Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 16 Februari 2021 | 15:43 WIB
Buaya muara yang diamankan Ditpolairud Polda DIY dihadirkan saat konferensi pers di Mako Polairud Polda DIY, Kretek, Bantul, Selasa (16/2/2021). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Sebanyak lima ekor buaya muara serta 14 ekor labi-labi moncong babi yang diamankan Subdit Gakkum Ditpolairud Polda DIY akan direhabilitasi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY.

Rencananya, satwa dilindungi itu akan dikirim ke kantor BKSDA Jayapura, Papua, dan juga ke Predator Fun Park, Malang, Jawa Timur.

Kepala BKSDA DIY M Wahyudi menuturkan selama proses hukum berjalan yang menjerat enam tersangka pemeliharaan dan perdagangan satwa dilindungi, pihaknya tetap memberikan tempat yang layak untuk hewan-hewan tersebut.

"Hewan-hewan ini akan kami rehabilitasi dahulu. Untuk Buaya Muara rencananya ke Malang Predator Fun Park, Jawa Timur. Sementara labi-labi moncong babi kami rehabilitasi di kantor BKSDA, Gunungkidul selanjutnya dikirim ke BKSDa Jayapura," kata Wahyudi saat konferensi pers di Mako Ditpolairud Polda DIY, Kretek, Bantul, Selasa (16/2/2021).

Baca Juga: Jual Hewan Dilindungi, Ditpolairud Polda DIY Ringkus 6 Pelaku

Ia menjelaskan, rehabilitasi tersebut dilakukan agar hewan beradaptasi dengan habitat buatan agar tidak stres, setelah itu baru dilepasliarkan ke habitat asli mereka.

"Kami rehabilitasi dahulu agar satwa ini tidak stres ketika dilepasliarkan. Jadi karena sudah lama dipelihara di lokasi yang bukan habitatnya maka perlu direhabilitasi," kata dia.

Wahyudi menjelaskan, satwa-satwa tersebut termasuk hewan yang dilindungi, sehingga tak boleh dipelihara, bahkan diperdagangkan.

"Bisa dilihat dari UU lampiran nomor 7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar disitu jelas jenis-jenis satwa apa saja yang dilindungi oleh undang-undang. Diketahui bersama, setiap orang dilarang untuk memiliki termasuk bagian-bagian dari satwa itu sendiri tidak boleh," katanya.

Ia mencontohkan, jika masyarakat memiliki taring atau bulu dari satwa yang dilindungi tentu melanggar aturan, dan bisa dipidanakan.

Baca Juga: Teror Beruang Madu di Kelok 44 Agam, BKSDA Pasang Perangkap

Aturan melarang memelihara satwa dilindungi bukan tanpa alasan. Pasalnya, hewan baik itu karnivora atau herbivora menentukan rantai makanan di sebuah habitat.

"Jadi hewan-hewan itu memiliki pengaruh bagaimana ekologi di sebuah habitat itu berjalan. Jika ditangkap Maka akan mengganggu rantai makanan. Parahnya bisa merusak sistem ekologi nantinya," ujar dia.

Wahyudi menerangkan jika bertemu buaya di sebuah sungai tak perlu takut. Hal itu mengingat habitat mereka adalah di sungai.

"Kecuali jika buaya ditemukan di dapur warga misalnya. Ya tentu itu akan kami evakuasi dan kami lepasliarkan di habitat asal. Jika menemukan buaya di sungai kadang ada yang melaporkan, padahal itu memang rumah mereka (buaya)," ujar dia.

Menanggulangi peristiwa serupa, BKSDA mengimbau agar masyarakat lebih memahami mana saja hewan yang dilindungi.

"Bentuk sosialisasi terus kami lakukan termasuk saat ini. Artinya dengan kasus yang ditangani bersama Ditpolairud Polda DIY harapannya banyak warga yang sadar dan yang masih memelihara satwa dilindungi agar melepaskan atau melapor ke BKSDA untuk dievakuasi dan dikembalikan ke habitat asalnya," ujar dia.

Sebelumnya, sebanyak 6 orang warga Bantul ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditpolairud Polda DIY. Sebab mereka terbukti memelihara dan memperdagangkan satwa dilindungi yakni Buaya Muara dan Labi-labi Moncong Babi.

Atas perbuatan, pelaku disangkakan Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat 2 huruf a UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta. Untuk pelaku di bawah umur akan diproses hukum dengan sistem UU Perlindungan Anak.

Load More