SuaraJogja.id - Suasana rumah bercat hijau dengan pintu khas militer berwarna hijau gelap tampak sepi dari luar. Di depan rumah tersebut, terpampang tulisan Ketua RW 3, Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Jogja.
Tak lebih dari tiga menit, seorang pemuda usia 21 tahunan muncul di balik pintu. Sambil berdiri memperkenalkan diri, pria bernama Rasid Bagawan Nurabra itu bercerita sedikit tentang perjuangan kakeknya yang ikut dalam Serbuan Kotabaru yang pecah pada 7 Oktober 1945.
Tak banyak memori yang dia ingat saat itu. Hanya saja, kakeknya yang bernama Sukirno merupakan salah satu pahlawan Daerah Istimewa Yogyakarta memegang peran penting saat pertempuran terjadi. Sukirno melakukan aksi heroik dengan memadamkan listrik markas tentara Jepang yang dahulu disebut Mase Butai.
"Kalau menurut cerita yang pernah saya dengar memang begitu. Mbah (kakek) saya memadamkan listrik sebelum pertempuran terjadi," ujar Rasid ditemui Suarajogja.id, Selasa (17/8/2021).
Serbuan Kotabaru merupakan salah satu fragmen perjuangan warga Yogyakarta menghadapi pendudukan Jepang pada 6-7 Oktober 1945. Meski Indonesia telah merdeka pada 17 Agustus 1945, Jepang belum sepenuhnya menyerahkan kekuasaan Indonesia. Mereka masih berjaga dengan persenjataan lengkap di Markas Mase Butai yang kini menjadi Asrama Kompi Kotabaru.
Pemuda Yogyakarta saat itu meminta agar Jepang meninggalkan tempat tersebut menyusul kemerdekaan Indonesia sudah diproklamirkan. Perundingan pun dilakukan.
Kubu Yogyakarta yang dipimpin Raden Panji Soedarsono serta rekan lainnya, seperti M Saleh, Abu Bakar Ali, termasuk Sukirno meminta Mayor Otsuka dan Kapten Ito dari Jepang menyerahkan senjata dan kekuasaannya secara sukarela. Namun Jepang tak segera melakukan dan membuat pemuda Yogyakarta berang.
Diketahui perundingan itu gagal. Sejumlah pemuda Yogyakarta sepakat menyerbu Jepang memaksa segera angkat kaki. Dikisahkan pemuda-pemuda dari seluruh kecamatan datang ke Kridosono untuk melancarkan penyerbuan.
Pada 7 Oktober 1945 tepatnya pagi buta sekitar pukul 03.00 wib, Pemuda Yogyakarta memadamkan aliran listrik markas Jepang. Setelah itu penyerbuan dilakukan hingga banyak tentara Jepang tewas dan sebanyak 21 pejuang gugur di medan perang.
Baca Juga: Ibadah Paskah di Gereja Kotabaru Dijaga Ketat, Tambahan Personel Disiagakan
Kembali ke cerita Rasid, sosok pemadam listrik itu banyak dikisahkan adalah Sukirno. Ketika itu, kakek Rasid ini masih berusia sangat muda, yaitu berusia 17 tahun.
"Mbah saya masih muda saat itu. Jadi masuk militer saat itu kan tidak kenal usia ya. Semua bisa masuk. Nah mbah saya ini masuk diantara pemuda Jogja yang berjuang saat itu," jelas Rasid.
Sosok Sukirno adalah pejuang yang begitu sabar. Almarhum yang merupakan kelahiran 1929 itu adalah warga asli Magelang yang mendapat tugas hingga menetap di Yogyakarta.
"Mbah asal Magelang, karena mendapat tugas saat itu dia pindah dan tinggal di Kotabaru ini," kenang anak ketiga dari tiga bersaudara itu.
Sukirno merupakan pribadi yang tenang dan tegas. Tak banyak bicara namun kerap memberi contoh kepada anak dan cucunya.
"Cerita dahulu, mbah ini sangat berani. Maka dari itu ketika ada rencana penyerbuan mbah saya diceritakan sampai mengambil tugas untuk memadamkan listrik itu," ujar dia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik