Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 15 Juli 2020 | 16:54 WIB
Aliansi Mahasiswa UGM membawa peti hitam saat demonstrasi terkait UKT di depan Balairung, Rabu (15/7/2020). [Kontributor / Uli Febriarni]

SuaraJogja.id - Peserta aksi Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) memikul peti berwarna hitam tanda belasungkawa, saat menggelar demonstrasi menuntut pemerataan pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa, di masa pandemi COVID-19.

Menko Pergerakan Aliansi Mahasiswa UGM, Panji Dafa menjelaskan, kotak hitam bertuliskan 'Matinya Kerakyatan UGM 1949-2020' itu menjadi bentuk simbol, bahwa peserta aksi melihat UGM sebagai kampus yang selalu mengagungkan kampus kerakyatan.

"Tapi implementasinya tidak seperti itu," kata dia, kala dijumpai wartawan, di halaman Balairung, Rabu (15/7/2020).

Sementara itu, dalam selembar keterangan tertulis yang disebar peserta aksi, penyesuaian kelompok Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada program sarjana dan diploma di lingkungan UGM pada situasi normal telah diatur dalam Keputusan Rektor Nomor 526 Tahun 2016.

Baca Juga: Soal RDP Tertutup di KPK, Pukat UGM: Wajar Publik Curiga Ada Intervensi DPR

Pada diktum ketiga tertulis, bahwa penyesuaian kelompok dapat dilakukan, apabila terdapat kekeliruan mahasiswa dalam memasukkan biodata pada saat registrasi sebagai mahasiswa baru atau terjadi perubahan kemampuan ekonomi orang tua/wali mahasiswa yang mempengaruhi daya bayar UKT.

Selain itu, pada lampiran yang mencantumkan mekanisme dan catatan tambahan, disebutkan bahwa permohonan penyesuaian kelompok UKT ke fakultas/sekolah dapat didampingi oleh BEM/LEM/DEMA/LM fakultas/sekolah, dengan syarat mengisi Form Informed Consent sesuai format yang disiapkan fakultas/sekolah, dan dilengkapi dengan fotokopi mahasiswa pendamping.

Akan tetapi, sejak keputusan tersebut diberlakukan hingga saat ini, realisasi pelibatan mahasiswa dalam proses penyesuaian kelompok UKT masih belum diterapkan di sebagian besar fakultas.

Beberapa fakultas yang telah melibatkan mahasiswa dalam proses permohonan hingga penentuan kelompok UKT antara lain Psikologi, ISIPOL, Hukum, Teknologi Pertanian, dan Pertanian.

Sedangkan di fakultas lainnya, koordinasi antara dekanat dan mahasiswa cenderung beragam. Mulai dari yang masih akomodatif terhadap masukan dari mahasiswa seperti MIPA, Ilmu Budaya, Filsafat, KKMK, Farmasi, Kedokteran Gigi, GeografI, dan Teknik, hingga yang cukup kaku seperti Biologi dan Sekolah Vokasi.

Baca Juga: UGM Produksi Ventilator ICU Kualitas Tinggi dengan Harga Terjangkau

Apa yang ia sebutkan tadi, menurut Aliansi, layak dijadikan catatan bagi Rektorat UGM untuk menstandardisasi kebijakan penentuan UKT di tiap fakultas/sekolah. Agar berkeadilan dan menjunjung tinggi transparansi.

Direktur Kemahasiswaan UGM, Suharyadi, hadir ke hadapan peserta aksi dan menyampaikan tanggapannya. Ia mengungkapkan, pada hari ini Rektor tidak ada di kantor.

Bila memang mahasiswa ingin bertemu, maka ia akan bersedia membantu dalam menyesuaikan waktu yang tepat.

"Tinggal mahasiswa menyiapkan bahan apa saja yang ingin disampaikan, lalu kami match-kan waktunya," kata dia.

Namun demikian, tanggapan itu langsung dipotong oleh salah seorang peserta aksi, yang datang berkacamata hitam dan mengenakan almamater UGM.

"Kemarin pak rektor bertemu pejabat untuk resmikan ventilator. Tapi ini ketemu mahasiswa gak bisa, kalau tidak bisa jadi rektor, turun saja," ucapnya lantang.

Ucapan tersebut dijawab oleh Suharyadi dengan kalimat penegasan bahwa pihaknya akan menjembatani pertemuan, antara pihak rektorat dan mahasiswa dalam membahas UKT. Hanya saja, waktunya tidak saat itu juga.

Lagi-lagi, kalimat Suharyadi diperdebatkan oleh mahasiswa. Ada yang menginginkan bertemu rektor satu jam ke depan, ada pula yang menawarkan pertemuan bersama rektor dilakukan pada pukul 20.00 WIB nanti.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More