Tak hanya membahas soal investasi, ia juga membicarakan unsur manusia dan lembaga. Bab III UU ini mengatur tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha. Yudhistira melihat, pasal 6 hingga 12 mengatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko .
Ada banyak hal yang diklasifikasikan Yudhistira untuk dipertimbangakan sebelum memberikan izinan berbasis risiko. Masalahnya adalah, kemungkinan masalah dari tidak akan terjadi hingga pasti terjadi belum dimasukkan dalam skema penghitungan perizinan berbasis risiko UU Cipta Kerja.
Klasifikasi risiko usaha dibagi menjadi empat, yakni rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi. Hal unik yang dilihat Yudhistira, jika risiko rendah, itu hanya butuh Nomor Induks Berusaha (NIB), sementara risiko tinggi butuh NIB dan izin dari Pemerintah Pusat atau Daerah.
"Persyaratannya itu lebih sulit daripada risiko tinggi," terang Yudhistira dalam webinar telaah UU NO 11 Tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja yang diselenggarakan BEM KM UGM, Selasa (24/11/2020).
Baca Juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Konsep Rancangan Teknologi Redestilasi pada PIMNAS33
Dalam risiko menangah rendah dan menengah tinggi, dibutuhkan sertifikat standar yang dinilai lebih sulit dari mencari izin pemerintah daerah atau pusat. Sama seperti Sigit, Yudhistira juga mempertanyakan kurangnya akses riset dan inovasi dalam penerapan UU Cipta Kerja.
Konsepsi RBA dalam UU Cipta Kerja memiliki rumus Risiko = Prospek = Probabilitas x Intensitas. Setelah ditelusuri, rumus itu sudah digunakan sejak lama dan telah dikritisi oleh OECD (2010), di mana risiko memiliki variasi definisi. Probabilitas x Intensitas tidak bisa digunakan di semua sektor.
Untuk mengukur tingkat bahaya, Yudhistira mengaku tidak menemukan konteks ke-Indonesiaan dalam naskah akademik hingga naskah asli UU Cipta Kerja. Konflik Agraria menjadi salah satu yang pasti terjadi di Indonesia, tetapi belum ditemukan peraturan mengenai regulasi tanah adat di UU Cipta Kerja.
Kejanggalan lainnya adalah cara penentuan perusahaan bisa dimasukkan dalam kategori rendah atau tinggi. Hal ini menyangkut pada pengawasan dari kelembagaan yang tidak berjalan dengan baik karena belum terlihat adanya peraturan yang memperbaiki aspek kelembagaan.
Baca Juga: Anies Baca Buku, Peneliti UGM Singgung Pemimpin yang Pro Kelompok Ekstremis
Berita Terkait
-
Viral TNI Masuk Acara BEM UI, Legislator PDIP: Sudah Bukan Zamanya Lakukan Intimidasi
-
Kritik PTN-BH ala Ki Hadjar Dewantara: Pembebasan atau Penindasan?
-
Chef Arnold Ngaku Dikasih Lihat Ijazah Asli Jokowi Saat Sambangi Rumah di Solo: Saya Ngintip...
-
Alumni UGM Speak Up, Mudah Bagi Kampus Buktikan Keaslian Ijazah Jokowi: Ada Surat Khusus
-
Usai Kasus Predator Seks Guru Besar hingga Mahasiswi KKN Dihamili, Ini Dalih Kemen PPPA Gandeng UGM
Terpopuler
- Sama-sama Bermesin 250 cc, XMAX Kalah Murah: Intip Pesona Motor Sporty Yamaha Terbaru
- Robby Abbas Pernah Jual Artis Terkenal Senilai Rp400 Juta, Inisial TB dan Tinggal di Bali
- Profil Ditho Sitompul Anak Hotma Sitompul: Pendidikan, Karier, dan Keluarga
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- Ini Alasan Hotma Sitompul Dimakamkan dengan Upacara Militer
Pilihan
-
Jordi Amat dan Saddil Ramdani Main di Persib? Ini Prediksi Pemain yang Bakal Tergusur
-
Singgung Prabowo Subianto, Ini Respon Jokowi Soal Isu Matahari Kembar
-
Jamaah Haji Indonesia Jadi Panutan, Disebut Paling Tertib di Dunia
-
LG Batalkan Investasi Baterai EV di Indonesia Senilai Rp130 Triliun
-
Warga Pilih Beli Emas Batangan, Penjualan Emas Perhiasan Turun di Pekanbaru
Terkini
-
Jumlah Jukir & Pedagang ABA Terdampak Bertambah, Pemda perlu Verifikasi Ulang sebelum Relokasi
-
Guru Besar UGM Terlibat Kasus Kekerasan Seksual: Korban Pilih Damai, Ini Alasannya
-
Diikuti Ratusan Kuda Seharga Miliaran Rupiah, Keponakan Presiden Prabowo Gelar Pacuan Kuda di Jogja
-
'Beli Mercy Harga Becak': Mantan PMI Bangkit dari Nol, Kini Kuasai Pasar Kulit Lumpia Nasional
-
Kota Pelajar Punya Solusi, Konsultasi Gratis untuk Kesulitan Belajar dan Pendanaan di Yogyakarta