Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Senin, 15 Juni 2020 | 13:49 WIB
Jamal Abdul Nasir, Bocah Penjual ketan di SPBU Tamansari saat menunggu pembeli. [Suaraindonesia.co.id]

SuaraJogja.id - Pada usianya yang masih kanak-kanak, biasanya sesai pulang sekolah, mereka bermain bersama teman teman sebaya.

Tapi hal itu tidak dirasakan oleh Jamal Abdul Nasir. Bocah berumur 10 tahun ini yang harus merasakan getirnya kehidupan.

Jamal Abdul Nasir terpaksa menjalani kehidupan tanpa kasih sayang kedua orang tuanya. Ayah dan ibunya sudah bercerai, dan pergi masing-masing.

Bahkan kehidupannya sehari-hari, dia sudah harus bekerja dan tidak dapat menikmati masa bermain dengan teman teman sebaya.

Baca Juga: Viral, Pedagang Pentol di Gresik Berjualan Sambil Nge-DJ Pantang Corona

Sejak orang tuanya cerai, bocah itu tinggal di sebuah rumah hanya berdua bersama neneknya. Itu pun bukan rumah mereka.

Dalam kesehariannya, bocah itu tinggal di kontrakan dekat Terminal Bondowoso, Jalan Imam Bonjol Kelurahan Kademangan, Bondowoso, Jawa Timur.

Tentu broken home bukanlah keinginannya. Tapi apa daya, bocah 10 tahun ini harus menerima pahitnya beban perceraian orangtuanya itu.

Siswa yang masih kelas 4 di SD Al Irsyad Bondowoso ini harus berjualan ketan keliling. Semua itu dilakukan untuk membiayai hidup dan agar dapat tetap bersekolah.

Tanpa disengaja wartawan bertemu dengannya saat sedang menjajakan daganganya. Ia sedang menunggu pembeli di depan ATM dekat SPBU Tamansari, Jumat (12/6/2020).

Baca Juga: 9 Pedoman BPOM Berjualan Kue Tradisional di Masa Pandemi Covid-19

Saat ditemui awak media, Nasir sapaan akrabnya bercerita bahwa, berjualan ketan sudah dilakukannya sejak dirinya masih kelas 2 SD.

Ia mengaku, berjualan ketan karena keinginannya sendiri, tidak ada paksaan dari siapapun, demi ingin membantu neneknya.

Bapaknya lari 'dari tanggung jawab', sedangkan ibunya pergi merantau ke Arab Saudi.

"Bapak dan ibu saya sudah lama pisah pak, kata nenek sejak saya masih bayi. Bapak tidak pernah menjenguk saya. Sejak kecil saya sudah tinggal bersama nenek," katanya lirih.

Nasir mengatakan, semua kehidupannya ditanggung oleh neneknya. Termasuk biaya sekolahnya. Namun, dia bekerja berjualan ketan untuk meringankan beban neneknya.

"Kasihan nenek hanya bekerja jadi pembantu ibu rumah tangga. Makanya saya membantu nenek dengan berjualan ketan yang dibuat oleh nenek saya sendiri ini," ucapnya.

Selama pandemi Covid-19 ini, yang biasanya seluruh siswa harus belajar di rumah. Namun berbeda dengan yang satu ini. Ia tetap berjualan untuk membantu ekonomi keluarganya.

Dia mulai menjajakan dagangannya itu dari pukul 10.00 hingga sore pukul 17.00 WIB. Hasil jualannya, kata Nasir bisa membiayai sekolah dan untuk bekal kehidupan sehari-hari bersama seorang nenek.

"Karena sekarang masa libur jadi saya jualannya agak pagi. Biasanya kalau aktif sekolah, sepulang sekolah pukul 13.00 WIB baru berangkat," terangnya.

Dia membeberkan dengan berjualan ketan ini bisa mengumpulkan uang RP 100 ribu setiap harinya. Dengan harga setiap satu ketan Rp 5.000.

"Kalau terjual semua mencapai Rp 100 Ribu. Kalau masih belum laku semua terpaksa jualannya sampai sore. Baru kalau sudah habis semua pulang ke rumah," tutur Nasir.

Nasir mengaku, meski dirinya harus jualan ketan tidak pernah ada rasa malu sedikitpun terutama kepada teman sebayanya.

Dia juga tetap meluangkan waktu untuk belajar meski berjualan setiap harinya.

"Biasanya kalau saya belajar malam harinya," pungkasnya.

Load More