Selama 12 tahun ini, ia bersama suaminya banting tulang untuk memenuhi kebutuhan Melia. Untuk kebutuhan susu, ia memang menyediakan seadanya, baru ketika ada bantuan, kebutuhan gizi cucunya ia penuhi.
Sementara untuk makan sendiri, Melia hanya disuapi bubur nasi tanpa lauk apa pun. Oleh karenanya, selain sakit polio, Melia memang divonis gizi buruk oleh dokter yang memeriksanya.
Keluarga ini pun harus berjuang keras sebab Melia harus ganti popok setiap kali buang air besar dan kecil. Di tengah harganya yang mahal, popok memang menjadi kebutuhan besar dari keluarga ini. Karenanya, keluarga ini membutuhkan uluran tangan orang lain agar bisa membelikan popok cucunya tersebut.
Sutini terkadang harus pergi bekerja menjadi buruh tani dengan upah Rp30 ribu dalam sehari. Ketika wanita tua ini bekerja di ladang, Melia dirawat oleh menantu lainnya yang kini memiliki 3 orang anak. Sementara, kakak dari Sutarno juga bekerja buruh tani dan juga serabutan.
Baca Juga: Tergantung Sarung, Pria Gunungkidul Ditemukan Tewas di Pohon Kleresede
Di sisi lain, suaminya, Mbah Yatmo, harus selalu berjalan kaki sejauh 7 kilometer untuk pergi ke ladang yang berada di dekat pantai. Mbah Yatmo sudah meninggalkan rumah pukul 05.30 WIB dan baru pulang ke rumah pukul 17.30 WIB. Satu-satunya hiburan Mbah Yatmo adalah pergi ke ladang untuk bercocok tanam.
"Lahannya sih tak begitu luas. Kalau panen padi ya hanya menghasilkan 1 karung saja," terangnya.
Di rumah ukuran 12x8 meter yang terbuat dari kayu dan berdinding anyaman bambu ini, kini dihuni 8 orang, termasuk Melia. Sutini dan juga Yatmo harus berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup mereka karena anak dan menantunya juga tergolong keluarga miskin.
Tak ada barang mewah di rumah ini, termasuk ponsel sekalipun. Satu-satunya hiburan keluarga ini adalah TV Tabung 14 inci yang berada di ruang tengah rumah ini. Keluarga ini tercatat sebagai penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari pemerintah.
"Kalau ke mana-mana jalan kaki," keluhnya.
Baca Juga: Minim Armada, BPBD Sulit Salurkan Air Bersih ke Desa Terdampak Kekeringan
Beban mereka bertambah banyak ketika musim kemarau seperti sekarang ini. Bagaimana tidak, untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka harus membelinya, satu tangki air bersih harus ditebus Rp100 ribu. Di musim kemarau ini, keluarga ini sudah menghabiskan tiga tangki air.
Berita Terkait
-
Kemenko PMK Anugerahi Penghargaan Atas Aksi Nyata PNM Percepat Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
-
Lekat dengan Sutrisna Wibawa, dari Kariernya di Dunia Pendidikan hingga Terjun ke Politik
-
Jejak Kolonialisme dalam Tindakan Penjarahan: Jajah Bangsa Sendiri?
-
Rapat Bersama Menteri Pembangunan Keluarga, Mensos Targetkan Kemiskinan Ekstrem Turun 0%
-
4 Juta Anak RI Masih Berjuang untuk Sekolah, 25 Juta Lainnya Bertahan Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
Terpopuler
- Harta Kekayaan Roy Suryo yang Dituduh sebagai Pemilik Akun Fufufafa
- TikToker Intan Srinita Minta Maaf Usai Sebut Roy Suryo Pemilik Fufufafa, Netizen: Tetap Proses Hukum!
- Beda Respons Ariel NOAH dan Raffi Ahmad Kunjungi Patung Yesus Sibea-bea
- Reaksi Tajam Lex Wu usai Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf Gegara Paksa Siswa SMA Menggonggong
- Innalillahi, Elkan Baggott Bawa Kabar Buruk Lagi H-1 Timnas Indonesia vs Jepang
Pilihan
-
Kenapa Erick Thohir Tunjuk Bos Lion Air jadi Dirut Garuda Indonesia?
-
Sah! BYD Kini Jadi Mobil Listrik Paling Laku di Indonesia, Kalahkan Wuling
-
Penyerangan Brutal di Muara Komam: Dua Korban Dibacok, Satu Tewas di Tempat
-
Kata Irfan Setiaputra Usai Dicopot Erick Thohir dari Dirut Garuda Indonesia
-
5 Rekomendasi HP Rp 6 Jutaan Spek Gahar, Terbaik November 2024
Terkini
-
Hasil Temuan Tim Pencari Fakta UGM Soal Dugaan Plagiasi Atas Buku Sejarah Madiun yang Ditulis Sri Margana dkk
-
Cegah Tindakan Pelecehan Terhadap Anak, Ini Tips Sampaikan Pendidikan Seksual kepada Buah Hati
-
Pola Penyakit di Indonesia Alami Pergeseran, Pakar Sebut Gaya Hidup Jadi Pemicu
-
Gelar Simposium di UIN Sunan Kalijaga, Ini Sembilan Rekomendasi Gusdurian Soal Kebebasan Beragama di Indonesia
-
PTUN Disebut Batalkan Hasil Munas Golkar, Bahlil: Hoaks