SuaraJogja.id - Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad mengungkapkan PPKM Darurat yang sudah diterapkan sejak 3 Juli 2021 lalu tidak akan optimal bila hanya dilakukan melalui pembatasan mobilitas masyarakat untuk keluar rumah.
Penghentian 70 persen mobilitas masyarakat di ruang publik seperti kawasan wisata, ritel ataupun tempat kerja tanpa dibarengi penghentian pergerakan maka tak akan efektif memutus mata rantai penularan COVID-19.
"Jangan sampai berkurangnya mobilitas di ritel, tempat rekreasi, wisata atau tempat kerja saat ppkm darurat ini hanya memindahkan kerumunan di tempat lain," ujar Riris saat wawancara daring, Sabtu (10/07/2021).
Menurut Tim Perencanaan, Data dan Analisis Gugus Tugas Penanganan CoVID-19 DIY tersebut, Pemda perlu memastikan masyarakat benar-benar tinggal di rumah. Bukan justru berkerumun di tempat-tempat tersembunyi atau di perkampungan.
Baca Juga: Praktik Curang Penjual Obat Selama PPKM Darurat, Satu Orang Diamankan Polisi Jatim
Sebab meskipun warga tetap berada di rumah, penularan masih saja dimungkinkan terjadi. Bila ada anggota keluarga yang sebelumnya positif maka mereka bisa saja menulari lainnya meski sudah tidak ada mobilitas diluar rumah.
"Jika mobilitas ini dihentikan, sebenarnya penularan itu masih terjadi di rumah tangga. [Namun] jika durasi ini berjalan cukup lama maka akan terjadi penurunan penularan," jelasnya.
Riris menambahkan, PPKM Darurat bisa berhasil bila pembatasan mobilitas masyarakat benar-benar diterapkan pada minimal 70 persen masyarakatnya. Tidak adanya aktivitas kerumunan perlu dilakukan selama dua kali masa infeksius atau sekitar 3 minggu.
Selama kurun waktu tersebut, virus akan kesulitan mencari inang baru untuk menulari. Sebab 70 persen orang berhenti bergerak sehingga virus itu akan kesulitan mencari orang-orang yang masih tidak punya imunitas untuk ditulari.
Restriksi atau pembatasan dilakukan sati satuan epidemiologis dalam satu populasi yang saling interaksi. Bila hal ini dialukan maka herd immunity bisa tercapai.
Baca Juga: Pemkot Padang Belum Putuskan untuk PPKM Darurat, Ini Alasannya
"Kalau di jogja ya restriksi dilakukan di sleman, bantul dan kota jogja karena merupakan satuan epidemiologis dalam satu populasi. Kalau gunungkidul dan kulon progo kan ada barrier geografis yang memisahkan," tandasnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
Ini Kata Epidemiolog UGM Terkait Rencana Vaksin Dosis Ketiga bagi Nakes
-
Epidemiolog UGM: Penyebaran Covid-19 Harus Dihentikan, Tambah Restriksi Mobilitas
-
Kasus Penularan Covid-19 di Kudus, Epidemiolog UGM: Hentikan Mobilitas Masyarakat
-
Sikapi Kelonggaran Mudik Lebaran, Epidemiolog UGM: Sebaiknya Tak Mudik Dulu
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
Pilihan
-
Investor Ditagih Rp1,8 Miliar, Ajaib Sekuritas Ajak 'Damai' Tapi Ditolak
-
BLT Rp600 Ribu 'Kentang', Ekonomi Sulit Terbang
-
Usai Terganjal Kasus, Apakah Ajaib Sekuritas Aman Buat Investor?
-
Bocor! Jordi Amat Pakai Jersey Persija
-
Sri Mulyani Ungkap Masa Depan Ekspor RI Jika Negosiasi Tarif dengan AS Buntu
Terkini
-
Liburan Sekolah, Sampah Menggila! Yogyakarta Siaga Hadapi Lonjakan Limbah Wisatawan
-
Duh! Dua SMP Negeri di Sleman Terdampak Proyek Jalan Tol, Tak Ada Relokasi
-
Cuan Jumat Berkah! Tersedia 3 Link Saldo DANA Kaget, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Pendapatan SDGs BRI Capai 65,46%, Wujudkan Komitmen Berkelanjutan
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh