"Junction di situ akan memakan lahan yang luar biasa. Ada empat dusun yang kena junction, lahan blok Ketingan, Kaweden, Gomblang, dan Rajek Lor. Itu masuknya Tirtoadi semua," paparnya.
Suseno menuturkan, lahan pertanian yang terdampak itu milik kedua orang tuanya. Total ada empat bidang yang ada di empat lokasi, yakni dua masing-masing di Kalurahan Tlogoadi dan Tirtoadi.
Menurutnya, ganti rugi yang diterima akan digunakan untuk membeli lahan pertanian lagi di wilayah lain. Maka dari itu, ia sangat berharap, harga yang nantinya ditetapkan seharusnya bisa lebih tinggi dari harga normal.
"Ini tanah milik orang tua, dan orang tua juga sudah sepuh. Mereka punya keinginan, kalau dapat uang dalam ganti rugi ini akan digunakan untuk beli tanah lagi. Tidak mungkin untuk ganti profesi yang lain juga karena usia," tuturnya.
Baca Juga: Dukung Proyek Tol Jogja-Solo, BPD DIY Layani Pembayaran Dana Ganti Untung
Suseno berharap, harga lahan yang terdampak itu bisa mencapai empat kali lipat harga normal. Sebab jika hanya dihargai dua kali lipat saja, warga belum akan untung dan dimungkinkan tidak bisa untuk membeli lahan lagi.
"Harusnya harga itu empat kali lipat. Dua kali lipat untuk menutup harganya, kelipatan ketiga untuk menutup kerugian ekonomis karena petani kalau sekarang bisa jalan, tapi besok kalau beli lahan di wilayah lain harus naik motor, pakai bensin, itu tambahan biaya lagi. Baru kelipatan keempat menjadi nilai kerugiannya. Kalau cuma dua kali ya rugi namanya, benar ganti rugi, bukan jadi ganti untung. Kita tertindas. Saya sebetulnya enggak ikhlas kalau cuma segitu," tegasnya.
Diyakini Suseno, akan terjadi transaksi yang luar biasa terkait persoalan tanah. Bukan tidak mungkin masyarakat akan saling berebut untuk mendapatkan lahan di wilayah lain dengan harga berapa pun.
"Yang paling memungkinkan memang membeli lahan di wilayah barat. Sedangkan harga di sana mulai naik juga. Penjual juga berpikir bahwa dijual dengan harga tinggi pun tetap akan laku soalnya banyak yang butuh," terangnya.
Menurut Suseno, saat ini masyarakat Ketingan resah dengan ketidakpastian tersebut. Di satu sisi, masyarakat ingin mencari lahan baru, tapi belum bisa karena belum memegang uang ganti rugi. Di sisi lain, keresahan itu bertambah dengan kabar di daerah lain. Dari sepengetahuannya, di wilayah Klaten harga rugi yang diterima tidak bisa maksimal seperti yang diharapkan warga.
Baca Juga: Ricuh, Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara di Depan Kantor Wali Kota
"Sebetulnya penetuan harga memang langsung dari pusat, tapi ya kami meminta seharusnya masyarakat terdampak ikut terlibat dalam kesepakatan itu. Artinya, masyarakat juga turut andil dalam penentuan harga ganti rugi lahannya," tandasnya.
Berita Terkait
-
Dukung Proyek Tol Jogja-Solo, BPD DIY Layani Pembayaran Dana Ganti Untung
-
Ricuh, Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara di Depan Kantor Wali Kota
-
Demo Korban Penggusuran Proyek Tol Bandara Ricuh di Depan Kantor Wali Kota
-
Dari Bung Karno sampai Jokowi, Rekam Jejak Pembangunan Jalan Tol Indonesia
-
Mengintip Budi Daya Maggot di Sleman, Berdayakan Warga Terdampak Tol
Terpopuler
- Selamat Datang Penyerang Keturunan Rp 15,6 Miliar untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- Pemain Keturunan Medan Rp 3,4 Miliar Mirip Elkan Baggott Tiba H-4 Timnas Indonesia vs Jepang
- Keanehan Naturalisasi Facundo Garces ke Malaysia, Keturunan Malaysia dari Mana?
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Bermesin Gahar tapi Murah: Harga Rp60 Jutaan Beda Tipis dengan XMAX
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Murah dari Merek Underrated: RAM hingga 12 GB, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
-
9 Mobil Bekas Tahun Muda di Bawah Rp100 Juta: Nyaman, Siap Angkut Banyak Keluarga
-
5 Mobil Bekas buat Touring: Nyaman Dalam Kabin Lapang, Tangguh Bawa Banyak Orang
-
6 Skincare Aman untuk Anak Sekolahan, Harga Mulai Rp2 Ribuan Bikin Cantik Menawan
-
5 Rekomendasi Mobil Kabin Luas Muat 10 Orang, Cocok buat Liburan Keluarga Besar
Terkini
-
Cilok vs Otak Cerdas Anak: Wali Kota Yogyakarta Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Mandiri Sahabat Desa Fokus pada 200 Keluarga Risiko Stunting di Yogyakarta
-
Raja Ampat Darurat Tambang? KLHK Investigasi 4 Perusahaan, Kolam Jebol Hingga Izin Bodong
-
Rapat di Hotel Dibolehkan, PHRI DIY: Jangan Omon-Omon, Anggaran Mana?
-
Sinyal Hijau Mendagri: Pemda Boleh Gelar Acara di Hotel, Selamatkan Industri Pariwisata Sleman?