Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 25 April 2021 | 11:26 WIB
pemilik usaha minuman hits dawet kemayu, Retno Intansari Rahmawati. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Masyarakat Indonesia tentu sudah tidak asing dengan dawet. Salah satu menu minuman andalan terlebih saat ramadhan tiba.

Tekstur yang kenyal dari dawet dan dipadukan dengan rasa manis gula jawa menjadikannya salah satu menu yang jadi favorit terutama saat berbuka puasa.

Namun apa jadinya jika dawet yang biasanya disajikan menggunakan santan diganti dengan krimer yang komponen utamanya berupa serat pangan dan lemak nabati?

Tidak biasa memang namun itu yang dilakukan oleh Retno Intansari Rahmawati yang merupakan salah satu founder Dawet Kemayu.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Jogja Hari Ini, Minggu 25 April 2021

Perempuan yang akrab disapa Intan itu menyebut bahwa produk dawetnya itu cukup berbeda dari dawet pada umumnya. Selain tidak menggunakan santan, Dawet Kemayu diklaim sebagai produk yang non-kolestrol serta less-sugar atau rendah gula.

Lulusan S2 Ekonomi Syariah di Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengaku sebenarnya bahwa ide bisnis dawet itu muncul dari sebuah ketidaksengajaan. Ide itu tepatnya muncul saat ia merasakan kenikmatan dawet yang dijual di pinggir jalan beberapa waktu silam.

"Ini sebenarnya sebuah ketidaksengajaan. Jadi waktu aku jalan-jalan nemu dawet di pinggir jalan. Terus aku rasain kok ternyata enak. Beda, dawetnya itu dia kenyal, gulanya kental, dan rasanya nggak nyegrak," kata Intan saat ditemui SuaraJogja.id, Jumat (23/4/2021).

Sambil mengingat rasa dawet yang dicicipnya beberapa waktu itu, ia melanjutkan cerita. Akhirnya Intan yang terkesan dengan rasa dawet itu memutuskan untuk bertanya ke penjualnya untuk membeli bahan baku dawet tersebut.

Dari situlah, perjalanan Intan dengan Dawet Kemayu dimulai. Pada awalnya ia masih menerapkan metode dan bahan-bahan yang dianjurkan oleh penjual dawet yang bahan bakunya ia beli tadi.

Baca Juga: 12 Warga Wadas Ditangkap, Petang Ini LBH Jogja Datangi Mapolres Purworejo

produk dawet kemayu. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Namun lama kelamaan inovasi muncul. Dari awalnya ia yang masih menggunakan santan merasa kewalahan. Bagaimana tidak, Intan harus mempersiapkan setidaknya 16 liter santan setiap harinya saat mulai berjualan dawetnya sendiri.

Bahkan 16 liter santan itu hanya bertahan paling lama 4 jam hingga habis. Mempertimbangan pembuatannya yang memakan waktu serta daya tahan yang kurang baik tercetuslah ide mengganti santan tersebut.

"Santan itu juga tidak tahan lama ya takutnya kalau bikin lagi [setelah habis] juga nanti takut ngga laku lalu basi. Lalu saya berpikir tidak mungkin kalau mau buka franchise besar tapi masih pakai santan," ujarnya.

Belakangan ia kemudian memakai krimer sebagai pengganti santan. Inovasi itupun membuat Dawet Kemayu memiliki ciri khas tersendiri.

Berangkat dari situ Intan mulai mengikuti berbagai bazar kuliner untuk mencoba melihat respon pasar dengan inovasi dawet tersebut. Ternyata konsumen mengalir dengan positif.

"Saya kalau ikut bazar itu sehari bisa habis sekitar 25 kg cendol. Saat itu bulan Februari sebelum launching," imbuhnya.

Intan yang sudah mempunyai tim minimalis untuk mengembangkan usaha dawetnya tersebut memutuskan untuk launching atau rilis secara resmi tepatnya pada tanggal 5 Maret 2020.

Namun sayangnya, launching Dawet Kemayu tersebut harus berbarengan dengan pandemi Covid-19 di Indonesia. Bahkan tidak lama berselang, kata Intan, tanggal 15 Maret 2020 PSBB sudah mulai diberlakukan.

Kondisi tersebut membuat Intan harus memutar otak. Sebab memang semua perencanaan yang sudah disusun harus teralihkan oleh pandemi Covid-19. Maka saat itu yang terpenting adalah bisa bertahan.

Namun karena memang dari awal sebelum Dawet Kemayu ini besar seperti sekarang, Intan mengaku sudah mempersiapkan semuanya. Termasuk untuk branding produk Dawet Kemayu itu sendiri.

