SuaraJogja.id - Selama pandemi merebak di Indonesia, tenaga kesehatan menjadi salah satu pihak yang memiliki beban terberat. Mereka bertugas untuk menjaga, merawat, dan mengobati para pasien Covid-19, yang jumlahnya meningkat terus hingga menembus angka satu juta kasus untuk ranah nasional.
Sayanganya, perjuangan para tenaga kesehatan (nakes), yang sampai merelakan tidak pulang ke rumah di hari raya dan menggunakan Alat pelindung Diri (APD) selama berjam-jam, seperti pepatah air susu dibalas air tuba. Sebab, meski pemberian insentif untuk tenaga kesehatan masih dilanjutkan, tetapi jumlahnya untuk tahun 2021 akan mengalami penurunan atau dipotong dari jumlah sebelumnya.
Mantan komisaris PT Bukit Asam Sadi Didu ikut berkomentar mengenai pemotongan insentif untuk tenaga kesehatan tersebut. Dibandingkan memotong insentif untuk tenaga kesehatan, yang jelas kerjanya selama pandemi, Said Didu menyarankan pemerintah untuk memotong gaji kepala BPIP sebagai wujud pengamalan terhadap Pancasila.
"Kalau pimpinan BPIP ingin berikan contoh mengamalkan Pancasila, maka saya yakin mereka yang minta gajinya (yang inronya digaji lebih Rp 100 juta perbulan) yang dipotong dan bukan gaji para nakes yang jelas-jelas bekerja yang dipotong," tulis Said Didu dalam cuitannya.
Baca Juga: Ribuan Tenaga Kesehatan Jakarta Disuntik Vaksin Covid-19
Jika kepala BPIP ingin mengamalkan pancasila, Said Didu meyakini jika pihak BPIP yang secara sukarela akan meminta gajinya untuk dipotong. Terlebih, kepala BPIP disebut menerima gaji lebih dari Rp 100 juta setiap bulannya. Dalam cuitan yang berbeda, Said Didu menegaskan agar gaji kepala BPIP dan para menteri yang lebih layak dipotong daripada insentif para tenaga kerja.
Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 soal ketetapan besaran insentif nakes yang ditandatangani Sri Mulyani Senin (1/2/2021) terlihat adanya penurunan insentif untuk tenaga kesehatan yang cukup siginifikan. Sebelumnya insentif yang diterima dokter spesialis mencapai Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat sebesar Rp7,5 juta dan tenaga medis lainnya yakni Rp5 juta.
Kemudian insentif untuk tenaga kesehatan di KKP, BTKL-PP, dan BBTKL-PP, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, Puskesmas dan laboratorium yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yakni sebesar Rp5 juta. Sedangkan besaran santunan kematian sendiri, mencapai sebesar Rp300 juta. Insentif itu diberikan kepada tenaga kesehatan yang meninggal dalam memberikan pelayanan kesehatan disebabkan oleh paparan Covid-19 saat bertugas.
Pada surat keputusan menteri terbaru yang beredar disebutkan bahwa jumlah total insentif dan santuan kematian itu berubah. Perubahan itu di antaranya pada insentif yang diberikan kepada dokter spesialis menjadi Rp7,5 juta. Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19 menjadi Rp6,25 juta.
Kemudian insentif untuk dokter umum dan gigi sebesar Rp5 juta, bidan dan perawat Rp3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya Rp2,5 juta. Hanya santunan kematian yang tetap sama dikisaran Rp300 juta. Ada perbedaan jumlah pemberian insentif untuk dokter yang berjuang menjadi garda depan dalam berperang dengan virus corona.
Baca Juga: Soal Kabar Insentif Nakes Dipotong, Gus Umar: Kok Nggak Gaji Menteri Saja?
Sejak diunggah Kamis (4/2/2021), cuitan Said Didu mengenai insentif tenaga kesehatan yang akan dipotong pada tahun 2021 tersebut sudah disukai lebih dari 3000 pengguna Twitter.
