Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 04 Desember 2020 | 19:46 WIB
Ilustrasi pelayanan publik

SuaraJogja.id - Solidaritas Pangan Jogja (SPJ) menolak pengharagaan TOP 21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan Covid-19 dari Kemenpan-RB. Hal itu juga ditandai dengan tidak datangnya SPJ dalam pemberian penghargaan itu pada Jumat (4/12/2020) di Kantor Sekretariat Daerah, Pemerintah Kota Yogyakarta dalam acara penerimaan kunjungan kerja Kemenpan-RB.

Ada beberapa poin yang membuat SPJ menolak mentah-mentah penghargaan yang diberikan oleh pemerintah tersebut.

Salah satu relawan SPJ, Syaifatudina, mengatakan bahwa SPJ bukanlah sebuah bentuk pelayanan publik seperti yang tertera dalam penghargaan itu. SPJ sendiri adalah gerakan rakyat yang bertujuan memang untuk memantau rakyat lain di masa pandemi Covid-19.

SPJ hadir untuk membantu rakyat ketika pemerintah tidak mampu memberikan berbagai bantuan yang telah digembar-gemborkan sebelumnya, mulai dari akses kesehatan pangan hingga jaminan kesejahteraan dalam bentuk apa pun.

Baca Juga: Profil Dadang Hawari, Penceramah Kondang Meninggal Dunia karena Covid-19

"Gerakan ini adalah sebuah bentuk protes atas diskriminasi yang masih saja dilakukan oleh pemerintah kepada kelompok masyarakat rentan," kata perempuan yang akrab disapa Dina itu kepada awak media, Jumat (4/12/2020).

Ditegaskan Dina, kepercayaan kepada rakyat yang dianggap mampu mewujudkan kemandiriannya melalui aksi-aksi solidaritas merupakan penggerak utama dari SPJ. Hal itu juga yang membuat SPJ bukan merupakan organisasi yang disokong oleh pihak-pihak bermodal besar.

Lebih lanjut, Dina menjelaskan, SPJ hidup dan dihidupi oleh orang banyak yang tidak terbatasi hanya oleh wilayah. Oleh sebab itu, kata Dina, pemberian penghargaan kepada SPJ merupakan tindakan yang sejatinya sudah salah alamat.

"Penghargaan ini seharusnya diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia yang saling membantu kehidupan satu sama lain di masa sulit, dan bukan bentuk piala atau piagam, tapi akses untuk jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan, dan bahkan upah layak di masa pandemi," ucapnya.

Dina juga menyinggung perihal ketidakberdayaan pemerintah untuk hadir dalam kelompok masyarakat yang tidak memiliki selembar KTP hingga tempat tinggal. Kelompok masyarakat itu seolah tidak dianggap keberadaannya dan harus berjuang secara mati-matian untuk menyambung hidup.

Baca Juga: Delapan Perempuan Terima Penghargaan API, Ada Pemilik Rumah Busana Tria

"Kami tahu yang bisa kami lakukan sebagai warga ya membantu sebisanya, tapi lagi-lagi pemegang kekuasaan itu ada pemerintah yang mengelola dana publik, dan sudah seharusnya dana tersebut dibuka secara transparan, dan distribusinya pun tepat sasaran bagi yang membutuhkan," tuturnya.

Maka dari itu, Dina menyampaikan bahwa SPJ tidak membutuhkan pengakuan apa pun dari pemerintah atau negara. Disebutkan bahwa SPJ bisa bergerak sampai sejauh ini karena kepercayaan dari masyarakat, baik donatur uang, bahan makan, maupun tenaga dan waktu yang diberikan relawan hingga kelompok petani yang terus mengirimkan sayur setiap minggu untuk menguatkan solidaritas ini.

"Meski SPJ tidak lagi menerima dan mengelola donasi, semangat rakyat bantu rakyat atas dasar kepercayaan dan solidaritas tetap terus bergulir di berbagai inisiatif masyarakat sipil. Kami justru khawatir dengan penerimaan penghargaan ini justru malah menghilangkan kepercayaan orang-orang yang selama ini menaruh kepercayaan dengan SPJ," terangnya.

Ditambahkan Dina, sudah tidak sepantasnya pemerintah malah menghamburkan uang dengan memberi penghargaan simbolis di tengah krisis ekonomi dan krisis kesehatan seperti di masa pandemi Covid-19 ini.

Bahkan SPJ menuntut pemerintah untuk bisa mengalokasikan dana dan bantuan penanganan Covid-19 secara tepat sasaran.

"Kita semua berhak untuk hidup dengan layak dan bermartabat," pungkasnya.

Load More