SuaraJogja.id - D (15), bocah laki-laki asal Kajiwan, Wonosobo, Jawa Tengah, menjadi korban pelecehan seksual oknum pengajar (ustaz) di salah pondok pesantren di Kalurahan Trirenggo, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul. Bocah tersebut kini telah ditangani oleh psikiater.
Kerabat D, Rani Kristiani, mengatakan bahwa D sudah tidak mau kembali lagi ke pondok pesantren tersebut. Kemungkinan D akan dipindah ke pondok pesantren yang lain. Pasalnya, ketika kembali ke pondok pesantren sebelumnya, D akan teringat terus peristiwa yang menimpanya itu.
"Alhamdulillah, D kini sudah berada di tangan yang benar. D telah ditangani oleh psikiater karena masih trauma," paparnya, Jumat (25/6/2021).
D baru belajar di pondok pesantren tersebut mulai tahun ajaran baru yang lalu atau sekitar setahun lalu. Rani sendiri tidak mengetahui alasan mengapa apa orang tua D memilih pondok pesantren di Trirenggo tersebut sebagai tempat anaknya menempuh ilmu.
Baca Juga: Bikin Salah Fokus, Suara Santri Ini Mirip Banget sama Jokowi, Coba Dengarkan
Rani menambahkan, korban oknum pengajar pondok pesantren di Trirenggo tersebut tak hanya D sendiri. Ada juga korban lain yang mendapatkan perlakuan sama dari oknum ustaz tersebut.
Melalui sambungan telepon milik Rani, D menceritakan awal mula peristiwa terjadinya pelecehan seksual yang menimpa dirinya. Aksi tak senonoh tersebut kali pertama ia alami ketika malam tahun baru yang lalu.
Selepas Isya, pada malam tahun baru itu, D dipanggil ke kamar oleh oknum pengajar yang berada di lantai 2 pondok pesantren tersebut. Tanpa menaruh curiga, D datang ke kamar pelaku bersama dengan salah seorang santri yang lain.
"Kami diajak ngobrol, makan malam, dan main game di laptop pelaku. Setelah itu temanku A tidur di kamar ustaz yang lain," terangnya.
Karena sudah larut malam, D langsung tidur di ranjang oknum pengajar tersebut. Saat tidur itulah, pelaku meminta D membuka celana, tetapi D menolak. Oknum pengajar tersebut memaksa D dan berhasil membuka celana D.
Baca Juga: Ya Ampun! 4 Santri Ponpes Ponorogo Dipenjara Sebab Aniaya Temannya Hingga Mati
Aksi oral pun dilakukan pelaku ke kemaluan D pada sekitar pukul 23.00 WIB hingga lewat tengah malam. Keduanya lantas beranjak tidur hingga pagi hari dan D tetap belajar dengan biasa.
Beberapa hari kemudian, saat ia bersama rekan santri berkumpul dengan oknum tersebut, D lantas menyindir-nyindir secara halus perilaku pelaku bejat ini. Pelaku tidak terima dan langsung menampar D beberapa kali.
"Saya jadi takut," ungkapnya.
Di kejadian kedua, D juga mendapat perlakuan yang mirip. Saat itu pelaku meminta tolong kepada D untuk mengeroki karena masuk angin. Sementara untuk peristiwa ketiga, D mengaku lupa awalnya disuruh melakukan apa, tetapi diakhiri aksi cabul yang sama.
Kejadian serupa juga menimpa HA (15), santri asal Kramatjati, Jakarta Timur. Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis (17/6/2021) lalu. Usai salat Isya, HA diminta pergi ke kamar pelaku yang berada di lantai 2. Saat itu pelaku berpesan ke rekan HA agar HA pergi ke kamar pelaku.
"Saya langsung naik ke kamar lantai 2," ujarnya.
Sama seperti D, HA juga dibebaskan untuk makan, minum, main gim, main laptop. Pukul 22.00 WIB lebih sedikit, HA mengaku disuruh untuk naik ke ranjang pelaku untuk tidur. Tak berapa lama kemudian pelaku menyusul ke ranjang, dan mereka berdua tidur berdampingan di ranjang. HA mengaku tidak bisa tidur tanpa alasan yang jelas.
"Saat itu, dia ngomong 'ayo jadi ndak. Ini udah malam'," kata HA, menirukan oknum pengajar tersebut.
Ketika tengah berusaha terlelap itulah HA kaget karena sekitar pukul 23.00 WIB, pelaku tiba-tiba terbangun dan meminta kepada HA untuk buka celana. HA sempat menolak dan dipaksa tetap buka celana hingga akhirnya terjadilah pelecehan seksual.
Cukup lama pelaku mencabuli korban HA karena baru selesai selepas tengah malam. Setelah itu, pelaku tidur bersama dengan HA di ranjang yang sama, dan lagi-lagi HA tidak bisa memejamkan matanya karena ketakutan aksi cabul yang menimpanya terulang kembali.
"Saya kemudian diam-diam keluar dari kamar dan langsung tidur di ranjang saya di kamar bawah," tambahnya.
Ketika ditanya apakah pelaku melepas bajunya saat melakukan aksi pelecehan tersebut, HA mengaku pelaku masih berpakaian lengkap. Hanya celana HA saja yang dilepas oleh pelaku. Sampai saat ini HA mengaku masih trauma dengan kejadian pelecehan seksual tersebut.
Meski begitu, HA mengaku masih akan kembali ke pondok pesantren tersebut untuk menuntut ilmu karena ia diminta orang tuanya untuk kembali ke pondok pesantren tersebut nantinya jika oknum pendidik pondok pesantren tersebut sudah tidak ada lagi.
Kontributor : Julianto
Berita Terkait
-
Bobby Nasution-Kahiyang Ayu Peringati Hari Santri 2024 di Ponpes Labusel, Ajak Tokoh dan Santri Berantas Narkoba
-
Aldi Satya Mahendra Sekolah di Mana? Cetak Sejarah Pembalap RI Pertama Juarai WorldSSP300
-
MAN 2 Bantul Meriahkan Expo Kemandirian Pesantren di UIN Sunan Kalijaga
-
99 Pimpinan Ponpes di Tabagsel Bersatu Menangkan Bobby-Surya di Pilgub Sumut
-
Seru! MAN 2 Bantul Sukses Gelar Penerimaan Tamu Ambalan 2024
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Jordi Onsu Terang-terangan Ngaku Temukan Ketenangan dalam Islam
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
Pilihan
-
Freeport Suplai Emas ke Antam, Erick Thohir Sebut Negara Hemat Rp200 Triliun
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaik November 2024
-
Neta Hentikan Produksi Mobil Listrik Akibat Penjualan Anjlok
-
Saldo Pelaku UMKM dari QRIS Nggak Bisa Cair, Begini Respon Menteri UMKM
-
Tiket Kereta Api untuk Libur Nataru Mulai Bisa Dipesan Hari Ini
Terkini
-
AI Ancam Lapangan Kerja?, Layanan Customer Experience justru Buat Peluang Baru
-
Dampak Kemenangan Donald Trump bagi Indonesia: Ancaman Ekonomi dan Tantangan Diplomasi
-
Pengawasan Miras di DIY sangat Lemah, Sosiolog UGM Tawarkan Solusi Ini
-
Pakar hukum UGM Usul Bawaslu Diberi Kewenangan seperti KPK
-
Ini Perbedaan Alergi Susu dan Intoleransi Laktosa pada Anak