Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Senin, 29 Juni 2020 | 11:05 WIB
Ilustrasi sawah kekeringan. [Antara]

SuaraJogja.id - Bencana kekeringan yang sudah melanda sejak awal Juni membuat Pemkab Gunungkidul menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan. Warga terdampak kekeringan pun membutuhkan penanganan cepat, seperti distribusi air bersih.

Bupati Gunungkidul Badingah, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul Edi Basuki, telah menandatangani surat keputusan (SK) tentang status tanggap darurat kekeringan.

"SK sudah ditandatangani bupati bulan Juni ini. Artinya, ke depan sudah harus siap menghadapi kekeringan," kata Edi di Gunungkidul, Senin (29/6/2020).

Diberitakan ANTARA, Edi mengaku sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak membahas hal itu pada Mei lalu, mulai dari PDAM hingga pemerintah kecamatan.

Baca Juga: Belum Resmi Dibuka, Wisata di Gunungkidul Sudah Didatangi Ribuan Pengunjung

"Kami berharap camat berkoordinasi dengan kepala desa untuk membuat daftar wilayah mana yang nanti kekurangan air. Kami akan cek antara data PDAM dan data kami," ujar Edi.

Menurut keterangan Edi, Pemkab Gunungkidul menganggarkan Rp740 juta untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Nilai ini lebih besar dibanding 2019 lalu, yakni sekitar Rp500 juta.

Ia menjelaskan, beberapa kecamatan juga sudah memiliki anggaran sendiri untuk dropping, seperti Kecamatan Girisubo, Rongkop, Tepus, Tanjungsari, Paliyan, Panggang, Purwosari, Patuk, Gedangsari, juga Ponjong.

"Kami akan membuat skala prioritas dalam dropping air bersih ini," tuturnya

Edi lantas meminta pemerintah desa melakukan pemetaan kawasan kekurangan air, yang nantinya akan dimasukkan dalam data penyaluran bantuan.

Baca Juga: Lawan Gempuran Bawang Impor, Petani Gunungkidul Kembangkan Varietas Lokal

Di tingkat kecamatan, ada dua yang membuat peta wilayah kekeringan: Saptosari dan Semanu. Kecamatan Semanu telah meminta dropping air delapan tangki, sementara Kecamatan Samanu belum mengirim permintaan.

Menurut Edi, pemerintah desa bisa memetakan wilayah kekeringan disertai dengan sarana penampungan air hujan (PAH). Selain itu, pemerintah desa juga diminta menyiapkan akses jalan yang sempat ditutup akibat pandemi COVID-19.

"Selama ini banyak jalan ditutup portal permanen. Kami tidak bisa menentukan wilayah kekeringan, tetapi kami sudah menyiapkan," terang dia.

Load More