Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 19 Mei 2021 | 13:33 WIB
Ilustrasi Virus Corona (Unsplash/CDC)

SuaraJogja.id - Pemerintah pusat menyebutkan Indonesia memiliki 7 wilayah yang masuk dalam zona merah kasus COVID-19. Kabupaten Sleman disebut masuk dalam wilayah itu.

Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo memberikan respons terhadap kondisi yang dipublikasikan pada 16 Mei 2021 tersebut, kepada wartawan, Rabu (19/5/2021).

Menurut Joko, berdasarkan kajian yang dilakukan Dinkes Sleman selama 14 hari, Kabupaten Sleman sudah masuk dalam zona oranye, dengan angka reproduksi sebesar 0,7.

"Itu menunggu tidak sampai seminggu (sepekan) lagi, kalau bisa bertahan seperti itu sudah [zona] kuning kita," kata dia.

Baca Juga: Pura-pura Antri, Kakek Asal Sleman Nekat Curi Motor di Bengkel

Joko menegaskan kembali bahwa sejauh dari kriteria yang ia ketahui, Sleman masih dalam zona oranye.

"Tapi kalau yang dipakai oleh pemerintah pusat saya tidak tahu pakai kriteria yang mana, sehingga Sleman masih dianggap merah," terangnya.

Ia menambahkan zona oranye di tingkat kabupaten dihitung dari tingkat reproduksi, dipengaruhi oleh kasus baru, meninggal dan sembuh.

"Sudah sejak 3 Mei 2021 itu sudah oranye. Mungkin kalau BNPB menggunakan data sebelumnya, saya tidak tahu. Tapi akan saya cek lagi, karena kita dianggap masih merah. Yang jelas kita menggunakan data yang bergerak terus setiap hari," ungkap mantan Plt Dirut RSUD Sleman ini.

Di kesempatan sama, ia juga memberi tanggapan perihal adanya pernyataan turunnya angka pemeriksaan spesimen, untuk penelusuran kasus COVID-19.

Baca Juga: Update Peta Zonasi: Sleman dan Salatiga Masuk Zona Merah Covid-19

Joko mengatakan, ia memilih untuk berpegang pada data dan langkah nyata yang selama ini dilakukan pihaknya. Misalnya saja, dibandingkan dengan jumlah warga yang menyentuh sekitar 1,1 juta jiwa, dalam sepekan ditargetkan ada 1.000 pemeriksaan. Karena, dari tiap 1.000 warga ada satu yang diperiksa.

"Kalau kami lihat data, belum pernah di bawah 1.000. Bahkan pas kasus rendah, rerata sehari itu ada 2.000 pemeriksaan. Kalau ingin tidak ada kasus, ya tidak usah dicari. Tapi ya risikonya ya jebol," tutur Joko.

"Kami terus mencari, sampai angka yang muncul itu menggambarkan realita kasus yang ada di Sleman," ucapnya. 

Kontributor : Uli Febriarni

Load More