"Kalau dari penelitian UGM itu, waktu kapan itu jumlahnya sudah lebih dari 10 ribu," ujar Haryono.
Lebih lanjut dijelaskan Haryono, ada tiga jenis burung kuntul yang membuat sarang untuk bertelur di pohon-pohon warga tersebut. Pertama ada yang memiliki corak putih polos dengan ukuran yang lebih besar.
Selanjutnya ada burung kuntul yang di leher dan punggungnya memiliki warna kuning dibalut dengan bulu panjang di bagian punggungnya. Selain itu, ada juga yang bercorak cokelat dan berpunggung abu-abu gelap atau sering disebut oleh warga sebagai burung kuntul jenis blekok.
"Persamaan dari ketiga jenis burung tadi ada di bentuk leher, yang membentuk seperti huruf S. Kalau di sini burung kuntul paling sedikit itu yang warna putih polos tadi, sekitar 20 ekor saja. Kebanyakan yang berleher dan berpunggung kuning," sebutnya.
Haryono mengatakan bahwa burung kuntul memerlukan setidaknya tiga bulan dari membuat sarang hingga telur-telurnya menetas dan bisa terbang. Untuk itu, burung-burung kuntul akan tetap tinggal di pohon tersebut selama musim penghujan.
"Ya ini sebenarnya hewan liar untuk mencari makan pun bisa sampai ke wilayah Kulon Progo dan Bantul. Bahkan bisa lebih jauh lagi, pokoknya yang lahan pertaniannya masih cukup banyak," ucapnya.
Haryono menjelaskan, hingga sekarang keberadaan burung kuntul makin berkurang. Hal itu disebabkan oleh berkurangnya pepohonan untuk membuat sarang di wilayah tersebut.
Pohon-pohon yang biasanya digunakan untuk burung pemakan ikan dan serangga, kata Haryono, tergantikan oleh rumah-rumah warga. Diperkirakan 50 persen pohon di area tersebut sudah berkurang.
"Sekitar dua tahun belakangan ini banyak yang pindah ke wilayah Pedukuhan Cebongan, yang juga ada pepohonannya," ungkapnya.
Baca Juga: Masih Menggantung, Rencana Proyek Jalan Tol di Ketingan Buat Warga Resah
Haryono menjelaskan, konon, burung-burung kuntul itu sudah berdatangan sejak 1997 silam, tepatnya setelah peresmian jalan kampung, atau yang sekarang digunakan sebagai Desa Wisata Ketingan.
"Setelah penandatanganan prasasti pembangunan jalan oleh Sultan Hamengku Buwono X, burung-burung itu mulai berdatangan, tapi hingga kini burung itu dilindungi dan tetap dilestarikan untuk keseimbangan alam,” tandasnya.
Berita Terkait
-
Masih Menggantung, Rencana Proyek Jalan Tol di Ketingan Buat Warga Resah
-
Ricuh, Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara di Depan Kantor Wali Kota
-
Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara Ricuh di Depan Kantor Wali Kota
-
Muncul Banyak Perumahan, Habitat Burung Kuntul di Ketingan Terganggu
-
Masuk Pemukiman Warga, Dua Harimau Dikerangkeng BKSDA Sumbar
Terpopuler
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Jadwal PSIM Yogyakarta vs PSBS Biak Resmi Alami Perubahan, Maju Satu Hari
-
Pastikan Keamanan Ibadah Natal 2025, Polda DIY Sterilisasi Puluhan Gereja
-
Tak Ada Larangan Kembang Api di Jogja, Masyarakat Diminta Rayakan Tahun Baru dengan Bijak
-
Tren Arus Libur Nataru Meningkat Tajam: 371 Ribu Kendaraan Masuk DIY
-
UMP DIY Diketok Rp2,4 Juta, Gunungkidul Tetap Terendah