SuaraJogja.id - Warga Pedukuhan Ketingan, Kalurahan Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman resah belum mendapat informasi terbaru perihal rencana pembangunan jalan tol Jogja-Solo. Hingga saat ini proses proyek di lahan terdampak di Ketingan baru pada tahapan pematokan saja dan belum diukur.
Dukuh Ketingan Supartinah mengatakan bahwa pematokan itu sudah dilaksanakan sekitar satu bulan lalu atau tepatnya pada November. Namun setelah itu, hingga sekarang belum ada informasi atau sosialisasi lebih lanjut terkait masalah lainnya, termasuk kesepakatan harga.
"Kalau dipatok sudah sejak sebulan lalu, sekitar November, tapi untuk masalah harga lahan terdampak, belum ada pembicaraan atau bahkan kesepakatan. Belum tahu juga rencananya kapan," ungkap Supartinah saat ditemui SuaraJogja.id, Rabu (16/12/2020).
Supartinah menyebutkan bahwa warga yang lahannya terdampak meminta pemerintah memberikan harga ganti untung yang tinggi. Sebab bukan tanpa alasan, kalau harga rendah hasil ganti untung itu tidak akan bisa dimanfaatkan untuk membeli lahan lagi di tempat lain.
Baca Juga: Dukung Proyek Tol Jogja-Solo, BPD DIY Layani Pembayaran Dana Ganti Untung
"Misalnya harga ganti rugi ini lahan ini di bawah harga tanah yang dijual sekarang, ya mending dijual sendiri bisa lebih tinggi. Intinya warga minta harga tinggi. Paling tidak 3 atau 4 kali lipat dari harga normal," ucapnya.
Supartinah menyampaikan bahwa selama ini lahan yang terdampak di Ketingan adalah lahan pertanian produktif. Bahkan, kata Supartinah, sekitar 95 persen lahan produktif pertanian di Ketingan akan berubah menjadi jalan tol.
Sekarang, masyarakat Ketingan masih dilematis untuk melanjutkan aktivitas bercocok tanamnya atau tidak. Sebab, saat ini juga sudah memasuki musim tanam padi. Kini masyarakat masih tetap beraktivitas dengan menanam tanaman padi, palawija, kacang, ketela, hingga cabai.
Supartinah menjelaskan, lahan pertanian milik masyarakat Ketingan masih bisa ditanami, mengingat belum adanya kepastian dan kesepakatan pembayaran ganti untung terkait lahan-lahan pertanian produktif tersebut.
"Katanya nanti kalau masih ada tanamannya tim appraisal [penaksir harga tanah] akan beri harga. Makanya sekarang tetap jalan ditanami. Ada sekitar 110 orang, baik petani dan orang punya lahan pertanian di Ketingan yang lahan pertaniannya terdampak ya sekitar 95 persen terdampak tapi permukiman utuh," katanya.
Baca Juga: Ricuh, Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara di Depan Kantor Wali Kota
Menyikapi hilangnya mata pencaharian mayoritas warga Ketingan, yang notabene adalah sebagai petani, Supartinah menyampaikan bahwa dimungkinkan masyarakat tetap akan membelanjakan uang hasil ganti untung tanah itu untuk membeli tanah lagi, tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk membuat usaha lainnya.
Supartinah mengharapkan, ada lebih banyak pendampingan dari pemerintah untuk terus menambah keterampilan di masyarakat agar nantinya masyarakat Ketingan tetap bisa beraktivitas selain hanya bertani.
"Otomatis di Ketingan semua petani mayoritas kehilangan mata pencaharian karena memang kebanyakan petani. Nanti uang yang didapat akan digunakan untuk pembelian lahan lagi untuk melanjutkan bertani," tuturnya.
Sementara itu, warga terdampak di Ketingan, Suseno, membenarkan bahwa memang belum ada sosialisasi lanjutan terkait dampak pembangunan jalan tol tersebut. Hingga saat ini ia dan masyarakat lain masih menunggu kepastian dari pemerintah.
"Kalau informasinya nunggu jalur sebelah timur yang katanya Desember sudah selesai, baru akan dilanjutkan ke arah barat sini, tapi sampai sekarang di sini baru patok saja," kata Suseno.
Suseno menjelaskan bahwa Ketingan akan menjadi junction atau titik pertemuan tiga jalur tol, yakni Yogyakarta-Solo ke arah timur, Yogyakarta-Bawen ke arah barat, Yogyakarta-Kulon Progo atau Bandara YIA ke arah selatan. Hal itu yang menyebabkan hampir 95 persen lahan pertanian produktif di Ketingan akan terdampak habis.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Dukung Proyek Tol Jogja-Solo, BPD DIY Layani Pembayaran Dana Ganti Untung
-
Ricuh, Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara di Depan Kantor Wali Kota
-
Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara Ricuh di Depan Kantor Wali Kota
-
Dari Bung Karno sampai Jokowi, Rekam Jejak Pembangunan Jalan Tol Indonesia
-
Mengintip Budi Daya Maggot di Sleman, Berdayakan Warga Terdampak Tol
Terpopuler
- Selamat Datang Penyerang Keturunan Rp 15,6 Miliar untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- Keanehan Naturalisasi Facundo Garces ke Malaysia, Keturunan Malaysia dari Mana?
- 4 Rekomendasi Mobil Bekas Merek Jepang di Bawah Rp100 Juta: Mesin Prima, Nyaman buat Keluarga
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Anti Hujan Terbaik 2025: Irit, Stylist, Gemas!
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Murah dari Merek Underrated: RAM hingga 12 GB, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
-
9 Mobil Bekas Tahun Muda di Bawah Rp100 Juta: Nyaman, Siap Angkut Banyak Keluarga
-
5 Mobil Bekas buat Touring: Nyaman Dalam Kabin Lapang, Tangguh Bawa Banyak Orang
-
6 Skincare Aman untuk Anak Sekolahan, Harga Mulai Rp2 Ribuan Bikin Cantik Menawan
-
5 Rekomendasi Mobil Kabin Luas Muat 10 Orang, Cocok buat Liburan Keluarga Besar
Terkini
-
Mandiri Sahabat Desa Fokus pada 200 Keluarga Risiko Stunting di Yogyakarta
-
Raja Ampat Darurat Tambang? KLHK Investigasi 4 Perusahaan, Kolam Jebol Hingga Izin Bodong
-
Rapat di Hotel Dibolehkan, PHRI DIY: Jangan Omon-Omon, Anggaran Mana?
-
Sinyal Hijau Mendagri: Pemda Boleh Gelar Acara di Hotel, Selamatkan Industri Pariwisata Sleman?
-
Jemaah Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf Ungkap Penyebab Calon Haji Terlantar di Arafah