Selain itu, ada 700 lebih warganet yang ikut membagikan ulang cuitan tersebut. Tidak sedikit juga warganet yang ikut memberikan pendapatnya di kolom komentar.
"Ambulance itu didahulukan dibanding rombongan Presiden dan Pejabat | kok bisa ada ide gaji dipotong 50%, jangan mentang-mentang mereka disumpah melayani masyarakat bisa seenaknya aja buat kebijakan - minta duitnya tuh Ama KORUPTOR BANSOS," tulis akun @mahdio*****.
"Ironi memang ketika bekerja diibaratkan mobil sport termahal yang memerlukan bahan bakar mahal pula, jika tidak, alasan klasik kinerja mobil tak maksimal, padahal mobil tersebut dipakai hanya untuk muter-muter komplek saja," komentar akun @males******.
"Sepakat. Nakes adalah Ujung Tombak yang berjibaku di garis depan, harusnya para Pejabat tinggi gajinya dipotong untuk kesejahteraan Nakes," tanggapan akun @Alvaro_********.
Sementara akun @Normal******* mengatakan, "Pengen denger gaji presiden dan menteri-menteri dan pejabat publik dipotong 50 persen untuk nakes."
Berita Terkait
-
Harga Jepit Rambut Nagita Slavina Bikin Syok, Netizen Bandingin Sama Gaji Utusan Khusus Presiden
-
Neta Pangkas Gaji Karyawan Sampai Stop Produksi Dampak Penurunan Penjualan
-
Cuma Cantumkan Rp62 Juta di LHKPN, Berapa Gaji Drajad Djumantara Suami Febby Rastanty?
-
Nikita Mirzani Pamer Isi Rekening ART Nyaris Tembus Rp300 Juta, Memang Berapa Gajinya per Bulan?
-
MK Ubah UU Cipta Kerja: Apa Kabar Gaji Karyawan?
Terpopuler
- Siapa Intan Srinita? TikToker yang Sebut Roy Suryo Dalang di Balik Fufufafa Diduga Pegawai TV
- Andre Taulany Diduga Sindir Raffi Ahmad, Peran Ayu Ting Ting Jadi Omongan Netizen
- Beda Kekayaan Ahmad Dhani vs Mulan Jameela di LHKPN: Kebanting 10 Kali Lipat
- Kembali di-PHP Belanda, Pemain Keturunan Rp695 Miliar Pertimbangkan Bela Timnas Indonesia?
- Dear Shin Tae-yong! Kevin Diks Lebih Senang Dimainkan sebagai Pemain...
Pilihan
-
Kronologi BNI "Nyangkut" Rp374 Miliar karena Beri Utang ke Sritex
-
Misteri Gigi 4 Truk Pemicu Tabrakan Beruntun di Tol Cipularang KM 92
-
Nyaris Tiada Harapan: Potensi Hilangnya Kehangatan dalam Interaksi Sosial Gen Z
-
3 Hari Jelang Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siap-siap Harga Tiket Pesawat Naik Ibu-Bapak!
-
Gelombang PHK Sritex Akan Terus Berlanjut Hingga 2025
Terkini
-
Mau BMW Gratis? Ikut BRImo FSTVL, Banyak Hadiah Menanti!
-
Dinsos Gunungkidul Salurkan Bantuan Tunai DBHCHT pada 896 Penerima
-
Pemkab Kulon Progo Berkomitmen Kedepankan Transparasi Berantas Korupsi
-
Membongkar Praktik Eksploitasi Anak di Balik Bisnis Karaoke Parangkusumo, Ditarif Rp60 Ribu hingga Palsukan Identitas
-
Terbitkan Instruksi Bupati soal Pengawasan Peredaran Miras di Lingkungan Pendidikan, Ini Sederet Hal yang Diatur