Mulai dari branding yang dibuat semenarik mungkin, hingga konten di media sosial yang terus disajikan dengan baik.

"Saat itu bahkan sudah bayar konten kreator. Walaupun sebenarnya Dawet Kemayu saat itu belum menghasilkan. Cuma karena pemikiran jangka panjang, saya tahu brand ini akan menjadi besar. Maka dari awal saya sudah bikin rapi dan menarik," tuturnya.

Pandemi Covid-19 tidak dipungkiri memang memberi dampak bagi usaha Dawet Kemayu rintisan Intan tersebut. Terbukti dari 10 outlet yang langsung dibuka ketika launching hingga saat ini hanya 6 outlet rintisan tersebut yang bisa bertahan.

Ramadhan yang Membawa Berkah

Hingga tiba saatnya bulan suci Ramadhan tahun 2020 yang masih diselimuti oleh pandemi Covid-19. Intan yang berharap dapat menjajakan produk dawetnya ke masyarakat melalui bazar makanan juga terpaksa harus gigit jari.

Pasalnya bazar Ramadhan saat itu pun juga harus ditiadakan. Padahal menurutnya itu adalah kesempatan yang baik untuk memperkenalkan kepada masyarakat lebih luas.

"Kemudian memang kalau memang buka di bazar sudah jelas orang ke situ cari makan. Jadi dari segi selling lebih gampang," sebutnya.

Namun kondisi yang belum kondusif lagi-lagi harus membuat Intan memutar otak lebih keras. Terlebih orang juga masih takut keluar rumah, tidak ada tradisi buka bersama bahkan mudik pun ditiadakan.

Hingga akhirnya ia mendapat ide untuk membuat hanper berisi dawet. Dengan kemasan yang unik yakni menggunakan besek, mini pack hingga botol agar lebih praktis.

"Jadi waktu munculnya si Dawet Kemayu yang pack-packan itu ya muncul pada Ramadhan tahun lalu. Jadi Ramadhan tahun lalu di luar ekspektasi sih. Tadinya cuma iseng-iseng saja. Kayaknya bagus buat hantaran, buat ngasih kolega, saudara, temen," ungkapnya.

Ketika Intan memutuskan untuk mengunggah kreasi hampers atau dawet yang berupa pack-pack itu ke media sosial. Respon positif dari masyarakat kembali datang.

Bahkan yang dulunya Intan hanya mendapat pesanan 40 pack saja perhari, setelah unggahan itu menjadi 120 pack perhari tanpa ada karyawan hanya dengan mengandalkan satu orang temannya.

"Ya akhirnya saya bikin produk Dawet Kemayu ini untuk bisa menyampaikan rasa rindu kita kepada teman, saudara dan alhamdulillah sekali itu diterima oleh masyarakat," terangnya.

Intan menyangka banyaknya pesanan itu adalah euforia lebaran atau bulan ramadhan saja. Namun ternyata itu tidak sepenuhnya benar.

produk dawet kemayu. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Sebab setelah lebaran pesanan itu terus berlanjut dan terus bertambah. Itu juga sekaligus menambah kekuatan Intan untuk terus berkembang.

Penambahan berbagai macam paket dan bentuk dalam menjual Dawet Kemayu itu juga yang menurut Intan membuat mitra-mitranya senang memilih Dawet Kemayu.

"Karena kita tidak hanya menjual dawet yang model gelasan saja tetapi juga revenue stream-nya banyak, bisa jualan cup, hampers, minipack, botol juga," jelasnya.

Meski memang pandemi Covid-19 bisa dibilang cukup menggagalkan target awalnya untuk membuka 100 cabang dalam 3 bulan pertama. Namun setelah lebaran itu kemitraan mulai masuk meski baru satu-dua saja.

Disampaikan Intan, puncaknya terjadi pada bulan Oktober 2020. Saat itu satu bulan ia bisa menambah sejumlah 20 cabang.

"Alhamdulillah terus bertambah sampai saat ini satu tahun kita ada 145 cabang di beberapa kota," ujarnya.

Meskipun memang 145 cabang itu masih berada di dalam Pulau Jawa saja. Tidak dipungkiri sudah banyak daerah lain di luar Jawa yang ingin masuk bergabung ke dalam kemitraan Dawet Kemayu.

"Sebetulnya ini banyak sekali yang pengen masuk. Ada yang dari Riau, Aceh, Pontianak, Banjarmasin, Papua sekalipun banyak yang menayakan. Namun kita masih terkendala di ekspedisi pengiriman bahan baku," terangnya.

Intan menjelaskan bahwa pembuatan cendol yang tidak mudah itu juga menjadi kendala. Dibutuhkan tangan khusus dan prosesnya pun tidak sebentar.

