Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 20 Agustus 2020 | 12:24 WIB
Rio Adityo penggagas kampung anggur di dusun Plumbungan, Bantul, [Dok. harianjogja.com]

SuaraJogja.id - Nama Dusun Plumbungan beberapa waktu terakhir menjadi salah satu kawasan yang kerap dikunjungi wisatawan. Hal ini tak lain lantaran adanya tanaman anggur yang tumbuh subur di dusun yang berada di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul tersebut.

Ya, berkat sosok Rio Aditya (35), dusun yang mulanya biasa saja tersebut kini berubah menjadi Kampung Anggur dari Bantul.  

Awalnya, Rio hanya iseng menanam anggur. Meski sempat dicibir karena usahanya dianggap percuma, keyakinan teguh Rio membawanya pada kesuksesan yang dia nikmati saat ini.

Saat masuk ke Dusun Plumbungan, Bambanglipuro, Bantul, pemandangan kebun anggur di pelataran rumah-rumah warga sudah umum dijumpai. Di setiap tepi jalan, nampak kendaraan wisatawan terparkir rapi.

Baca Juga: Pemda DIY Inventarisasi Lahan Terdampak Tol Jogja-Solo Awal September

Mereka datang untuk memborong anggur jenis Satria Tamansari, yaitu jenis anggur lokal khas Bantul yang sudah diresmikan oleh Kementerian Pertanian awal tahun 2020.

Seluruh kebun anggur milik warga selalu ramai oleh wisatawan, tak terkecuali kebun milik Rio. Wisatawan selalu mendatangi kebun miliknya sebelum berkunjung ke kebun warga lain. Sebab namanya sudah populer sebagai inisiator kampung anggur Dusun Plumbungan.

“Setiap hari seperti ini, diserbu wisatawan. Sebenarnya saya buka pukul 09.00 WIB, tetapi pukul 06.00 WIB sudah banyak wisatawan datang. Sampai siang bolong, mereka tetap datang meski sudah tahu bakal kehabisan anggur. Saya sampai tidak sempat makan, tidak sempat mandi,” kata Rio saat diwawancara harianjogja.com di kebun anggur miliknya, Satriya Grape Farm, beberapa waktu lalu.

Terlihat para wisatawan yang datang dengan raut wajah semangat harus pulang dengan wajah lesu karena kehabisan anggur yang layak jual. Beberapa dari mereka memaksa membeli anggur yang sudah merah namun masih mentah, tetapi dengan tegas Rio tak mengizinkan.

Baginya, mereka yang membayar Rp100.000 per kilogram harus diberi kualitas terbaik. Itu adalah prinsipnya yang tidak bisa ditawar.

Baca Juga: Sleman Gelar Rapid Test Massal, DIY Tambah 31 Kasus Baru COVID-19

Biasanya Rio memberi pengertian pada wisatawan yang kecewa tadi dan menawarkan alternatif pada mereka untuk berkunjung ke kebun anggur milik warga lain yang masih punya stok anggur berkualitas.

“Tujuan saya tidak sekadar menjual anggur. Saya ingin mereka yang merasakan anggur saya itu puas dan tidak sia-sia membeli mahal. Kemudian mereka akan kembali ke sini. Dan saya pun selalu tepati janji, kalau saya bilang mereka bisa ambil tiga pekan lagi, ya tiga pekan lagi saya jual,” kata Rio.

Dianggap Aneh

Kesuksesan Kampung Anggur Plumbungan tak lepas dari keyakinan teguh Rio yang tak pernah putus. Awalnya, bagi Rio, menanam pohon anggur memang hanya hobi di tengah padatnya aktivitas sebagai guru honorer Bimbingan Konseling. Meski begitu, yakin anggur yang ditanamnya di satu pot besar akan menjadi sebuah kesuksesan jika dia menekuninya.

Rio pun mulai mengembangkan anggur jenis Isabela dan Ninel pada 2010. Awalnya bibit anggur itu tidak mau tumbuh tinggi. Setelah dipelajari lebih lanjut, Rio membuat rambatan di kebun rumahnya.

Pohon itu pun akhirnya tumbuh dengan subur merambat memenuhi kebunnya. Akan tetapi pohon itu sempat tak berbuah, Rio sempat ditertawakan oleh beberapa warga, kegiatannya dianggap aneh dan sia-sia.

“Karena stigmanya anggur itu tidak bisa tumbuh di Indonesia. Mereka kira anggur hanya bisa tumbuh di udara dingin. Padahal anggur itu kalau di negara empat musim, selalu tumbuh dan berbuah di musim panas. Seharusnya kita juga bisa, kenapa tidak dicoba?” kata Rio.

Saat dipotong beberapa batangnya dan diberi pupuk, anggur Rio pun mulai tumbuh banyak. Setelah salah satu media massa meliputnya, kebun anggurnya langsung populer.

Tamu dari berbagai penjuru kota pun berdatangan dalam jumlah yang bombastis. Saking padatnya pengunjung per harinya, Rio memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru honorer di SMK Kesehatan untuk fokus mengurus kebun anggurnya.

“Awalnya saya sampai menangis. Capek banget tamu terus berdatangan dan saya sampai tidak sempat makan, mandi dan sholat. Semakin ramai, buah saya banyak sekali yang menjarah [mencuri]. Belum lagi dengar hujatan sana sini dari berbagai pihak yang merasa berkepentingan,” kata Rio.

Sampai suatu hari dia didatangi pihak Dinas Pertanian Bantul. Batinnya sudah tak tenang karena takut anggurnya dianggap tak bersertifikasi dan akan dicabut izin operasinya.

Ternyata mereka mengajaknya bekerja sama dan memberinya banyak bantuan. Rio pun ingin manfaat ini dirasakan oleh warga sekelilingnya.

Load More