Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Selasa, 10 Agustus 2021 | 10:13 WIB
Warga Pedukuhan Pengkol, Kalurahan Pengkol, Kepanewon Nglipar, Kabupaten Gunungkidul melaksanakan ritual malam 1 Suro atau 1 Muharram, Senin (9/8/2021). - (Kontributor SuaraJogja.id/Julianto)

Usai memanjatkan doa, air dari gayung pertama digunakan untuk membasuh tangan dan muka Ki Joko Narendro. Kemudian air dari gayung kedua dipakai membasuh tangan para abdi dalem lainnya. Diikuti masyarakat sekitar yang bermaksud ingin mengalap berkah dari air yang berada di dalam gentong.

Namun untuk menghindari kerumunan, pengambilan air dapat dilaksanakan warga di kemudian hari. Setelah semua masyarakat mendapat air dari gentong tersebut, sedikit demi sedikit gentong kembali diisi air dari tujuh curug, dan tujuh tempur sungai yang ada di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Ngadiman, salah seorang tetua adat Pedukuhan Pengkol, air tersebut sebenarnya tidak ada kesaktian apapun. Hanya saja, sebagian masyarakat masih menganggapnya sebagai sesuatu yang sakral dan suci sehingga memiliki khasiat menyembuhkan penyakit atau khasiat lainnya juga sebagai sarana bagi yang percaya dapat dikabulkan cita-citanya.

"Air ini hanyalah sugesti atau perantara saja. Sejatinya yang mengabulkan harapan seseorang adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi masih ada masyarakat yang masih percaya dengan hal ini. Air dalam gentong tersebut berisi air dari lokasi yang memiliki keistimewaan," terangnya.

Baca Juga: Sambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H, Jokowi Bicara Semangat Hijrah Saat Pandemi

Air tersebut diambil dari 7 sumber dari petilasan walisongo. Air-air tersebut diambil dalam satu waktu yang kemudian diawetkan. Ditambah dengan berbagai air suci dari berbagai sumber mata air di Gunungkidul yang tak pernah kering meskipun musim kemarau.

Menurutnya selain makna religius, kirab pusaka dan kuras gentong juga terselip tujuan luhur. Adapun tujuannya salah satunya untuk menjalin hubungan yang baik antara sesama manusia melalui sikap kekeluargaan dan kegotong royongan dalam karya bersama.

Ki Joko Narendro menambahkan, karena di masa pandemi Covid-19, maka gelaran kali ini hanya diselenggarakan lebih sederhana. Jika setiap tahun diselenggarakan selama sehari semalam karena juga diisi dengan berbagai pertunjukkan seni, kali ini berbagai pertunjukan seni ditiadakan dan diganti dengan santunan kepada anak yatim piatu dan dhuafa.

Menurut Joko, kegiatan ini hanyalah sebuah event budaya dalam rangka melestarikan tradisi masyarakat yang berkembang selama ini, sehingga kombinasi antara ajaran Agama Islam dengan tradisi budaya Jawa nampak dalam ritual malam 1 Suro ini.

Terkait dengan pusaka, empat jenis pusaka tersebut menunjukkan khasanah kekayaan budaya Jawa. Masing-masing pusaka memiliki simbol dan makna yang berbeda, begitu juga dengan riwayat dan tujuan pembuatannya.

Baca Juga: Selamat Tahun Baru Islam, Berikut Link Twibbon Tahun Baru Islam Lengkap Dengan Cara Pasang

"Seperti payung ya, warna dan unsurnya perbedaan jabatan. Kalau dari sisi spiritual memiliki makna Mengayomi," terangnya.

Load More