Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 16 Februari 2021 | 14:15 WIB
Tersangka pemelihara dan perdagangan satwa yang dilindungi saat digelandang polisi di Mako Polariud Polda DIY, Kretek, Bantul, Selasa (16/2/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Sebanyak enam orang warga DI Yogyakarta harus berurusan dengan Subdit Gakkum Ditpolairud Polda DIY. Pasalnya, warga yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini terbukti memelihara dan memperjual belikan hewan air yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia.

Sebanyak enam orang tersangka tersebut berinisial RRL (17) asal Kasihan Bantul, RCH (25) asal Kasihan, Bantul, RJS (24) warga Mlati, Sleman, RR (17) asal Sabdodadi Bantul, EKS (28) asal Pleret Bantul serta RYS (28) asal Triharjo, Sleman.

Wakil Direktur (Wadir) Polairud Polda DIY, AKBP Azhari Juanda menuturkan polisi meringkus para tersangka dari adanya laporan warga. Selain itu tim cyber juga bergerak dan menemukan tersangka memperjualbelikan hewan dilindungi.

"Pengungkapan kasus ini kami lakukan sejak Januari hingga pertengahan Februari 2021. Mereka ditangkap karena ada bukti menjual dan juga memelihara hewan-hewan langka tersebut," ujar Azhari saat konferensi pers di Mako Polairud Polda DIY, Kretek, Bantul, Selasa (16/2/2021).

Baca Juga: Pelantikan Bupati dan Wakil Terpilih Belum Jelas, Begini Respon DPRD Bantul

Hewan-hewan dilindungi tersebut antara lain, buaya muara atau nama latin crocodylus porosus sebanyak lima ekor dan 14 ekor labi-labi moncong babi (carettochelys insclupta). Semuanya menjadi alat bukti dan sudah diamankan Polairud Polda DIY.

Barang Bukti berupa Buaya Muara yang dipelihara tersangka ditunjukkan di Mako Polariud Polda DIY, Kretek, Bantul, Selasa (16/2/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

"Tersangka EKS, RR, RJS dan RCH serta RRL masing-masing memelihara satu ekor buaya muara. Ukurannya pun berbeda-beda, ada sepanjang 110, 120, 138 sampai 178 cm. Sementara labi-labi (sejenis kura-kura) dijualbelikan oleh RYS, ukurannya sekitar 6 cm," terang Azhari.

Azhari menjelaskan jika penangkapan dilakukan di kediaman masing-masing tersangka.

Disinggung dari mana pelaku memperoleh hewan dilindungi itu, beberapa diantaranya membeli buaya muara secara online dan memposting foto buaya di media sosial. Namun hanya untuk dipelihara. Sementara labi-labi moncong babi dibeli secara online dan diperdagangkan oleh tersangka melalui Facebook.

"Dari Pengakuan tersangka untuk satu buaya muara dibeli dari harga Rp700 ribu-1,3 juta. Sementara labi-labi dibeli dengan harga Rp240 ribu per ekor," ujar Azhari.

Baca Juga: Pamit Pergi, Pensiunan Guru Asal Bantul Hilang di Sungai Winongo

Akibat ulah tersangka, keenamnya disangkakan Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat 2 huruf a UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta. Namun karena ada pelaku di bawah umur akan diproses sesuai UU Perlindungan Anak," ujar Azhari.

Dihadapan petugas dan awak media, seorang pelaku berinisial RYS mengaku tidak tahu jika hewan labi-labi termasuk dilindungi. Awalnya dia melihat bentuk labi-labi moncong babi sangat unik dan dia beli.

"Awalnya melihat di medsos bentuknya lucu. Akhirnya saya beli karena dijual. Setelah saya tahu bisa menghasilkan uang dan saya jual lagi. Tetap baru tahu jika satwa ini dilindungi," kata RYS.

Terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY, M Wahyudi yang hadir dalam konferensi pers itu mengatakan jika masyarakat harus memahami satwa apa saja yang dilindungi.

"Kami berharap ini adalah pembelajaran untuk masyarakat termasuk kita semua. Bahwa tidak semua hewan bisa dipelihara dan diperjualbelikan terutama satwa dilindungi. Memang ada satwa yang boleh dipelihara untuk menjaga kelestariannya tapi harus punya izin penangkaran. Di Yogyakarta belum ada penangkaran," ujar Wahyudi.

Load More