SuaraJogja.id - Suhu dingin yang dirasakan masyarakat beberapa waktu terkahir di Yogyakarta mencapai kisaran 18-20 derajat celsius. Hal itu membuat Stasiun Klimatologi (Staklim) Mlati Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMGK) Yogyakarta buka suara.
Kepala Stasiun Klimatologi Mlati BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut bahwa hal ini disebabkan tak adanya awan yang menimbulkan panas bumi terpancar ke seluruh atmosfer.
"Adanya pergerakan massa udara dari Australia dengan membawa massa udara dingin dan kering tersebut ke Asia melewati Indonesia, atau disebut dengan monsun dingin Australia," kata Deni dalam rilis yang diterima SuaraJogja.id, Senin (27/7/2020).
Ia melanjutkan, pada musim kemarau, jumlah tutupan awan di atmosfer relatif sedikit, sehingga radiasi matahari berupa gelombang pendek yang menyinari bumi pada siang hari dipantulkan kembali oleh bumi (sebagai radiasi gelombang panjang di atmosfer pada malam hari) tanpa halangan.
Baca Juga: Keturunan HB II Minta Inggris Kembalikan Emas dan 4 Berita Top SuaraJogja
Sementara, panas yang dipantulkan oleh bumi langsung terbuang ke angkasa, menyebabkan udara di permukaan bumi menjadi dingin.
"Kandungan air di dalam tanah menipis, kandungan uap air di udara juga rendah. Pantauan lima hari terakhir ini suhu udara minimum sekitar 18 sampai 20 derajat celcius," jelasnya.
Dinginnya udara malam hari akan berlangsung hingga pagi menjelang siang, sehingga bumi kembali menyerap energi gelombang pendek dari matahari, kemudian dipancarkan lagi ke atmosfer. Pada saat itulah masyarakat bisa kembali merasakan kehangatan dari panas bumi.
BMKG memprediksi, kondisi dingin tersebut akan berlangsung hingga Agustus mendatang.
Oleh sebab itu, Reni mengimbau masyarakat menjaga imunitas tubuh dengan cara mencukupi kebutuhan cairan demi menghindari dehidrasi serta mengonsumsi minuman hangat pada malam hari.
Baca Juga: Kasus COVID-19 di DIY Naik Signifikan, Antrean Sampel Tes Swab Membludak
"Kami imbau untuk menggunakan pakaian atau selimut yang tebal, menggunakan krim atau pelembab kulit supaya kulit tidak terlalu kering. Jika paparan udara dingin terus berlangsung, dapat berpotensi menyebabkan penurunan suhu tubuh (hipotermia)," kata Reni.
Berita Terkait
-
Record Store Day Yogyakarta 2025, Lebarannya Rilisan Fisik Kini Balik Ke Pasar Tradisional
-
Bencana Hidrometeorologi Mengintai Yogyakarta, Status Siaga Diperpanjang!
-
5 Rekomendasi Mie Ayam Jogja Murah Seharga Kantong Mahasiswa
-
Menjelajahi Desa Wisata Nglanggeran: Desa Wisata Terbaik Dunia
-
Puncak Arus Balik, 31 Ribu Orang Diberangkatkan dari Daop 6 Yogyakarta
Terpopuler
- Pamer Hampers Lebaran dari Letkol Teddy, Irfan Hakim Banjir Kritikan: Tolong Jaga Hati Rakyat
- Kekayaan Menakjubkan Lucky Hakim, Bupati Indramayu yang Kena Sentil Dedi Mulyadi
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
- Jualan Sepi usai Mualaf, Ruben Onsu Disarankan Minta Tolong ke Sarwendah
- Bak Trio Ridho-Idzes-Hubner, Timnas Indonesia U-17 Punya 3 Bek Solid
Pilihan
-
Megawati dan Prabowo Subianto Akhirnya Bertemu, Begini Respon Jokowi
-
PM Malaysia Anwar Ibrahim Tegaskan ASEAN Solid dan Bersatu
-
Emas dan Bitcoin Banyak Diborong Imbas Ketegangan Perang Dagang AS vs China
-
Red Sparks Bangkit Dramatis, Paksa Set Penentuan di Final Liga Voli Korea 2024/2025
-
RESMI Lawan Manchester United di Malaysia, ASEAN All-Stars Bakal Dilatih Shin Tae-yong?
Terkini
-
Libur Lebaran di Sleman, Kunjungan Wisatawan Melonjak Drastis, Candi Prambanan Jadi Primadona
-
Zona Merah Antraks di Gunungkidul, Daging Ilegal Beredar? Waspada
-
Miris, Pasar Godean Baru Diresmikan Jokowi, Bupati Sleman Temukan Banyak Atap Bocor
-
Kawasan Malioboro Dikeluhkan Bau Pesing, Begini Respon Pemkot Kota Yogyakarta
-
Arus Balik Melandai, Tol Tamanmartani Resmi Ditutup, Polda DIY Imbau Pemudik Lakukan Ini