Scroll untuk membaca artikel
Yasinta Rahmawati
Kamis, 17 Juni 2021 | 17:25 WIB
Ilustrasi dokter dan stetoskop. (Shuttterstock)

SuaraJogja.id - Kebijakan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengalami banyak tantangan, terlebih pembiayaan kesehatan di masa mendatang. Seperti bagaimana mengatur proporsi pendanaan publik atau swasta, besarnya pembiayaan dari sisi kuratif, dan bagaimana dengan aspek promotif dan preventif.

Dalam diskusi seri 2 yang diadakan Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), membahas situasi pembiayaan kesehatan Indonesia saat ini dan kaitannya dengan alternatif cost sharing.

Berlangsung kurang lebih selama 1,5 jam, diskusi ini mengusung topik "Penggunaan APBN dan BPJS Kesehatan Dalam Perspektif Keadilan Sosial: Studi Kasus PBI APBN, Defisit dan Pengeluaran Untuk Penyakit Jantung, Kanker, dan SC".

Peneliti Kebijakan Pembiayaan Kesehatan dan JKN PKMK FK - KMK UGM, M. Faozi Kurniawan, memaparkan bahwa biaya katastropik penyakit jantung adalah yang tertinggi dalam beban layanan JKN pada 2016 - 2019.

Baca Juga: Pola Makan Rendah Lemak vs Tinggi Nabati, Mana yang Lebih Baik untuk Jantung?

"Penyakit jantung kanker menduduki biaya katastropik pertama dan kedua, yakni 18,5 % pembiayaan kesehatan untuk katastropik pada tahun 2019," ujar Faozi, Rabu (16/06/2021) dalam rilis pers yang diterima Suara.com.

Faozi memaparkan saat ini kepemilikan layanan katerisasi Jantung terbatas antar daerah sehingga terjadi kesenjangan.

Bedasarkan data sampel Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2015-2018, pembiayaan pelayanan jantung tertinggi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, sedangkan Provinsi di Bagian Timur cenderung lebih rendah. Biaya pelayanan jantung tinggi ini ada pada kelompok PBPU – Pekerja Penerima Upah (PPU) – Bukan Pekerja (BP).

Untuk penyakit kanker, data sampel BPJS tahun 2015 – 2018, menunjukkan pembiayaan pelayanan kanker tertinggi pada Provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan, sedangkan Provinsi di Bagian Timur cenderung lebih rendah. Biaya pelayanan kanker tinggi pada kelompok PBPU – PPU – BP.

Untuk kasus Sectio Caesarea (SC), Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK), Vini Aristianti, menjelaskan rate nasional persalinan SC untuk peserta JKN adalah 28,98%, meningkat 4,26 kali lipat
dibandingkan dengan 2010, di mana 75% dari penggunanya adalah peserta JKN Non-PBI yaitu peserta PPU dan peserta PBPU.

Baca Juga: Mengagetkan, Reaksi Tubuh pada Makanan Cepat Saji Sama Seperti ketika Terinfeksi Bakteri

Dengan keadaan seperti ini Faozi menyatakan potensi cost sharing untuk mengurangi ketimpangan antar peserta dan wilayah sehingga memberikan kesempatan masyarakat untuk mendanai sendiri kesehatannya.

Load More