SuaraJogja.id - Kualitas konten-konten yang muncul di stasiun televisi swasta Indonesia makin menurun. Namun tetap saja konten yang cenderung hanya mengejar keuntungan komersial semata itu terus diproduksi.
Staf Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Wisnu Martha Adiputra menilai banyak faktor yang menyebabkan kualitas konten pertelevisian Indonesia semakin menurun tetapi justru terus diproduksi. Selain dari sisi aturan yang belum menyentuh secara lebih luas lagi, peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga dinilai tidak maksimal.
"Kalau menurut saya, Undang-Undangnya (UU Penyiaran tahun 2002) itu bagus tapi tidak diturunkan dengan detail ya di tiap provinsi atau daerah. Sebenarnya kan bisa diturunkan di tiap daerah," kata Wisnu saat dihubungi awak media, Selasa (14/9/2021).
Siaran televisi di Indonesia dinilai belum sesuai dengan amanat yang ada di UU tersebut terkait dengan sistem jaringan stasiun TV yang tidak hanya berpusat satu di Jakarta saja tetapi di daerah-daerah lain.
Baca Juga: Pakar UGM: Saipul Jamil di TV Bukti Kualitas Konten Pertelevisian Indonesia Makin Menurun
"Kalau kami menyebutnya itu bukan TV nasional tapi TV Jakarta yang bersiaran nasional karena kan sebenarnya amanat Undang-Undang penyiaran yang sampai sekarang yang baru belum ada tapi kita pakai 2002 itu siaran sistem berjaringan kan enggak terwujud," tuturnya.
Memang ada jaringan-jaringan daerah di stasiun televisi tetapi kualitasnya pun tidak diperhatikan. Bahkan cenderung dilupakan begitu saja.
"Ya ada sih jaringannya (di daerah) tapi enggak serius. Misal tayangan lima tahun lalu ditayangkan kembali, atau acara-acara lokal yang ditayangkan jam-jam dini hari itu jadi ya enggak ada yang nonton juga," ucapnya.
Selain itu, disampaikan Wisnu terkait dengan regulator penyiaran dalam hal ini yang utama KPI dan KPID itu tidak tegas. Khususnya untuk hal-hal yang sebenarnya sudah jelas melanggar atau tidak sesuai aturan.
Hal itu berbanding terbalik dengan KPI yang malah justru sangat reaktif untuk sesuatu yang remeh. Misalnya saja soal lagu yang mengandung lirik tertentu dan sebagainya.
Baca Juga: Analog Switch Off Ditunda, ATVSI Sudah Siap Pindah ke Jaringan Televisi Digital
"Jadi ya masih banyak yang merasa KPI tidak mewakili kepentingan masyarakat begitu. Kurang cepat, kurang serius dan terlalu dekat dengan industri misalnya malah datang ke acara industri dan seperti posisinya di bawah stasiun televisi itu padahal seharusnya punya posisi lebih tinggi," ungkapnya.
Peran KPI sebagai regulator pun dianggap juga tidak terlihat. Pasalnya mereka justru menempatkan diri hanya sebagai pemantau konten.
"Kalau sekadar memantau kelompok-kelompok masyarakat sipil juga banyak yang peduli. Kalau KPI ini mestinya regulator karena mereka nantinya akan mempengaruhi perpanjangan izin dan seterusnya," ujarnya.
Wisnu menyatakan sebenarnya masyarakat Indonesia secara umum itu sudah bisa memilih tayangan yang bagus atau berkualitas. Dalam artian masyarakat sudah sadar betul tontonan yang logis.
Namun sayang hal itu, belum didukung oleh stasiun-stasiun televisi yang ada dalam urusan konten, sehingga membuat tayangan-tayangan yang berkualitas lebih dominan dan membuat masyarakat tidak punya banyak pilihan.
"Kalau yang diberikan justru tayangan yang kurang berkualitas dan itu yang dominan ya gimana, enggak ada pilihan. Ada tayangan yang bagus di internet tapi kan itu bayar sebagian masyarakat kita belum bisa yang membayar yang ada untuk mereka ya yang free to air itu. Mau tidak mau akan ditonton," terangnya.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Pakar UGM: Saipul Jamil di TV Bukti Kualitas Konten Pertelevisian Indonesia Makin Menurun
-
Analog Switch Off Ditunda, ATVSI Sudah Siap Pindah ke Jaringan Televisi Digital
-
Pakar: Persepsi Publik atas Penanganan Korupsi di Indonesia Turun Sejak UU KPK Direvisi
-
Siap Siaran Televisi Digital, ATVSI: Bagaimana dengan yang di Daerah?
-
Asosiasi TV Swasta Siap Gelar Siaran TV Digital Tahun Ini
Terpopuler
- Selamat Datang Penyerang Keturunan Rp 15,6 Miliar untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- Keanehan Naturalisasi Facundo Garces ke Malaysia, Keturunan Malaysia dari Mana?
- 4 Rekomendasi Mobil Bekas Merek Jepang di Bawah Rp100 Juta: Mesin Prima, Nyaman buat Keluarga
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Anti Hujan Terbaik 2025: Irit, Stylist, Gemas!
Pilihan
-
6 Skincare Aman untuk Anak Sekolahan, Harga Mulai Rp2 Ribuan Bikin Cantik Menawan
-
5 Rekomendasi Mobil Kabin Luas Muat 10 Orang, Cocok buat Liburan Keluarga Besar
-
Indonesia Jadi Tuan Rumah Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026, Apa Untungnya?
-
Daster Bukan Simbol Kemalasan: Membaca Ulang Makna Pakaian Perempuan
-
Daftar 5 Sepatu Olahraga Pilihan Dokter Tirta, Brand Lokal Kualitas Internasional
Terkini
-
Sinyal Hijau Mendagri: Pemda Boleh Gelar Acara di Hotel, Selamatkan Industri Pariwisata Sleman?
-
Jemaah Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf Ungkap Penyebab Calon Haji Terlantar di Arafah
-
Beda dari Tahun Lalu, Ini Alasan Grebeg Besar 2025 Yogyakarta Lebih Tertib dan Berkah
-
KPK Dapat Kekuatan Super Baru? Bergabung OECD, Bisa Sikat Korupsi Lintas Negara
-
Pemkab Sleman Pastikan Ketersediaan Hewan Kurban Terpenuhi, Ternak dari Luar Daerah jadi Opsi