Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 01 April 2021 | 07:27 WIB
Kepala Kanwil DJP DIY Yoyok Satiotomo (kiri) dan Kepala Rutan Yogyakarta, Yudo Adi Yuwono (kanan) dalam konferensi pers terkait penyanderaan penanggung pajak, di Kanwil DJP Yogyakarta, Rabu (31/3/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id -  Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Daerah Istimewa Yogyakarta melalui KPP Pratama Sleman melakukan tindak penyanderaan (gijzeling) kepada seorang direktur sebuah perusahaan konstruksi berinisial AGS (52). Hal ini sebagai langkah karena perusahaan yang bersangkutan memiliki utang pajak mencapai Rp5,5 miliar lebih.

"Jadi kami telah menyadera seorang yang mempunyai hutang pajak yang belum dilunasi yaitu AGS. Dia penanggung pajak dari sebuah perusahaan yang terdaftar di KPP Sleman," kata Kepala Kanwil DJP DIY Yoyok Satiotomo kepada awak media di Kanwil DJP Yogyakarta, Rabu (31/3/2021).

Yoyok menyampaikan penyanderaan dilakukan dengan pertimbangan yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satunya dengan kemampuan sebenarnya dari yang bersangkutan untuk membayar pajak tersebut namun memilih untuk tidak membayar.

Tindakan kooperatif pun telah dilakukan kepada yang bersangkutan sebelum dilakukan penyanderaan. Dengam cara terus meminta wajib pajak untuk membayar dengan cara menyicil pajak tersebut namun memang tidak diindahkan.

Baca Juga: Kenang Sosok Gusti Hadiwinoto, Sekda DIY: Beliau Pakar Soal Tanah Keraton

"Dia sebetulnya punya kemampuan bayar tapi tidak bayar," ucapnya.

Dijelaskan Yoyok, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) yang kemudian telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2000, penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp100 juta. Serta yang bersangkutan juga diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. 

"Penyanderaan dilakukan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan kemudian," terangnya.

Penyanderaan sendiri, kata Yoyok, dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Kepala KPP. Serta setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur.

Lebih lanjut, hutang pajak AGS ini bermula dari proses pengujian kepatuhan wajib pajak atas kewajiban PPh dan PPN. Dari hal tersebut sehingga ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Baca Juga: Nekat ke DIY Saat Lebaran, Pemudik Bisa Saja Dikarantina

Berdasarkan hal tersebut, Wajib Pajak dinilai telah memanfaatkan haknya terkhusus dalam perpajakan. Antara lain dengan pengajuan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang tidak benar.

"Setelah itu kemudian Wajib Pajak atau yang bersangkutan tadi mengajukan gugatan dan dikabulkan sebagian," ucapnya.

Yoyok menegaskan pihaknya lalu menindaklanjuti utang pajak yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap  atau inkracht tersebut. Bersama dengan KPP Pratama Sleman tindakan penagihan dilakukan.

"Mulai dari penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, penyitaan dan lelang," katanya.

Hingga sampai pada tahapan terakhir proses penagihan, dengan dilandasi oleh izin yang telah dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Maka KPP Pratama Sleman memutuskan untuk melaksanakan tindakan penyanderaan.

"Ya memang karena sudah melanggar ketentuan pajak maka tindakan penyanderaan dilakukan. Ini merupakan kasus pertama di DI Yogyakarta," tandasnya.

Penyanderaan itu sendiri dilakukan pada Jumat (26/3/2021) lalu. Saat ini penanggung pajak yang disandera diserahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Yogyakarta Kanwil Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) DIY.

Sementara itu Kepala Rutan Yogyakarta, Yudo Adi Yuwono, membenarkan penyanderaan kepada salah satu penanggung pajak tersebut. Sandera tersebut masih akan menjalani beberapa sidang dalam beberapa waktu ke depan.

"Betul adanya bahwa kami kemarin pada 26 Maret 2021 kurang lebih pukul 11.00 WIB menerima sandera pajak. Kami terima dalam keadaan sehat," kata Yudo.

Load More