Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Senin, 13 September 2021 | 20:42 WIB
Ilustrasi e-KTP. [dok.Suara.com]

SuaraJogja.id - Kaum rentan di Kabupaten Sleman, dalam hal ini transgender, mulai mendaftarkan diri mereka ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Sleman untuk memiliki dokumen kependudukan dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Hal tersebut mereka lakukan agar bisa menerima suntikan vaksinasi Covid-19. Diketahui, NIK menjadi syarat mutlak bagi warna negara Indonesia (WNI) yang ingin mengikuti imunisasi Covid-19.

Kabid Pelayanan Pendaftaran Penduduk Disdukcapil Sleman Raden Rara Endang Mulatsih menjelaskan, saat ini sudah ada sejumlah pengajuan penerbitan NIK dan KTP dari transgender.

"Njih, sudah ada," kata dia, Senin (13/9/2021).

Baca Juga: Pengawasan Distribusi Vaksin COVID-19, Komisi IX Kunker ke Lampung

Ia menyatakan, pada prinsipnya Disdukcapil tidak mendiskriminasi siapa pun yang mengajukan penerbitan dokumen kependudukan.

"Artinya, selama mereka WNI, mereka berhak mendapatkan identitas penduduk," ujar Endang, kepada wartawan.

Saat mengajukan permohonan, para transgender diminta untuk mengikuti mekanisme dan teknis yang berlaku.

Tercatat, dalam data Bagian Tata Pemerintahan Setda Sleman, ada delapan orang transgender yang membutuhkan pengajuan dokumen kependudukan ke Disdukcapil Sleman.

"Untuk transgender itu, yang mayoritas ada di Sleman itu pendatang. Yang mungkin latar belakang ada permasalahan terutama dengan keluarga. Ketika kemudian tinggal di Sleman rerata tidak mengurus kepindahannya," ungkapnya.

Baca Juga: Daftar Gerai Pelayanan Vaksinasi Covid-19 di Kota Bekasi

Endang menerangkan, sebenarnya tidak menjadi masalah ketika para transgender yang datang ke Sleman kemudian menjalankan prosedur pindah ke Sleman.

"Karena dari delapan [orang] kemarin itu sudah kami cek datanya, yang tiga itu sudah punya NIK. Ada satu orang yang kami berkomunikasi dengan [pemerintah daerah] Subang, NIK yang bersangkutan diaktifkan kemudian mengajukan pindah ke Sleman lalu [tinggal] bawa KK, KTP, selesai," tuturnya lagi.

Sementara itu, ada kasus lain, satu transgender dari Jawa Timur sudah dibantu untuk cetak KTP.

"KTP sudah kami cetak, kami menunggu pengajuannya. Sampai saat ini malah belum mengajukan permohonan, tapi KTP sudah siap," terangnya.

Ia menambahkan, dari delapan orang tadi, sebanyak lima di antaranya sudah memiliki KTP sedangkan tiga lainnya tinggal proses cetak dan sudah memiliki NIK.

"Ada yang 1 dari Kupang, dulu Timur Leste tapi kependudukan sudah Kupang. Itu kami kan harus kami fasilitasi minta pindah dari sana," ucapnya.

Menurut Endang, sebelumnya Kementerian Dukcapil memasukkan kaum transgender ke kaum rentan. Karena ada beberapa kendala yang jamak ditemui ketika mengurus dokumen kependudukan, misalnya bermasalah dengan keluarga.

Endang menegaskan, saat ini pihaknya menunggu transgender yang ingin mengajukan dokumen kependudukan. Pasalnya, Disdukcapil bekerja berdasarkan permohonan yang dilakukan warga.

Menurut dia, ada yang perlu dipahami terkait kepengurusan kependudukan bagi transgender, yang sekilas bisa membuat pihak lain berpikir bahwa Disdukcapil berbelit-belit.

"Prosedur penerbitan NIK itu tidak hanya transgender tapi semua, itu perlu pengantar dari RT/RW karena secara fakta, mereka yang mengetahui," ungkapnya.

"Beda kalau pindah ya. Sekarang kan bisa langsung, ga perlu pengantar. Tapi kalau penerbitan NIK tetap aturan harus ada pengantar dari RT/RW, dukuh," jelas Endang lebih jauh.

Ia memaparkan, selain pengantar RT/RW, dokumen yang lain yang perlu disertakan transgender saat mengurus KTP adalah mengisi form, sebagai panduan entry biodata mereka di sistem Dukcapil. Yaitu dokumen F101 dan dokumen F104. Secara khusus ia menyebutkan, dokumen F104 ini adalah dokumen yang isinya pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki dokumen kependudukan.

"Setelah itu, ada pernyataan dari penjamin," terangnya.

Dalam kebijakan yang ada, keberadaan 'kaum rentan' itu konsepnya panti atau konsep penampungan. Sementara itu, ada yang berbeda dengan kasus transgender. Mengingat keberadaan mereka menyebar di masyarakat, bukan di sebuah panti atau yayasan tertentu.

"Contoh yang lima orang transgender yang saya sebut tadi, itu semua diajukan oleh sebuah komunitas yang sekretariatnya ada di Kota Jogja. Tapi kami juga menawarkan solusi kepada transgender yang lain [yang belum memiliki lembaga]," terangnya.

Melihat kondisi itu, Disdukcapil Sleman hingga kini masih menunggu data alamat lima orang transgender yang sudah dibantu dokumen kependudukannya tadi.

"Tiga lainnya sudah klir. Yang lima masih kami tunggu," ucapnya.

Kendati Disdukcapil berkomitmen membantu dan tak mendiskriminasi proses penerbitan KTP dan dokumen kependudukan bagi transgender, Endang menekankan penerimaan lingkungan tempat transgender berdomisili atas keberadaan mereka sangat diperlukan.

"Karena kalau kaitan menerbitkan NIK itu, kalau dia pendatang kan dia harus diterima di lingkungan situ. Itu ditunjukkan dengan adanya pengantar RT dan RW," terangnya.

Kala disinggung perlu tidaknya dokumen putusan pengadilan terkait perubahan jenis kelamin, Endang mengatakan bila memang dokumen itu sudah dimiliki oleh si transgender, maka bisa pula diikutsertakan menjadi lampiran.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More