SuaraJogja.id - Wacana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali mencuat. Hal ini disebakan tren kasus terkonfirmasi positif Covid-19 yang belum bisa dikendalikan dengan baik di Yogyakarta.
Menanggapi wacana tersebut, epidemiolog Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM dr Riris Andono Ahmad mengatakan bahwa memang opsi PSBB itu diperlukan jika mempertimbangkan penularan yang sudah makin meningkat. Sebab jika mobilitas manusia tidak dihentikan dulu, tetap tidak bisa mengendalikan penularan itu.
"Jadi gini, selama ini kita selalu menggunakan protokol mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak (3M). Langkah itu ibarat memakai helm, memproteksi paparan. Nah kondisi saat ini sama sepertinya jika memakai helm saat kecepatan sangat tinggi pun ketika terjadi kecelakaan tetap akan gegar otak juga," kata dr Riris kepada SuaraJogja.id, Senin (28/12/2020).
Menurutnya, saat ini paparan Covid-19 sudah terlalu besar. Lalu bagaimana mengantisipasi penyebarannya jika sudah seperti itu?
Baca Juga: DKI Beri Sinyal Rem Darurat, Pengusaha Khawatir Terjadi Lagi Badai PHK
Sebenarnya, kata dr Riris, kalau masyarakat bisa tidak berkendara sekaligus memang lebih baik. Namun kalau hal itu dirasa terlalu berat, maka mengurangi kecepatan menjadi langkah paling bijak untuk dilakukan.
"Dalam hal ini adalah mengurangi mobilitas. Sesimpel itu analoginya," ucapnya.
Tidak dipungkiri bahwa perlu pertimbangan yang matang sebelum memastikan penerapan aturan tersebut. Artinya bahwa pemberlakuan PSBB harus terukur agar dapat memberi efek yang maksimal juga.
Di antaranya memastikan berapa banyak orang yang harus berhenti mobilitasnya hingga berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berhenti tersebut. Semua itu bisa diperhitungkan jumlah yang pasti sehingga dapat direduksi banyaknya penularan di masyarakat.
Sebenarnya, disampaikan dr Riris, tidak perlu istilah PSBB untuk mengurangi mobilitas tersebut. Pemerintah daerah bisa berkaca dari pengalaman dengan melakukan kebijakan pada awal pandemi Covid-19 secara konsisten. Hal itu dinilai sudah cukup bisa mereduksi penularan yang ada di tengah masyarakat.
Baca Juga: Ketua Komisi V DPRD Banten: PSBB Tidak Efektif, Hanya Seremonial Belaka
"Sehingga singkatnya memakai helm pun masih mempunyai dampak. Jadi kita fokuskan pada mengurangi kepadatan lalu lintasnya dulu," sarannya.
Dr Riris menyatakan, orang-orang hanya terjebak pada jargon istilah saja. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Jakarta, yang sekarang masih menerapkan kebijakan PSBB, tapi mobilitas masih tidak ada bedanya dengan tanpa adanya PSBB.
Ia menyarankan, Pemerintah DIY sudah seharusnya bisa kembali ke langkah awal penanganan Covid-19. Di antaranya dengan penerapan WFH hingga kebijakan lain yang intinya pembatasan mobilitas.
Dituturkan dr Riris bahwa perkembangan kasus Covid-19 masih belum mencapai titik puncak pandemi itu sendiri. Menurutnya masih perlu penindakan yang tegas dari pemerintah dalam menghadapi kondisi ini.
"Ini belum mencapai puncak atau peak. Puncak itu kalau memang sudah dikendalikan dan sempat turun. Sekarang masih dibiarkan saja," katanya.
Ia menambahkan bahwa terdapat dua jenis puncak pandemi Covid-19. Pertama karena kasus berhasil dikendalikan sedangkan kedua adalah herd immunity. Sementata itu masyarakat masih belum bisa mencapai keduanya.
Diberitakan sebelumnya Pemda DIY mewacanakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Wacana ini muncul karena tren kasus positif COVID-19 di DIY yang terus saja bertambah.
Hal itu disampaikan langsung oleh Sekda DIY Baskara Aji di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (28/12/2020). Menurutnya, bukan tidak mungkin Pemda mewacanakan PSBB seperti yang disampaikan oleh sejumlah pihak.
"Saya kira karena kondisi [pandemi Covid-19] yang seperti ini, maka [wacana PSBB] bisa jadi bahan pertimbangan di gugus tugas," ujar Aji.
Namun, Aji menyampaikan bahwa kebijakan PSBB tidak bisa diberlakukan begitu saja di Yogyakarta. Perlu banyak persiapan dan perhitungan terkait realisasi dari wacana itu.
Bila nantinya PSBB diterapkan, Pemda siap untuk selalu mengevaluasi efektivitas kebijakan tersebut dalam rangka menekan angka penularan Covid-19 di DIY atau tidak.
Berita Terkait
-
Kawal Masyarakat Indonesia Selama Pandemi Covid-19, 10 Tahun Jokowi Catat Kemajuan Pesat Bidang Telemedicine
-
Mau Nonton Konser Bebas dari Risiko Infeksi Covid-19, Epidemiolog Sarankan Jaga Jarak 1 Meter
-
Epidemiolog Desak Pemerintah Segera Tetapkan Kasus Gagal Ginjal Akut sebagai KLB
-
Epidemiolog: Jangan Sampai Ada Anggapan Masker Penentu Akhir Pandemi
-
Mampu Hindari Imunitas Vaksin, Subvarian Omicron BA2.75.2 Berpotensi Perpanjang Durasi Pandemi
Terpopuler
- Mahfud MD Sebut Eks Menteri Wajib Diperiksa Kasus Judol Pegawai Komdigi, Budi Arie Bilang 'Jangan Kasih Kendor'
- Rocky Gerung Spill Dalang yang Bongkar Kasus Judi Online Pegawai Komdigi
- Kejanggalan Harta Kekayaan Uya Kuya di LHKPN KPK, Dulu Pernah Pamer Saldo Rekening
- Berani Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Segini Harta Kekayaan Melly Goeslaw
- Bak Gajah dan Semut, Beda Citra Tom Lembong vs Budi Arie Dikuliti Rocky Gerung
Pilihan
-
Pindad Segera Produksi Maung, Ini Komponen yang Diimpor dari Luar Negeri
-
Petinggi Lion Air Masuk, Bos Garuda Irfan Setiaputra Ungkap Nasibnya Pada 15 November 2024
-
Profil Sean Fetterlein Junior Kevin Diks Berdarah Indonesia-Malaysia, Ayah Petenis, Ibu Artis
-
Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
Terkini
-
PR Poros Maritim Prabowo: Belajar dari Ketahanan ala Jenderal Soedirman
-
Fokus Isu Anak dan Perempuan, Calon Bupati Sleman Kustini Bahas Pembangunan Nonfisik dengan DPD RI
-
Dari Rumah Sakit Hingga Penggergajian Kayu: Reka Ulang Pengeroyokan Remaja Bantul Ungkap Fakta Mengerikan
-
Ferry Irwandi vs Dukun Santet: Siapa Surasa Wijana Asal Yogyakarta?
-
Terdampak Pandemi, 250 UMKM Jogja Ajukan Hapus Hutang Rp71 Miliar