SuaraJogja.id - Sepuluh tahun telah berlalu, hingga kini dua dari tujuh jenazah korban pembunuhan Yulianto, jagal Sukoharjo, Kartasura, tak ditemukan. Salah satu dari jenazah yang hilang itu dibuang di lereng Gunung Merapi dan satunya lagi di Pantai Parangtritis, Gunungkidul, DIY.
“Jumlah korban di persidangan terungkap ada tujuh orang. Ada yang di lereng Merapi, ada yang di Parangtritis, ada yang di Kartasura. Itu yang saya ingat. Yang ditemukan lima korban. Yang dua korban tak ditemukan,” ujar Sutarto, mantan penasihat hukum Yulianto, saat dihubungi Solopos.com -- jaringan SuaraJogja.id -- melalui telepon seluler, Senin (24/8/2020).
Menurut Sutarto, dalam proses persidangan, Yulianto mengaku menghabisi dua orang itu di lokasi kejadian, yakni Parangtritis dan Gunung Merapi. Tidak ditemukannya dua jenazah korban jagal Kartasura, Sukoharjo, itu menurut Sutarto, lebih karena faktor alam.
Jenazah korban pembunuhan yang dibuang di Parangtritis ditimbun tanah dan sebagainya. Sedangkan korban di lereng Gunung Merapi dibuang di jurang.
Baca Juga: Culik dan Ancam Bunuh Katon Bagaskara, 3 Pemuda Mojokerto Ditangkap Polisi
“Menurut pengakuan Yulianto pada waktu itu korban dan dia kenal baik. Mereka beberapa kali ke Parangtritis dan Gunung Merapi untuk ritual. Ongkos transportasi akomodasi dari Yulianto. Lah itu kan sudah berkali-kali. Lah ketika ditagih, itu kan alasannya berbagai macam. Terus Yulianto punya niat untuk menghabisi,” kata dia.
Sutarto menerangkan, penyidik Polres Sukoharjo pernah melakukan upaya pencarian dua jenazah itu di lokasi kejadian. Namun usaha itu sia-sia karena kondisi medan.
Diberitakan sebelumnya, kasus pembunuhan tukang pijat di Kartasura, Sukoharjo, Yulianto, terungkap pada 21 Agustus 2010. Yulianto divonis hukuman mati oleh majelis hakim PN Sukoharjo. Ia dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana terhadap tujuh orang.
Pengungkapan kasus itu berawal dari ditemukannya jenazah Kopda Santoso, anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, yang terkubur di dalam rumah Yulianto pada Sabtu, 21 Agustus 2010.
Sebelum menjadi korban pembunuhan dan mayatnya ditemukan terkubur di rumah Yulianto satu dekade lalu, Santoso meninggalkan Asrama Kopassus di Kandang Menjangan, Kartasura, dua pekan sebelumnya.
Baca Juga: Sebelum Menembak Sugianto, Tersangka Lima Kali Susun Rencana Pembunuhan
Ketika itu dia bermaksud mengobatkan penyakitnya kepada Yulianto, yang dikenal korban sebagai dukun pijat. Namun sejak itu, Santoso tidak pernah kembali ke asrama.
Menurut Sutarto, motif pembunuhan di Kartasura satu dekade lalu itu karena eks kliennya merasa jengkel dan dendam kepada para korban akibat utang jasa pijat tak kunjung dibayar.
Dari beberapa kali pijat, rata-rata korban Yulianto baru membayar sebagian. Namun saat ditagih oleh Yulianto, para korban tidak jua membayar.
“Dari pengakuan Yulianto, itu larinya utang piutang. Semuanya. Jadi Yulianto mengaku sebagai tukang pijat. Dari situ ada korban yang dipijat belum membayar, ada yang bayar tapi kurang. Dari situ timbul niat untuk menghabisi mereka,” paparnya.
Dari tujuh aksi pembunuhan yang dilakukan Yulianto, menurut Sutarto, semuanya dilakukan secara terencana. Pelaku beraksi sendirian, tanpa dibantu orang lain.
Ia menggunakan ramuan khusus untuk melumpuhkan korban. Ramuan cair tersebut dibuat dari buah kecubung dan diberikan kepada korban untuk membuat mereka lemas, sehingga tidak bisa memberi perlawanan saat dihabisi.
Sutarto mengungkapkan, berdasarkan fakta persidangan kala itu, Kopda Santoso diberi cairan herbal buah kecubung racikan Yulianto si Jagal Kartasura sebelum dieksekusi. Setelah diminumi cairan itu, korban tidak langsung dieksekusi Yulianto.
“Korban dipijat Yulianto dalam keadaan telungkup. Dipijat dari pundak ke bawah, lalu naik lagi ke punggung, pundak dan leher. Yulianto memijat sambil ngobrol. Saat di leher itu korban dipiting sampai meninggal,” ujar Sutarto.
Berita Terkait
-
FBI Ungkap Rencana Pembunuhan Trump oleh Remaja 17 Tahun Asal Wisconsin
-
Sadis! Aksi Pembunuhan di Kota Wisata Terekam CCTV, Pelaku Tusuk Leher Korban
-
Misteri Kematian Jurnalis di Hotel: Sopir Ambulans Ungkap Fakta Mengejutkan!
-
Komnas Perempuan Desak Aparat Hukum Identifikasi Kasus Femisida
-
Oknum Prajurit Bunuh Jurnalis Juwita di Kalsel, TNI AL Minta Maaf ke Keluarga Korban
Terpopuler
- Marselino Ferdinan Dicoret Patrick Kluivert! Ini 3 Calon Penggantinya di Timnas Indonesia
- 17 HP Xiaomi Ini Tidak Didukung HyperOS 2.1, Ada Perangkatmu?
- Sebut Pegawai Luhut Sosok Asli di Foto Ijazah UGM, Roy Suryo: Saya Pastikan 99,9 Persen Bukan Jokowi
- 8 Kode Redeem FF Hari Ini 14 April 2025 Masih Aktif Siap Dipakai, Klaim Sekarang!
- Ini Syarat Pemutihan Pajak Kendaraan 2025, Warga Jateng Siap-siap Bebas Denda!
Pilihan
-
Gaikindo Peringatkan Prabowo soal TKDN: Kita Tak Ingin Industri Otomotif Indonesia Ambruk!
-
Piala Dunia U-17 2025: Perlunya Tambahan Pemain Diaspora di Timnas Indonesia U-17
-
Perhatian! Harga Logam Mulia Diprediksi Akan Terus Alami Kenaikan
-
Baru Masuk Indonesia, Xpeng Diramalkan Segera Gulung Tikar
-
Profil Helmy Yahya yang Ditunjuk Dedi Mulyadi jadi Komisaris Independen Bank BJB
Terkini
-
Omzet Ratusan Juta dari Usaha Sederhana Kisah Sukses Purna PMI di Godean Ini Bikin Menteri Terinspirasi
-
Waspada Jebakan Kerja di Luar Negeri, Menteri Ungkap Modus PMI Unprosedural Incar Anak Muda
-
Dana Hibah Pariwisata Sleman Dikorupsi? Bupati Harda Kiswaya Beri Klarifikasi Usai Diperiksa Kejari
-
Empat Kali Lurah di Sleman Tersandung Kasus Tanah Kas Desa, Pengawasan Makin Diperketat
-
Guru Besar UGM: Hapus Kuota Impor AS? Petani Lokal Bisa Mati Kutu