Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 24 Juni 2021 | 10:55 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual (Suara.com/Ema Rohimah)

SuaraJogja.id - Dugaan pelecehan seksual dialami oleh seorang santri di Pondok Pesantren (Ponpes) wilayah Padukuhan Bogoran, Kalurahan Trirenggo, Kapanewon/Kabupaten Bantul. Mirisnya, santri berjenis kelamin laki-laki asal Wonosobo, Jawa Tengah itu mendapat pelecehan seksual dari ustadnya sendiri.

Seorang keluarga korban, Rani Kristiani mengaku jika keponakannya yang berinisial D meminta untuk segera dijemput. D anak berusia 15 tahun ini menghubungi pamannya pada Jumat (18/6/2021) pagi.

"Pukul 07.30 wib itu anak ini telpon ke nomor om-nya (suami Rani) dengan terbata-bata dan kelihatan ketakutan. Dia memaksa untuk segera dijemput hari itu juga," kata Rani dihubungi wartawan, Kamis (24/6/2021).

Kaget karena D minta segera pulang, Rani memberi tahu jika hari itu masih Jumat dan belum akhir pekan. Sehingga santri-santri tidak boleh pulang.

Baca Juga: Sebut Pemerintah Gagal Tekan Angka Penularan Covid-19 di Bantul, FPRB: Harus Lebih Tegas

"Namun keponakan saya ini tetap memaksa. Lalu saya bilang ke suami nanti saja dijemputnya hari Sabtu (19/6/2021). Karena anak ini masih punya orang tua jika Jumat kami jemput bisa jadi masalah," ujar Rani.

Pihaknya mulai menaruh curiga karena D termasuk anak yang lugu. Saat menerima telepon, D terlihat ketakutan dan Rani merasa ada yang tidak beres.

Lebih lanjut dirinya menghubungi ibu korban yang ada di Wonosobo, Jawa Tengah. Ibunya pun sempat bertanya-tanya karena anaknya minta segera dijemput.

"Awalnya kami curiga, setelah itu ibu korban ini menghubungi pengurus Ponpes dan memberi tahu kepada saya tidak boleh dijemput tidak boleh dibawa. Karena kami merasa ada yang tidak beres kami berusaha mendatangi ponpes itu," katanya.

Meski sudah mendapat informasi jika tidak boleh dibawa, ayah korban menghubungi Rani karena makin khawatir. Pasalnya D meminta ayah dan ibunya segera menjemput hari itu juga.

Baca Juga: Ajak Warga Perketat Prokes, Relawan Bantul Pasang Masker di Patung Penari Jathilan

Mempertimbangkan untuk menjemput atau tidak, Rani dan suaminya meminta saran keluarga lainnya yang ada di Kecamatan Gedongkuning, Kota Yogyakarta. Keluarga Rani berpesan jika ada yang dikhawatirkan segera datangi anak tersebut.

"Karena kami merasa ada yang janggal, nekatlah kami ke Ponpes ini. Sampai sana kami tidak bisa menemukan orang untuk ditemui. Lalu ada orang melintas lalu kami panggil dan minta tolong panggilkan santri bernama D ini," jelas Rani.

Dirinya langsung melihat keponakannya berlari turun dari tangga dengan membawa tas dan menangis ketakutan. Hal itu membuat Rani bingung dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Anak ini tidak mau menceritakan. Dia bilang nanti di rumah saja. Bahkan minta saat itu pulang saja. Tapi jelas hal itu akan bermasalah, akhirnya saya mencari orang yang bertanggungjawab dan datang ustad yang notabene ini diduga pelaku. Saya tanya anak ini kenapa, ustad itu mengatakan jika D ini sedang kangen sama orang tuanya saja," ujar Rani.

Suami Rani tak langsung percaya, dia menanyakan kembali kenapa dia terlihat ketakutan saat ustad tersebut mendekat. 

"Ustad itu mengatakan jika dia tidak tahu dan baru mau ditanyakan kepada anak ini," katanya.

Rani dan suami tetap meminta D segera dipulangkan karena ada hal janggal. Awalnya ustad tersebut tidak membolehkan karena belum waktunya pulang, namun Rani tetap memaksa dan harus bertemu Kepala Sekolah.

"Akhirnya saya berjalan ke ruangan kepala sekolah. Tapi saat masuk tidak terlihat seperti kantor kepala sekolah. Akhirnya ada orang yang sebelumnya saya kira sebagai kepala sekolah," terang Rani.

Pria yang berinisial M yang diduga Rani adalah Kepala Sekolah itu memberi penjelasan jika memang tidak boleh santrinya pulang selain hari libur. Namun Rani dan suaminya bersikukuh meminta D dipulangkan hingga mendapat izin dari orang tersebut.

"Saya baru tahu beberapa jam jika orang tersebut (M) ya pengajar juga di sana bukan Kepala Sekolah. Sebelum diizinkan saya dan suami diminta keluar ruangan itu sebentar. Tapi keponakan saya tetap di dalam," jelas dia.

Makin curiga, Rani mendekat ke arah pintu sambil mendengarkan percakapan di dalam. Dirinya sudah menganggap ada kejadian yang tidak beres antara keponakan dan ustadnya itu.

"Saya sudah curiga, saya pamit kok saya disuruh keluar?. Jika mau bicara dengan keponakan saya ya bicara saja, tidak masalah. Saya keluarganya, saya bukan orang lain. Saat saya diluar, saya menguping, dia itu kayak ada penekanan gitu dia bilang, dik mengenai yang kamu sampaikan pagi ini sama ustad, tolong ya dik jangan disampaikan ke orang tuamu atau ke siapapun secara vulgar," jelas dia.

Rani menduga jika orang tersebut menyampaikan dengan suara mengancam. Kendati begitu, dirinya mendapat izin membawa D pulang dan langsung membawa ke rumah keluarganya di Gedongkuning.

D lantas bercerita jika ia telah mendapat perlakuan tak senonoh oleh salah seorang ustadnya. Kejadian diungkapkan D terjadi pada akhir Desember 2020 dan terulang kembali pada Januari 2021. 

Seingatnya aksi amoral ustadz itu terjadi sebanyak tiga kali. D mengatakan modus ustad mencabuli korban dengan cara oral. Dimana D dipanggil ke kamar lantas diajak makan bersama dan mengobrol.

"Dia bercerita setelah menjelang malam, korban lantas dipaksa membuka celana. Ustadz tersebut kemudian melakukan pelecehan dengan cara oral," terang dia.

Hal ini baru diceritakan D, karena ia merasa trauma atas kejadian yang menimpanya. Sebab hal yang sama ternyata juga dialami oleh santri yang merupakan temannya sendiri. Korban berinisial H (15) warga Bantul mendapat perlakua serupa pada Kamis (17/6/2021) malam.

Sama seperti D, ia dilecehkan ustad dengan cara oral. Karena ada korban lain itu kemudian munculah keberanian D untuk melaporkan hal tersebut ke pihak keluarganya.

Pihak keluarga korban menempuh jalur hukum dan membuat laporan polisi pada Sabtu (19/6/2021). Menurutnya hal ini tidak bisa dibiarkan, terlebih lembaga tersebut merupakan lembaga pendidikan yang berbasis agama.

Terpisah, Kanit PPA Sat Reskrim Polres Bantul, Aipda Mustafa Kamal membenarkan peristiwa itu. Saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman kasus.

"Iya benar, kami masih menyelidiki kasus tersebut lebih dalam lagi," ujar Kamal melalui pesan singkat.

Load More