Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 30 Maret 2021 | 20:00 WIB
[ilustrasi] Suasana mudik lebaran di Terminal Purabaya Surabaya di Waru Sidoarjo.(Suara.com/Achmad Ali)

SuaraJogja.id - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DPD DIY menyatakan tidak menentang kebijakan pemerintah terkait dengan larang mudik pada Lebaran tahun ini. Kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah sudah dianggap hal yang biasa.

"Jadi gini kebijakan pemerintah ini sebetulnya kita sudah khatam dari Lebaran yang dulu sampai sekarang kan selalu berubah [aturannya]. Lagunya dan ritmenya sudah hafal. Makanya kami tidak menentang kebijakan itu," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DPD DIY Deddy Pranawa Eryana saat dihubungi awak media, Selasa (30/3/2021).

Deddy menyatakan sudah belajar dari pengalaman yang lalu, atau tepatnya pada Lebaran tahun lalu. Saat itu okupansi hotel di Yogyakarta hanya 18,8 persen.

Dengan kondisi tersebut, pihaknya kini memang melarang masyarakat untuk melakukan mudik saat Lebaran mendatang. Namun meski begitu tetap meminta masyarakat untuk tetap bisa berwisata.

Baca Juga: Sumbar Dukung Larangan Mudik 2021, Mahyeldi: Tanpa Penyekatan

"Silakan jangan mudik tapi berwisata ke Jogja. Hal ini untuk mengantisipasi keterengah-engahan kita yang tahun lalu terulang lagi. Sehingga kita membuat slogan seperti itu," ujarnya.

Langkah tersebut terbukti, kata Deddy, dari reservasi yang masuk untuk Lebaran tahun ini masih stagnan di angka 20 persen. Serta hingga sekarang belum ada yang melakukan cancel atau pembatalan akibat larangan mudik itu.

"Kami berharap masyarakat lebih cerdik karena kebijakan pemerintah tidak komit, kontradiktif dengan kita PHRI. Tidak komit dengan apa yang disampaikan, perihal ekonomi kesehatan harus berjalan seiring dan berjalan," tuturnya.

Slogan yang dibuat PHRI DIY perihal tetap berwisata tadi bukan tanpa alasan. Pihaknya yakin dengan sudah terpenuhinya tiga hal utama dalam pelayanan maka menerima tamu dari luar pun bukan menjadi masalah.

Tiga hal yang dimaksud itu adalah verifikasi protokol kesehatan di hotel dan restoran yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah. Lalu ada sertifikasi CHSE yang meliputi unsur Cleanliness (Kebersihan), Health (Kebersihan), Safety (Keamanan) & Environtment Sustainability (Kelestarian Lingkungan) yang dilakukan kementerian pariwisata.

Baca Juga: Larangan Mudik Bisa Untungkan Hotel, Makin Banyak Staycation

Serta yang terbaru adalah pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang telah dilakukan bagi para pelaku pariwisata. Bahkan vaksinasi pun sudah dilakukan untuk yang kedua kali.

"Kalau laju kita dihambat dengan kebijakan-kebijakan seperti ini kapan kami bisa bernapas. Maka kami tidak menolak dengan kebijakan [larangan mudik] itu tetapi kita punya slogan, jangan mudik tapi berwisata ke Jogja," terangnya.

Deddy menilai dengan kehadiran masyarakat yang dikendalikan atau berfokus ke hotel dan restoran. Maka bukan tidak menampik kemungkinan bahwa protokol kesehatan bisa lebih terjaga dengan baik.

"Jadi kalau dikendalikan oleh hotel dan restoran insya allah semua akan sesuai dengan protokol kesehatan. Tentunya yang hotel yang anggota kami, yang sudah mempunyai sertifikasi, protokol kesehatan dan sebagainya," klaimnya.

Menurut Deddy semua pihak perlu bergerak dalam kondisi sekarang ini. Apalagi di bidang pariwisata yang memang masih kesulitan untuk bangkit di masa pandemi Covid-19.

Pasalnya bantuan secara riil dari pemerintah pun masih belum ada. Sedangkan industri pariwisata harus tetap berjalan dengan menghidupi karyawan, membayar operasional hotel dan lain sebagainnya.

"Intinya adalah protokol kesehatan itu tetap kita laksanakan dengan ketat, disiplin dan jujur. Kita sudah komitmen kesehatan dan ekonomi harus berjalan seiring," tegasnya.

Ditanya mengenai program staycation yang sempat menjadi andalan, kata Deddy itu akan tetap digaungkan. Namun memang promo staycation itu belum mendongkrak okupansi hotel secara keseluruhan.

Disebutkan Deddy, PHRI hanya mempunyai tiga event yang berpotensi mendongkrak okupansi hotel di DIY. Mulai dari momen Lebaran, natal dan tahun baru serta hari raya lain.

"Sementara hari libur sudah dipotong, ini menambah sesak. Kami tentu nggak mau sesak berlama-lama tanpa bantuan dari siapapun. Kita harus bergerak, harus bertahan. Maka kami membuka diri kepada masyarakat luas dari luar kota tapi semuanya harus sesuai dengan protokol kesehatan," tandasnya.

Hingga saat ini okupansi hotel di DIY sudah mulai mengalami peningkatan sekitar 5-10 persen. Sehingga rata-rata okupansi hotel menjadi 35-45 persen.

Deddy menambahkan bahwa syarat protokol kesehatan seperti surat hasil negatif tes antigen pun masih tetap berlaku. Namun kini pihaknya juga memperbolehkan masyarakat untuk melakukan tes GeNose sebagai syarat.

Load More