Disebutkan bahwa sekali produksi setidaknya membutuhkan waktu 6 jam untuk menghasilkan cendol itu.

"Jadi memang saat ini bahan baku semua dari kami. Kita mengirim bahan baku ke mitra sampai sekarang. Mungkin mitra juga senang karena itu mitra tidak ribet, pokoknya jualan saja. Kita sudah siapkan semua. Ketika join, sudah disiapkan SOP, peralatan, bahan baku, dan bahkan media promosi, hingga konten," paparnya.

Covid-19 Jadi Kendala Utama

Intan tidak menampik bahwa kendala eksternal dengan adanya pandemi Covid-19 ini menjadi yang paling terasa. Namun perempuan yang telah berkecimpung di dunia kuliner sejak 2014 lalu itu telah menyiapkan timnya sejak awal.

Bisnis plan yang telah disusun, kata Intan memudahkan usahanya untuk setidaknya berjalan lebih baik.

"Sudah ada bisnis plan jadi jalannya lebih enak cuma ya karena corona tadi. Saat itu gimana caranya kita bertahan dulu. Dari yang rencananya kita ngegas tapi karena korona kita harus ngerem dulu, sambil menyiapkan untuk strategi marketing," ucap Intan.

Intan bersyukur produk Dawet Kemayu miliknya bisa sebesar sekarang. Padahal sejak awal, Intan tidak pernah melakukan promosi secara berbayar dengan melibatkan foodgramer, selebgram hingga influencer.

"Jadi pure promosi hanya dari mulut ke mulut. Promosi oleh customer. Saat beli, merasakn terus enak lalu diposting dan ditawarkan ke temannya. Target market yang menengah ke atas membuat otomatis circle konsumen juga menengah ke atas. Jadi repeat order cepet," paparnya.

Meski tidak dipungkiri tantangan lain terkait penjualan tetap ada. Terkhusus penjualan offline dengan kondisi saat itu orang belum banyak yang keluar untuk sekadar jajan.

Namun kondisi itu terbantu oleh penjualan yang langsung secara online. Walaupun juga ada kendala lain terkait dengan daya beli masyarakat di tengah pandemi yang juga belum sepenuhnya pulih.

"Sama kendala itu karena corona semua orang saving money. Jadi mau buka franchise pun juga mikir-mikir. Jadi yang target 3 bulan 100 cabang, ini satu tahun baru tercapai 145 cabangnya," ucapnya.

Salah satu outlet Dawet Kemayu. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Kondisi penuh tekanan akibat pandemi Covid-19 itu nyatanya tidak membuat Intan lantas hilang arah atau menyerah untuk menutup usahanya itu. Ia tetap bertekad untuk terus bertahan dengan kondisi yang ada.

"Kalau misal tutup nanti mau buka lagi susah jadi nombok dulu saja pokoknya. Tantangannya bertahan di era pandemi lebih ke mental sebagai brand owner," terangnya.

Sebab Intan bukan satu-satunya orang yang terdampak pandemi Covid-19. Ada banyak pihak lain yang juga terdampak termasuk salah satunya karyawan Dawet Kemayu.

Intan tidak ingin menjadi pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk menutup usaha maupun memangkas karyawan yang ada. Walaupun dengan kondisi saat itu, hal tersebut bisa saja dilakukan.

"Cuma saya tidak mau seperti itu karena saya mikir kasihan dong karyawan kita. Kalau kita sendiri mungkin mikirin perut kita masih punya tabungan, karyawan belum tentu," tegasnya.

Kendati memang dikatakan Intan saat awal launching Dawet Kemayu, sudah ada tim minimalis. Setidaknya hanya 7 orang saja karyawannya saat itu.

Keteguhan Intan untuk mempertahankan usaha dawetnya ternyata membuahkan hasil. Dengan franchise yang sudah mencapai 145 titik di berbagai daerah karyawan pun kian bertambah.

"Sekarang sudah jadi banyak banget, sampai pindah-pindah kantor. Jadi yang ngantor itu sekarang ada 15 orang dan ditambah operasional menjadi 32 karyawan saat ini. Belum termasuk yang outlet, berarti 38 orang," ungkapnya.

Namun selain pandemi, kata Intan, pembentukan tim untuk lebih solid itu juga menjadi tantangan tersendiri. Jika di awal hanya ada beberapa nama-nama saja.

Seiring dengan perkembangan usaha tersebut tentu dibutuhkan tambahan tenaga. Maka dengan tim yang lebih besar itu tentu akan ada effort atau usaha lebih untuk membangun tim agar tetap solid.

