"Misalnya saja kalau seseorang lihat tanggal di majalah yang sudah terlalu lama maka itu sudah tidak menarik untuk dibaca karena kesannya tidak aktual," paparnya.
Terkait dengan respons yang didapat dari setiap karya yang lahir, kata Tomi, sejauh ini semua mendapat respon yang baik. Artinya jika ada buku maka buku itu terjual, begitu juga dengan akses website yang tetap mendapat perhatian tersendiri.
Namun tidak dipungkiri karena memang berangkat dari usaha non-profit, itu yang menjadi kesulitan tersendiri. Sejak zine, hingga majalah kebanyakan dibiayai sendiri oleh penulisnya.
"Kita juga tetep terus coba nyari iklan, tapi emang susahnya minta ampun. Hanya ada beberapa untuk majalah. Nah sekarang untuk penerbitan buku, sudah belajar dari pengalaman yang sudah ada. Dengan segala penataan budgeting dan sebagainya. Kita masuk ke dalam kategori penerbit indie," terangnya.
Baca Juga: Cari Tahu Manfaat Tanaman Obat, Yuk Kunjungi Perpustakaan Herbal
Kalau tidak kenal punk, tidak seperti ini
Tomi menjelaskan bahwa alasan utamanya bisa sampai pada titik sekarang ini tidak lepas dari kultur punk itu sendiri. Kembali lagi, soal independensi dan kebebasan itu menjadi modal utama dalam setiap karya yang dihasilkannya.
"Apa aja lebih seneng sendiri. Sama halnya dengan pekerjaan yang lebih pilih sekarang ini dibanding harus melamar kerja. Mungkin kalau ngga kenal kultur punk tidak akan bisa jadi seperti ini. Pasti akan minder duluan merasa kurang terus. Keyakinan itu pasti luntur duluan," tegasnya.
Kuncinya, ujar Tomi, bikin saja dulu. Mulai zine hingga majalah keberanian dan keyakinan itu yang membuatnya terus berkembang. Menurutnya hal itu bisa dimaknai sebagai sesuatu yang positif.
Pasalnya memang tidak semua orang punya keberanian untuk memulai sesuatu. Dengan menjadi berani menuliskan sesuatu apalagi untuk dipublikasikan itu modal yang baik. Dari situ juga orang akan terus belajar untuk semakin bertumbuh.
Baca Juga: Sebarkan Toleransi Lewat Seni, Puluhan Seniman Melukis Bareng di UIN Sunan
"Ide punk tentang questioning everything itu jadi landasan saja. Sampai buku pertama harus itu judulnya dan memang jadi seperti itu," ungkapnya.
Berita Terkait
-
Dari Perpustakaan Keliling ke Gerakan Literasi: Perjalanan Busa Pustaka Nyalakan Harapan Lewat Buku
-
Makeup Pengantin Perempuan Penuh Tato, Hasilnya Kayak Beda Orang
-
Bikin Hati Adem, Ini 3 Novel Jepang Berlatar Toko Buku dan Perpustakaan
-
Sukatani Akui Diintimidasi Polisi, Koalisi Masyarakat Sipil: Ini Tindak Pidana
-
Menyoal Ruang Literasi di Bandung: Antara Kafe dan Perpustakaan
Terpopuler
- Timnas Indonesia U-17 Siaga! Media Asing: Ada yang Janggal dari Pemain Korut
- Jerman Grup Neraka, Indonesia Gabung Kolombia, Ini Hasil Drawing Piala Dunia U-17 2025 Versi....
- Kode Redeem FF Belum Digunakan April 2025, Cek Daftar dan Langsung Klaim Item Gratis
- Kiper Belanda Soroti Ragnar Oratmangoen Cs Pilih Timnas Indonesia: Lucu Sekali Mereka
- 4 Produk Wardah untuk Usia 40 Tahun Ke Atas Mengandung Antiaging, Harga Mulai Rp 50 Ribuan
Pilihan
-
Koster Minta Dinas Pertanian Bali Belajar ke Israel : Jangan Gitu-Gitu Aja, Nggak Akan Maju
-
Tanpa Tedeng Aling-aling, Pramono Sebut Bank DKI Tidak Dikelola Profesional: Banyak Kasus Terus!
-
5 HP Murah Mirip iPhone 16: Harga Mulai Sejutaan, Bikin Orang Terkecoh!
-
Kiprah La Nyalla Mattalitti Saat Geger Geden PSSI Kini Rumahnya Digeledah KPK
-
Markas Pemain Korut U-17: Yang Tersembunyi di Balik Klub 4.25 SC?
Terkini
-
Guru Besar UGM Dipecat Karena Kekerasan Seksual, Kok Masih Digaji? UGM Buka Suara
-
Diminta Tunjukkan Ijazah Asli, Dekan Fakultas Kehutanan UGM: Ada di Pak Jokowi
-
Heboh Ijazah Jokowi, UGM Tegas: Kami Punya Bukti, Skripsi Tersimpan di Perpustakaan
-
Banknotes SAR untuk Living Cost Jemaah Haji 2025 dari BRI: Dukungan Proaktif Layanan Haji
-
UGM Dituding Tak Berani Jujur Soal Ijazah Jokowi, Amien Rais: Ada Tekanan Kekuasaan