Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Selasa, 25 Mei 2021 | 15:15 WIB
Ilustrasi melempar batu - (Pixabay/Free-Photos)

SuaraJogja.id - Sidang diversi kasus pelemparan batu yang menimpa korban Kevin Satrio Wicaksono (15) gagal di tingkat penyidik Polsek Kotagede, sehingga kasus tersebut saat ini masih berlanjut ke tingkat pengadilan. Akibat dari kasus tersebut, korban sendiri mengalami luka parah, rahang atasnya pecah, dan batang hidung patah.

Pengacara korban, Heniy Astiyanto, mengkonfirmasi bahwa kliennya menolak diversi dan sidang dinyatakan gagal. Selanjutnya, kasus pelemparan batu batako ke wajah korban tersebut akan dibawa ke meja hijau. Sampai saat ini, Heni mengaku masih menunggu proses yang berlangsung.

"Belum proses, nanti nunggu pelimpahan dari kejaksaan," kata Heni saat dihubungi, Selasa (25/5/2021).

Menanggapi hal tersebut, Kadiv Humas JPW Baharuddin Kamba mengatakan, menjadi hak bagi keluarga korban untuk menolak upaya diversi, yang merupakan pengalihan penyelesaian perkara proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana. Baik pelaku maupun korban merupakan sama-sama berada di bawah umur dengan ancaman hukuman di bawah 7 tahun.

Baca Juga: Video Viral Mobil Bawa Balita Dilempar Batu oleh Orang Mabuk

"Sebenarnya diversi itu kan tujuannya memihak kepada pelaku anak. Misalnya, mencapai perdamaian antara korban dan anak," kata Kamba.

Selanjutnya Kamba menambahkan, tiga alasan keluarga korban menolak diversi yang disampaikan melalui kuasa hukumnya yakni lantaran Kevin masih menjalani pemulihan. Akibat trauma yang dimiliki, korban juga masih menjalani terapi psikis. Selain itu, keluarga korban juga ingin mendapatkan keadilan jika kasus dibawa ke meja hijau.

Bagi Kamba, alasan tersebut merupakan hal yang wajar dan patut diterima. Harapannya memang ada efek jera untuk pelaku tindak kejahatan klitih dan tidak ada lagi korban yang dirugikan. JPW sendiri meminta kepada pihak kepolisian untuk rutin melakukan patroli, terutama di titik-titik yang rawan terjadi tindak pidana klitih.

"Dinas perhubungan agar menambah jumlah penerangan dan CCTV di sekitar kawasan yang sekiranya rawan terjadi tindak kejahatan seperti klitih," imbuhnya.

Selain pihak berwenang, peran orangtua juga dominan dalam melakukan pengawasan terhadap anaknya agar tidak terlibat kejahatan jalanan seperti klitih. Menurut Kamba, pembinaan mental dan spiritual menjadi sebuah solusi dalam jangka panjang.

Baca Juga: Efek Tak Terima Disenggol, Pemotor Nekat Lempar Batu Besar ke Kaca Mobil

Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengatakan, data pelaku kekerasan di bawah umur selama pandemi tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Namun, kasus masih terus terjadi.

"Karena data menunjukkan pada prosentase yang pembagiannya relatif sama. Tapi ada beberapa yang kualitasnya ada yang meningkat," kata Edy.

Beberapa yang meningkat kualitasnya, di antaranya adalah kejahatan jalanan yang masih terus muncul, kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Hasil tersebut, menunjukkan pentingnya DP3AP2KB unruk mengajak agar tidak sembarang memilih teman. Serta pendekatan orangtua baik dari sisi agama maupun kasih sayang.

Di satu sisi, Edy mengaku membangun tempat ramah anak, dimanapun berada dalam satu hari. Pemenuhan hak-hak anak di antaranya juga memberikan perlindungan terhadap anak. Tiga siklus yang dilalui anak setiap harinya, sepertiga di antaranya berada di keluarga, kemudian sepertiga lagi ada di lingkungan dan sisanya berada di sekolah.

"Sepertiganya yang sekarang kembali ke lingkungan dan rumah tangga, karena sekolah," tukasnya.

Fasilitas publik di Kota Yogyakarta yang ramah anak disebut Edy banyak yang memenuhi. Setidaknya ada 45 Kalurahan dan 14 Kemantren ramah anak. Edy berharap berbagai tempat yang tercakup dalam tiga siklus sebelumnya seluruhnya sudah ramah anak.

Hampir 90 persen fasilitas publik di Kota Yogyakarta sudah dinilai layak anak. Sehingga kedepannya Edy mengatakan akan meningkatkan kualitas dari fasilitas yang ada. Anak korban pelaku tindak kejahatan sendiri akan mendapatkan pendamping dari psikologi.

"Kalau itu ada masalah hukum, akan kita dampingi sampai proses hukum," kata Edy.

Bagi anak yang menjadi korban kekerasan, Edy mengatakan pihaknya akan memberikan pendampingan tidak hanya secara psikologis namun juga kesehatan jima diperlukan, dan bahkan juga pendampingan hukum. Jika berasal dari keluarga kurang mampu, biaya peradilan juga akan ditanggung.

Load More