Omzet Ratusan Juta Perbulan

Ditanya mengenai modal awal berdirinya Dawet Kemayu, Intan mengakui memang cukup besar. Setidaknya ia bersama timnya membutuhkan Rp200 juta untuk membuka langsung 10 outlet.

"Modal awalnya gede, cuma saya partneran menggunakan investor juga. Jadi modalnya bukan untuk yang branding, kalau itu saya modal sendiri. Tapi untuk membuat 10 titik pertama, seolah franchise tapi under management. Jadi saya yang mengelola," paparnya.

Skema itu bukan tanpa alasan dilakukan oleh Intan. Menurutnya langkah itu dijalankan untuk membangun kepercayaan calon mitra-mitra lain.

Intan menilai dengan sudah mempunyai beberapa outlet terlebih dulu, bukan tidak mungkin ia dan tim akan lebih mudah untuk promosi terkait dengan franchise.

Disinggung mengenai omzet Dawet Kemayu dengan modal yang besar tadi, Intan menyatakan saat ini sudah berjalan secara lumayan. Terlebih dengan ada beberapa pemasukan mulai dari penjualan franchise, reorder bahan baku dari para mitra hingga penjualan outlet.

Lebih lanjut, untuk outlet saja sekarang perbulan bisa mencapai Rp36 juta perbulan. Bahkan di bulan Ramadhan seperti saat ini omzet tersebut meningkat hingga 50 persen atau menjadi sekitar Rp50 juta.

Belum ditambah dari franchise yang jika diambil untuk harga tengah-tengah bisa mengantongi omzet Rp120-Rp170 juta rata-rata perbulan. Tidak lupa dengan bahan baku yang menyumbang omzet tertinggu yakni bisa mencapai Rp200 juta perbulan.

"Sekarang omzet perbulan rata-rata kalau ditotal Rp350 juta lebih," kata Intan.

Omzet yang besar itu sejalan dengan produksi yang juga besar. Bahkan tidak dipungkiri bahwa timnya pun hingga kewalahan dalam memproduksi dawet ini.

Setidaknya sehari diperlukan 35 kilogram cendol, 140 kilogram brown sugar dan 60 kilogram krimer. Jika dikalikan secara keseluruhan maka pada hari normal biasa sebelum ramadhan bisa membutuhkan Rp. 300 kilogram bahan perhari.

"Kalau ramadhan meningkat hampir 100 persen atau dua kali lipat yakni menjadi 500an kilogram lebih dalam sehari yang kita sediakan bahan untuk mitra," terangnya.

Namun Intan mengaku senang setelah mengetahui bahwa semua mitra Dawet Kemayu berjalan dengan lancar khususnya pada ramadhan kali ini.

"Mitra juga kenceng semua. Alhamdulillah saya ikut seneng, ketika kita franchise kan kita tidak mau hanya dapat untung di awal. Sengaja kami itu tidak mengambil terlalu banyak profit di awal itu karena memang yang penting di era pandemi itu kita bisa membuka lapangan pekerjaan. Lalu juga ladang rejeki baru buat masyarakat. Jadi dari segi harga itu kita terjangkau sekali untuk ukuran minuman kekinian," ujarnya.

Diungkapkan Intan, bahkan ada mitra yang dalam satu bulan sudah mencapai Break Even Point (BEP). Hal-hal tersebut tidak hanya membuat pihaknya senang tapi juga mitra-mitra lainnya pun demikian.

"Jadi banyak penambahan mitra itu tidak hanya terjaring marketing tapi juga diajak sama temennya, mulut ke mulut itu tadi," sebutnya.

Seperti yang sudah dikatakan di awal, Intan pun sudah mempersiapkan segalanya terkait dengan kemitraan. Termasuk dengan paket-paket mitra yang ditawarkan.

Mulai dari virtual kitchen yang hanya berjualan di rumah tanpa menggunakan booth. Sehingga mitra hanya akan menjual secara online dengan bisa memanfaatkan beberapa jasa ojek online juga serta tentunta relasi sendiri.

Lalu ada paket juragan yang hadir dengan booth minimalis. Naik satu tingkat ada paket bossman yang dapat dibedakan dari segi booth lebih besar serta lebih bagus.

Nantinya paket bossman juga akan ditambah dengan fasilitas digital marketing. Terakhir ada paket paling lengkap yakni paket sultan yang dari segi booth lebih besar lalu tambahan digital marketing serta endorse oleh selebgram.

"Semua paket itu sudah dipersiapkan semua alat tempur dan bahan-bahan yang dibutuhkan secara lengkap, tinggal gas penjualan," terangnya.

Load More