SuaraJogja.id - Seniman Butet Kartaredjasa tengah menjalani pemotretan bersama dengan seorang fotografer asal Prancis. Dalam momen tersebut, terlihat Butet mengenakan pakaian jawa kuno ala bangsawan. Baju sorjan warna kuning, jarit bermotif dan sebuah topi khas bangsawan Jawa tempo dulu.
"Saya juga heran, kalau saya memacak-macak diri seperti ini. Boleh juga saya mengaku-aku keturunan siapa," terang Butet.
Melihat dirinya yang berbeda dari tampilan sehari-hari, Butet merasa heran dengan dirinya. Namun, ia juga berfikir jika mendandani dirinya serupa bangsawan tempo dulu seperti itu, ia bisa mengaku-ngaku seperti keturunan seseorang. Mungkin tokoh atau orang lainnya yang punya pakaian serupa.
Paling mudah, Butet bisa mengaku sebagai keturunan konglomerat Jawa. Ia menilai bahwa saat ini sedang menjadi trend untuk mengaku sebagai keturunan tokoh ternama di masa lampau. Mengaku sebagai keturunan seseorang bisa dijual dimana-mana dan bisa menang melawan apapun yang menghalangi kehendak.
Baca Juga: Butet Kartaredjasa Unggah Tulisan Gus Mus di Instagram, Ternyata Palsu
Menjadi keturunan tokoh ternama juga bisa ngomong seenaknya dan melanggar peraturan tanpa ada tindakan. Sambil bercanda, Butet mengatakan bahwa jika dibelah tubuhnya, akan keluar darah berwarna biru. Meski tak begitu rupawan namun ia masih bisa mengaku sebagai keturunan bangsawan tempo dulu.
"Kalau saya hidup ini hanya bermodalkan mengaku keturunannya siapa, apa itu ada manfaatnya?," tanya Butet dalam video di kanal YouTubenya.
Menurutnya integritas seseorang dan penilaian orang lain pada pribadinya berasal dari tabiat dan perilaku orang tersebut. Bukan karena warna darah atau faktor genetika dari siapa seseorang itu dilahirkan. Tingkah laku, perkataan dan tindakan seseoranglah yang menentukan martabat dirinya.
Putra seniman Bagong Kussudiardja ini mengatakan jika manusia hari ini, tidak perlu menyeret-nyeret kehidupan masa lampau. Sekedar untuk landasan berdirinya seseorang hari ini. Ia menghimbau agar masyarakat saling berbuat baik dan menghormati satu sama lainnya.
Baginya, di dunia ini tidak ada ras yang paling mulia. Pada dasarnya, semua orang adalah sama-sama manusia dan sepanjang hidup menuju mati belajar menjadi manusia dengan huruf M yang besar. Bukan sekedar menjadi manusia abal-abal.
Baca Juga: Lama Disembunyikan, Butet Unggah Peristiwa Sesaat Djaduk Ferianto Wafat
"Jadi saya pikir sibuk mengaku-aku keturunan siapa dan mengusung masa lalu kita, membanggakan genetika kita itu cuma satu trik satu siasat untuk mengecoh banyak orang," imbuhnya.
Berita Terkait
-
Patrick Kluivert Kirim Utusan Temui Pemain Keturunan Lombok di Italia Buat Lawan China
-
Potensi Skuad Garang Timnas Indonesia di Piala AFF U-23, Bisa Diperkuat 3 Pemain Keturunan
-
Fakta Jayden Manuhutu, Sudah Pernah ke Indonesia, Bisa Dinaturalisasi PSSI
-
Eredivisie Kedatangan 2 Pemain Keturunan Baru, Potensi Bela Timnas Indonesia
-
Pascal Struijk Bertemu Patrick Kluivert, 4 Kelebihannya Bisa Jadi Aset Emas Timnas Indonesia
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
Terkini
-
Batik Tulis Indonesia Menembus Pasar Dunia Berkat BRI
-
Insiden Laka Laut di DIY Masih Berulang, Aturan Wisatawan Pakai Life Jacket Diwacanakan
-
Tingkatkan Kenyamanan Pengguna Asing, BRImo Kini Hadir dalam Dua Bahasa
-
Ribuan Personel Polresta Yogyakarta Diterjunkan Amankan Perayaan Paskah Selama 24 Jam
-
Kebijakan Pemerintah Disebut Belum Pro Rakyat, Ekonom Sebut Kelas Menengah Terancam Miskin