SuaraJogja.id - Musim kemarau yang masih terjadi di bulan Agustus berdampak terhadap kebutuhan air di masyarakat. Hal itu juga berpengaruh terhadap debit air sumur di sejumlah wilayah Sleman.
Direktur PDAM Tirta Sembada, Dwi Nurwata menyebut bahwa debit sumber air yang dikelola PDAM Sleman saat ini mengalami penurunan 5-10 persen dari rata-rata normal 380 liter per detik.
"Kemarau ini, debitnya terpantau 350-360 liter per detik, atau turun sekitar 5-10 persen. Penurunan debit memang rutin terjadi waktu musim kemarau," kata Dwi dihubungi wartawan, Selasa (25/8/2020).
Pihaknya telah mengambil langkah antisipatif dampak berkurangnya debit air tersebut. PDAM telah menyiapkan langkah optimalisasi sumur dalam.
Baca Juga: Dua SD Terdampak Tol Jogja, Ini Sikap Disdik Sleman
Saat ini ada 10 sumur dalam yang difungsikan oleh PDAM Sleman sebagai sumber ketika masuk kemarau.
"Jadi 10 sumur itu kami optimalkan, biasanya pada musim hujan, sumur dalam tersebut tidak digunakan mengingat ongkos operasionalnya yang cukup besar, seperti biaya listrik dan zat kimia," katanya.
Ia melanjutkan, penggunaan sumber di luar sumur dalam ketika musim hujan selama ini dirasa sudah mampu mencukupi kebutuhan pelanggan yang jumlahnya sekitar 37.600 KK.
"Ke depan, kami juga belum ada rencana menambah sumur dalam karena biayanya tinggi," ujar dia.
Selain 10 sumur dalam, PDAM Tirta Sembada Sleman juga memiliki sumber berupa dua mata air, tiga air permukaan, dan 15 sumur dangkal.
Baca Juga: Penganiayaan di Burjo Sleman, Korban Alami Luka Tusuk Bagian Perut
Disinggung wilayah yang kerap berdampak dengan penurunan debit air saat kemarau, Dwi menyebut bahwa terdapat dua kecamatan yang ada di Sleman. Dua kecamatan tersebut antara lain Ngemplak dan Turi.
"Sebelumnya Kecamatan Gamping juga sering mengalami kesulitan air bersih saat kemarau, namun kini terbantu dengan adanya sarana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) regional. Wilayah Prambanan sekarang juga sudah terlayani," tambah dia.
Terpisah, Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas menjelaskan bahwa bulan Agustus ini merupakan puncak musim kemarau. Karakteristik kemarau tahun 2020 disebut cenderung basah dibanding periode tahun sebelumnya.
"Untuk wilayah DIY umumnya, awal Oktober masih musim kemarau," ujar dia.
Pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk menghemat penggunaan air. Sejak jauh hari, petani juga telah diingatkan agar menyesuaikan pola tanam sesuai iklim agar tidak mengalami gagal panen.
Berita Terkait
Terpopuler
- Telat Gabung Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Rp31,29 Miliar Dicoret Kluivert Lawan China
- 7 Pilihan Mobil Bekas Murah di Bawah Rp30 Juta, Barang Lawas Performa Tetap Berkelas
- Kontroversi Bojan Hodak di Kroasia, Sebut Persib Bandung Hanya Tim Papan Bawah
- Dear Erick Thohir! Striker Pencetak 29 Gol Keturunan Kota Petir Ini Layak Dinaturalisasi
- 7 HP Murah dengan Kamera Jernih: Senjata Andalan Para Content Creator
Pilihan
-
7 Mobil Bekas Toyota-Suzuki: Harga Mulai Rp40 Jutaan, Cocok buat Keluarga Kecil
-
Kaesang Pangarep Dikabarkan Pamit dari Persis Solo, Kevin Nugroho: Masih Datang Kongres Lho
-
Bakal Debut Lawan China, Emil Audero Punya Kepercayaan Diri Tinggi!
-
BREAKING NEWS! Erick Thohir Mendadak Tinggalkan Kongres PSSI, Ada Apa?
-
5 Rekomendasi Mobil Tangguh dan Murah, Cocok Buat Pemula yang Baru Belajar Nyetir!
Terkini
-
Titik-Titik Sampah Ilegal di Ring Road Yogyakarta Terungkap Ini Daftar Lokasinya dan Upaya Penanganannya
-
100 Persen Rampung, Tol Klaten-Prambanan Tinggal Tunggu SK Menteri untuk Dioperasikan
-
Dokter Spesialis Lebih Menggiurkan? Puskesmas di Sleman Kekurangan Tenaga Medis
-
Istana Sebut Gosip, Pengamat Bilang Luka Politik: Drama Megawati-Gibran di Hari Lahir Pancasila
-
Konflik Memanas: PT KAI Beri SP2, Warga Lempuyangan Terancam Digusur