Dari tangan Tomi, sudah 12 edisi zine punk yang telah lahir. Untuk majalah sendiri, sudah ada 7 edisi, masih dengan tambahan situs web. Selain itu, juga masih ada 20-an terbitan yang telah dihasilkan dengan 1 buku yang ditulis.
"Kalau dari zine pindah ke majalah itu, aku pengin namanya orang nulis itu menuju pada keterbacaan yang luas. Nah kalau zine sendiri, kala itu masih terlalu segmented ke komunitas punk. Seharusnya teks itu bisa dibaca lebih luas," jelasnya.
Walaupun memang saat ini majalah cetak untuk penyebaran info menurutnya sudah tidak terlalu relevan, tetapi hal lain seperti majalah yang sebagai bentuk romantisme itu sendiri yang masih dianggap menarik.
"Kita bikin majalah saat tren majalan saat itu sedang turun. Waktu Gramedia Grup nutup majalah-majalahnya, tapi memang dulu dianggap sebagai perayaan dan meromantisir bentuk fisik itu tadi," ucapnya.
Lalu saat ini majalah mulai kembali meredup dan bergeser menjadi sebuah hobi. Sekarang, Tomi lebih fokus untuk menghasilkan karya dengan media buku. Menurutnya perpindahan ini karena menanggap buku lebih bisa berumur panjang dibandingkan dengan dua media sebelumnya.
"Misalnya saja kalau seseorang lihat tanggal di majalah yang sudah terlalu lama maka itu sudah tidak menarik untuk dibaca karena kesannya tidak aktual," paparnya.
Terkait dengan respons yang didapat dari setiap karya yang lahir, kata Tomi, sejauh ini semua mendapat respon yang baik. Artinya jika ada buku maka buku itu terjual, begitu juga dengan akses website yang tetap mendapat perhatian tersendiri.
Namun tidak dipungkiri karena memang berangkat dari usaha non-profit, itu yang menjadi kesulitan tersendiri. Sejak zine, hingga majalah kebanyakan dibiayai sendiri oleh penulisnya.
"Kita juga tetep terus coba nyari iklan, tapi emang susahnya minta ampun. Hanya ada beberapa untuk majalah. Nah sekarang untuk penerbitan buku, sudah belajar dari pengalaman yang sudah ada. Dengan segala penataan budgeting dan sebagainya. Kita masuk ke dalam kategori penerbit indie," terangnya.
Baca Juga: Cari Tahu Manfaat Tanaman Obat, Yuk Kunjungi Perpustakaan Herbal
Kalau tidak kenal punk, tidak seperti ini
Tomi menjelaskan bahwa alasan utamanya bisa sampai pada titik sekarang ini tidak lepas dari kultur punk itu sendiri. Kembali lagi, soal independensi dan kebebasan itu menjadi modal utama dalam setiap karya yang dihasilkannya.
"Apa aja lebih seneng sendiri. Sama halnya dengan pekerjaan yang lebih pilih sekarang ini dibanding harus melamar kerja. Mungkin kalau ngga kenal kultur punk tidak akan bisa jadi seperti ini. Pasti akan minder duluan merasa kurang terus. Keyakinan itu pasti luntur duluan," tegasnya.
Kuncinya, ujar Tomi, bikin saja dulu. Mulai zine hingga majalah keberanian dan keyakinan itu yang membuatnya terus berkembang. Menurutnya hal itu bisa dimaknai sebagai sesuatu yang positif.
Pasalnya memang tidak semua orang punya keberanian untuk memulai sesuatu. Dengan menjadi berani menuliskan sesuatu apalagi untuk dipublikasikan itu modal yang baik. Dari situ juga orang akan terus belajar untuk semakin bertumbuh.
"Ide punk tentang questioning everything itu jadi landasan saja. Sampai buku pertama harus itu judulnya dan memang jadi seperti itu," ungkapnya.
Berita Terkait
-
Cari Tahu Manfaat Tanaman Obat, Yuk Kunjungi Perpustakaan Herbal
-
Sebarkan Toleransi Lewat Seni, Puluhan Seniman Melukis Bareng di UIN Sunan
-
Masjid Dekat TPA Ini Punya Perpustakaan Digital dan Internet Gratis Loh !
-
Dunia Seni di Mata Kinanti Sekar Rahina: Dengan Tekad Kuat, Bisa Menghidupi
-
Digendong Ayah Usai Diperebutkan, Gadis Cilik Ini Sekarang Artis Beken
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
Terkini
-
Swiss-Belhotel Airport Yogyakarta Gelar Perlombaan Sepatu Roda Regional DIY-Jawa Tengah
-
Jogja Siap Bebas Sampah Sungai! 7 Penghadang Baru Segera Dipasang di 4 Sungai Strategis
-
Gunungan Bromo hingga Prajurit Perempuan Hadir, Ratusan Warga Ngalab Berkah Garebeg Maulud di Jogja
-
JPW Desak Polisi Segera Tangkap Pelaku Perusakan Sejumlah Pospol di Jogja
-
Berkah Long Weekend, Wisata Jip Merapi Kembali Melejit Meski Sempat Terimbas Isu Demonstrasi