Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Jum'at, 13 November 2020 | 19:15 WIB
Indonesia Konsumen Minuman Berpemanis Ketiga, PKMK UGM Beri Saran Ini

SuaraJogja.id - Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM) menyampaikan, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam konsumsi minuman berpemanis di Asia Tenggara. Jumlah konsumsi minuman berpemanis sebanyak 20,23 liter per orang setiap tahunnya.

Tingginya konsumsi minuman berpemanis berpotensi memiliki dampak terhadap tingginya angka kematian dan sakit akibat kelebihan berat badan, obesitas, serta penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Koordinator Peneliti PKMK UGM Relmbuss Biljers Fanda menyampaikan bahwa saat ini 43 juta anak usia 0–5 tahun di seluruh dunia mengalami obesitas atau kelebihan berat badan. Ia juga menyebutkan, prevalensi obesitas pada anak diperkirakan meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 9,1% pada tahun 2020.

"Di Indonesia, kasus PTM telah menjadi beban bagi masyarakat karena BPJS Kesehatan harus membayar Rp14,4 triliun pada 2017 untuk menangani kasus tersebut," ujar Relmbuss.

Baca Juga: Sebelum Dilarang, Ini Tempat Asyik dan Murah untuk Nikmati Minol di Bandung

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi tingginya konsumsi minuman berpemanis di Indonesia. Di antaranya ialah lemahnya sistem regulasi di Indonesia yang mengatur tentang penjualan minuman manis. Para pemangku kepentingan belum bisa fokus untuk menangangi masalah tingginya angka konsumsi minuman tersebut.

Faktor kedua ialah terjangkaunya harga minuman manis di Indonesia. Rata-rata penjualan produk minuman manis di toko online seharga Rp1.000,00 per 180 ml. Harga tersebut menjangkau masyarakat berpenghasilan sedang ke bawah. Sehingga semua masyarakat dapat mengkonsumsi minuman tersebut.

Faktor ketiga ialah gencarnya pemasaran minuman manis, salah satunya melalui iklan media massa. Di Indonesia, iklan minuman manis ditayangkan secara luas di keempat stasiun televisi swasta di Indonesia. Iklan paling tinggi ditayangkan pada hari Sabtu dan Minggu ketika program anak-anak ditayangkan.

"Fakta saat ini di Indonesia, 62% anak mengonsumsi minuman berpemanis setidaknya seminggu sekali," imbuh Relmbuss.

Sebuah penelitian di SDN Kebon Jeruk 01 Jakarta menunjukkan bahwa mayoritas jajanan yang dijual di kantin sekolah ialah makanan tinggi lemak dan kalori serta minuman tinggi gula. Tidak hanya di Jakarta, penelitian di Semarang menunjukkan sampel makanan dan minuman di sekolah-sekolah ternyata mengandung pemanis buatan seperti sakarin dan siklamat.

Baca Juga: Urgensi RUU Larangan Minuman Beralkohol Bagi Muhammadiyah dan PKS

Anak-anak menjadi salah satu kelompok yang cukup terpapar dengan produk minuman manis. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Semarang yang menyebutkan sekitar 66,7% makanan dan jajanan anak sekolah di Jawa Tengah belum memenuhi syarat kesehatan. Relmbuss menilai bahwa masalah tersebut harus segera diatasi.

PKMK UGM mengusulkan beberapa rekomendasi kebijakan, pertama ialah mengatasi permasalahan ketersediaan, aksesibilitas dan pemasaran produk minuman dengan tiga cara. Rekomendasi ini memiliki tiga konsep utama. Pertama, membatasi ketersediaan minuman manis terutama di sekitar sekolah. Kedua, memastikan ketersediaan minuman yang lebih sehat di sekolah, rumah sakit, supermarket dan restoran. Ketiga mengatur pemasaran minuman berpemanis.

Rekomendasi kedua, penerapan kebijakan fiskal untuk mendorong perubahan perilaku dalam mengonsumsi produk yang lebih sehat. Misalnya dengan penerapan pajak minuman pemanis yang juga direkomendasikan oleh WHO. Hal itu bertujuan untuk menekan angka penyakit tidak menular obesitas yang semakin meningkat secara global.

"Memberikan pajak kepada minuman berpemanis akan memiliki dampak terhadap penurunan niat masyarakat dalam membeli minuman tersebut. Di saat yang sama, masyarakat dapat memilih minuman yang lebih sehat dengan harga yang lebih terjangkau," tukasnya.

Rekomendasi ketiga, pelaksanaan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak minuman berpemanis. Rekomendasi ini dapat dilakukan dengan tiga cara, pertama menerapkan intervensi perubahan perilaku. Kedua, memastikan ketersediaan label alarm yang jelas pada kemasan minuman manis. Ketiga, meningkatkan iklan layanan masyarakat di televisi tentang gaya hidup sehat.

Tiga rekomendasi kebijakan ini bisa menjadi alternatif jitu untuk menurunkan tingkat konsumsi minuman manis dan tingginya kasus penyakit tidak menular. Jika diabaikan, dampak kesehatan dari tingginya konsumsi minuman berpemanis akan terus meningkat. Tingginya biaya layanan kesehatan terhadap PTM dan kegemukan dapat dikurangi jika rekomendasi kebijakan tersebut diterapkan.

Load More