Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Minggu, 09 Mei 2021 | 17:15 WIB
Ilustrasi mudik, perantau, pemudik, pendatang. [Shutterstock]

"Perasaan ku sebenarnya kalau dari aturannya juga merasa bersalah. Tapi tetap ingin mudik," tukasnya.

Meski merasa bersalah karena melanggar peraturan, tetapi Memei lebih merasa bersalah jika dirinya tidak pulang untuk perayaan Lebaran bersama keluarga besar. Terutama biasanya, ia bisa bertemu dengan sesama keluarga yang merantau di wilayah lainnya saat Lebaran di kampung halaman.

Berbeda halnya dengan gadis yang baru lulus dari perguruan tinggi negeri di Yogyakarta ini, Titi Soleh. Menurutnya, kebijakan larangan mudik cukup baik. Namun, pemerintah menjadi tidak konsisten dengan kabar datangnya warga negara asing ke Indonesia.

"Sebenarnya bagus-bagus aja, karena bisa membantu penurunan penularan Covid-19," ujarnya.

Baca Juga: Guntur Romli Minta Pria Ajak Mudik yang Sebut Rezim Setan Iblis Ditindak

Hal lainnya yang kurang disetujui dari kebijakan tersebut adalah adanya kelas sosial yang membuat kebijakan terasa tajam ke bawah. Salah satunya, yakni kabar mengenai wanita mengaku anggota DPRD yang dibiarkan melewati Tol Ngawi tanpa dokumen kesehatan dan perjalanan.

Tahun 2021, merupakan keempat kalinya Titi tidak merayakan hari raya idul Fitri bersama keluarganya di Riau. Biasanya, Titi menyempatkan pulang ke rumah kerabatnya di Kebumen. Namun, sudah dua tahun belakangan sejak pandemi merebak dirinya hanya menghabiskan hari raya di Kebumen.

"Mungkin setelah selesai larangan mudik aku pulang ke Kebumen," imbuhnya.

Selanjutnya, Titi mengaku kemungkinan dirinya akan pulang ke Kebumen setelah kebijakan larangan mudik dicabut. Menurutnya, kebijakan tersebut memberikan efek untuk sebagian orang. Ada beberapa celah masih bisa dimanfaatkan seseorang untuk mudik.

Baca Juga: Jelang Lebaran, Tiga Pemudik di Sintang Terdeteksi Positif Covid-19

Load More