Masa WFA ASN Diperpanjang, Pemkot Jogja Pastikan Tak Ganggu Pelayanan Masyarakat
-
Kurangi Kendaraan Pribadi Saat Arus Balik, Menhub Lepas 22 Bus Pemudik di Giwangan